***
Tanpa tahu kalau pamannya pergi ke rumahnya, Karina berkunjung ke apartemen Jiyong. Dengan sebuah koper berisi pakaian kotor, gadis itu melangkah di lorong. Berjalan sampai ke apartemen pamannya kemudian menekan bel apartemen itu. Ia menekan belnya, khawatir pamannya tengah bersama seseorang di dalam apartemen.
Tidak mendengar jawaban apapun, Karina akan membuka sendiri pintu apartemen itu. Tapi pintu apartemen sebelah yang lebih dulu terbuka. Seorang pria keluar dari sana, Karina melihatnya lalu mereka bertukar tatap. Sebentar Karina menundukkan kepalanya, hanya ingin menyapa, hanya ingin beramah-tamah pada penghuni baru apartemen sebelah.
"Kau bukan gadis yang biasanya datang," Kim Jihoon berkomentar, sembari melangkah menghampiri Karina. Menahan gadis itu agar tidak melanjutkan gerak tangannya untuk membuka pintu apartemen Jiyong.
"Ya?"
"Siapa kau?" pria itu kembali bertanya, sementara Karina keheranan dengan pertanyaannya. Tidak ia kenal pria yang bicara padanya itu. Tidak juga ia pahami maksud ucapannya. Satu yang membuat Karina heran—kenapa pria itu bicara padanya? Mereka tidak saling kenal.
"Mahasiswinya? Ini alasan aku tidak percaya pada dosen laki-laki, mereka suka memanfaatkan pekerjaan untuk membawa gadis-gadis kecil pulang ke rumah," susul Kim Jihoon, tidak seberapa keras tapi cukup untuk di dengar Karina. "Ada gadis lain yang sering datang ke sini, kau tahu? Dia bahkan menginap di sini," katanya, sama sekali tidak mengejutkan Karina.
Karina terkejut saat pertama kali ia lihat ada sepatu perempuan di apartemen Jiyong. Tapi setelah beberapa kali ia temukan baju perempuan dijemur bersama milik pamannya, gadis itu tidak lagi khawatir. Pamannya mengencani seseorang, bahkan ibunya bilang begitu, Karina tidak punya alasan untuk penasaran. Gadis itu bahkan bisa menebak siapa kekasih pamannya—meski tidak pernah dikenalkan secara resmi.
"Ini rumah pamanku, kenapa anda bilang begitu padaku? Aneh," ketus Karina kemudian, kali ini tanpa ia tunggu Kim Jihoon membalas, ia buka pintu apartemen pamannya.
Ia akan masuk ke dalam rumah itu. Bermaksud untuk segera masuk lalu mengunci pintunya. Memastikan Kim Jihoon tidak lagi bisa mengganggunya. Tapi Karina kalah cepat, Kim Jihoon sudah lebih dulu menerobos masuk.
Karina berteriak, terkejut akan sikap Kim Jihoon yang tiba-tiba itu. Tapi pria itu menyuruhnya diam. "Tenang saja, aku tidak akan melukaimu," katanya. "Aku hanya ingin melihat-lihat rumah ini," susulnya lantas melangkah masuk semakin ke dalam.
Karina ketakutan sekarang. Buru-buru ia raih handphonenya, meminta Jihoon keluar sembari mengancam akan menelepon polisi. Tapi Kim Jihoon tidak terlihat khawatir. Hanya ia langkahkan kakinya, melihat-lihat nakas yang ada di sana, mencari sesuatu yang tidak ia katakan pada Karina.
"Kalau kau keponakan orang ini, kau kenal gadis yang sering berkunjung ke sini?" Kim Jihoon bertanya, tapi Karina tidak pernah menjawab pertanyaan itu. Karina justru berlari keluar. Pergi meninggalkan apartemen pamannya, cepat-cepat kabur lewat tangga darurat lalu menelepon polisi di bawah. Tidak ia pedulikan barang-barang milik pamannya—persetan kalau orang itu pencuri, yang penting aku tidak terluka di sana. Gerakan yang tidak pernah Kim Jihoon bayangkan sebelumnya.
Karina masih duduk di kantor keamanan, menolak untuk meminum apapun, menolak untuk mencicipi apapun. Gadis itu hanya duduk, terus siaga sampai polisi datang. Begitu dua petugas datang, ia beritahu semua yang terjadi. Tapi di lantai apartemen pamannya, Kim Jihoon sudah tidak ada di sana.
Polisi menekan bel rumah Kim Jihoon sekarang, sebab Karina bilang kalau pria yang menerobos masuk ke rumah pamannya itu si tetangga sebelah. "Aku tidak pernah menerobos masuk atau mengganggunya. Aku hanya berkunjung karena ingin bertemu dengan pamannya, tapi tiba-tiba dia berlari pergi. Aku tidak bisa menunggu sampai Tuan Kwon pulang, jadi aku pulang setelah menutup pintu rumahnya," aku Kim Jihoon, tentu tidak bisa melakukan apapun karena Karina sudah lebih dulu melarikan diri, bahkan sebelum ia selesai bertanya.
Rekaman CCTV diperiksa, tapi tidak ada tanda-tanda kejahatan yang Kim Jihoon lakukan. Seolah tahu kalau dirinya akan dapat masalah, Kim Jihoon justru terlihat keluar dari rumah Jiyong dengan wajah bingungnya. Berkali-kali ia menoleh ke arah kamera CCTV, lalu menutup pintu apartemen Jiyong. "Ada apa dengannya? Pacarnya menelepon?" dari gerak mulutnya, Kim Jihoon bicara begitu. Bertingkah seolah ia lah yang diundang dan ditinggalkan oleh Karina.
Dengan petunjuk dari pamannya, sekarang Karina kembali ke asrama. Kim Jisoo datang untuk menjemput Karina, berkata kalau Lisa yang memintanya datang menjemput gadis itu. Lepas menyelesaikan urusan Karina dengan petugas polisi di sana, Kim Jisoo membawa gadis itu kembali ke asrama. Dari balkon apartemennya, Kim Jihoon terlihat mengawasi mereka, Karina menyadarinya dan Kim Jisoo pun sama. Tapi Jisoo meminta Karina untuk mengabaikannya.
"Aku takut sekali karena dia tiba-tiba masuk ke rumah dan bilang tidak akan melukaiku. Kenapa dia bilang begitu kalau memang tidak ingin melukaiku?" cerita Karina, mengatakan hal yang sama berkali-kali, pada petugas kemanan, polisi yang datang, pada pamannya dan sekarang pada Jisoo. "Kesan pertamanya sudah buruk, aku tidak bisa percaya dia orang baik," susulnya dengan segala kekhawatirannya. "Tapi bagaimana kalau dia mengambil sesuatu di rumah pamanku?" resahnya tidak juga selesai. Jisoo menenangkannya, mengatakan kalau Karina bisa saja salah paham tapi ia sudah melakukan sesuatu yang benar—jangan menerima orang asing di rumah saat sedang sendirian.
Hari itu juga, Jiyong mengemudi pulang. Ia tengah bersama Lisa ketika Karina menelepon, kemudian bergegas pergi setelah mendengar cerita keponakannya. Meninggalkan Lisa di kedai kopi, setelah berkali-kali minta maaf karena tidak sempat mengantar gadis itu pulang. Tentu Lisa tidak keberatan, ia baru saja selesai menceritakan tentang bagaimana Kim Jihoon melukainya, Jiyong pasti mengkhawatirkan keponakannya sekarang.
Lepas menemui keponakannya di asrama, memastikan Karina baik-baik saja, Jiyong memberitahunya untuk tidak datang ke apartemen lebih dulu. "Tetangga sebelah itu mungkin akan berulah lagi, jadi jangan datang dulu ke rumahku," begitu katanya, sebelum kemudian ia berpamitan untuk pulang. Pria itu sudah berencana, akan ia temui Kim Jihoon begitu dirinya tiba di apartemen nanti. Akan ia pukul wajah pria itu, menghancurkannya, membalas seperti apa yang telah pria itu lakukan pada Lisa.
Ia tengah bertekad, bahkan sebelum Karina mengabarinya dengan berita tadi. Tapi begitu mereka bertemu, suara Lisa kembali muncul di dalam telinganya. "Jangan melakukan apapun, jangan sampai dia tahu kalau aku mengingatnya. Orangtuaku akan melakukan sesuatu, oppa diam saja. Jangan lakukan apapun. Jangan terlibat dengannya," pesan Lisa, sebelum membiarkannya mengemudi pulang.
Malam ini, setelah lewat tengah malam Jiyong tiba di apartemennya. Baru saja ia langkahkan kakinya masuk, berdiri di dalam lift. Kim Jihoon sudah lebih dulu ada di sana, berdiri di dalam lift bersama istrinya. Tersenyum seolah tidak terjadi apapun diantara mereka. "Kau baru kembali? Tadi aku bertemu dengan keponakanmu," Kim Jihoon yang memulai pembicaraan diantara mereka. "Tapi sepertinya kami salah paham, aku rasa aku membuatnya takut, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud begitu, aku hanya mengkhawatirkannya tadi," ceritanya, padahal Jiyong tidak menanyakan apapun.
"Salah paham? Kenapa?" sang istri yang justru bertanya, penasaran karena tidak mengetahui apapun sebelumnya.
"Ah... Tadi seorang gadis datang, tiba-tiba akan masuk ke rumah Tuan Kwon. Gadis yang berbeda dari biasanya. Dia menekan bel lalu akan membuka pintunya. Aku khawatir dia akan melihat Tuan Kwon dan kekasihnya di dalam, jadi aku menahannya, agar tidak ada perkelahian di sini. Tapi sepertinya aku sedikit berlebihan, katanya dia keponakan Tuan Kwon," cerita Kim Jihoon.
"Augh! Sayang! Sudah aku bilang jangan usil-"
"Mau bagaimana lagi? Gadis yang biasanya datang ke rumah Tuan Kwon itu muridku, aku tidak bisa tidak mengkhawatirkannya," potong Kim Jihoon, sibuk bicara pada istrinya, tidak sadar kalau Jiyong sedang berusaha keras menahan emosinya sekarang.
"Tidak perlu mengkhawatirkannya lagi," balas Jiyong akhirnya bicara, bersamaan dengan terbukanya pintu lift di depan mereka. Kini mereka tiba di lantai apartemen masing-masing. "Gadis yang anda khawatirkan itu calon istriku, aku bisa menjaganya sendiri. Anda tidak perlu repot-repot mengkhawatirkannya. Lalu gadis yang tadi datang, dia benar keponakanku. Tidak semua orang sama sepertimu, Tuan. Tidak semua pengajar menggoda anak yang ia ajar. Aku yakin istrimu juga tidak akan menggoda mahasiswanya di kampus, iya kan?" kata Jiyong, lalu sama seperti Karina tadi, ia tinggalkan lift itu. Meninggalkan dua orang yang sekarang tersinggung dengan ucapannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle
FanfictionBagai potongan puzzle yang diciptakan untuk satu sama lain, mereka bertemu. Pertemuan yang tidak mereka duga sebelumnya. Berdampingan, bersebelahan mereka dalam kotak takdir itu. Ia isi kekosongan seorang di sebelahnya, melengkapinya, membuat sebuah...