***
Lisa baru kembali beraktivitas setelah satu minggu lalu ia dan orangtuanya melaporkan Kim Jihoon ke polisi. Setelah semua urusannya selesai, ia kembali ke asrama. Kembali bekerja meski paman dan bibinya melarang. Kedua orangtua yang membesarkannya saat kecil itu ingin Lisa tetap tinggal bersama mereka. Ingin Lisa tetap di sana, mengganti sepuluh tahun mereka terpisah. Mengganti waktu yang terbuang ketika Lisa tidak mengingat mereka.
Tahu kalau kekasihnya sudah kembali, tentu saja Jiyong menemuinya. Tanpa tahu kalau Kim Jihoon mengikutinya—sudah begitu sejak Jiyong bilang ia akan menikahi Lisa—pria itu membawa dirinya sendiri ke asrama. Jiyong keluar dari mobilnya, lalu melihat Lisa berjalan dengan dua pria lain di sebelahnya. Gadis itu tidak menyadari kehadirannya, ia melangkah dengan kotak perkakas di pegangannya, lalu tertawa menanggapi cerita pria-pria di sebelahnya.
Meski tidak mengenal dua pria itu, Jiyong tahu kalau mereka pengurus asrama laki-laki di sebelah. Tanpa rasa cemburu, pria itu kini mendekat, memanggil Lisa yang belum menyadari kehadirannya di sana. "Oh! Oppa datang? Aku pikir kau ada kelas malam hari ini," seru Lisa, melambai lalu menghampiri Jiyong. Meninggalkan dua rekannya yang akan pergi ke asrama sebelah.
"Kelasnya dibatalkan," santai pria itu. "Apa itu?" katanya, balas bertanya. Penasaran pada perkakas yang gadis itu bawa.
"Oppa membatalkan kelasnya untuk ke sini? Tidak profesional," komentar Lisa, membuat lawan bicaranya lantas membulatkan matanya. Tidak pernah menduga akan mendengar kata-kata itu dari gadis di hadapannya.
"Bukan aku yang membatalkan kelas, mereka sendiri-"
"Mana mungkin!" potong Lisa. "Mahasiswamu bilang mereka tidak mau belajar dan kau mengizinkannya? Oppa membatalkan kelasmu karena mahasiswamu ingin begitu? Potong tanganku, kau tidak akan melakukannya," cibir gadis itu, sembari menggoyangkan kotak perkakas yang ia bawa. Memberitahu Jiyong isi kotak yang sekarang dibawanya.
"Ya! Kau pikir aku dosen seperti apa? Tsk," sebal Jiyong. "Kau benar-benar sudah mengingat semuanya kan? Tapi kenapa kau terus mengajakku bertengkar? Tidak bisakah kau bersikap seperti dulu saja? Oppa! Oppa! Aku menyukaimu! Bersikaplah manis seperti itu," suruhnya kemudian, balas menggoda gadis yang baru saja membuatnya sebal itu.
Lisa mendengus sekarang. "Tidak mau! Tidak akan! Aku tidak menyukaimu!" yakinnya, sengaja cemberut lalu berbalik untuk masuk ke asrama. Menyuruh Jiyong untuk tetap menunggunya di depan, sementara dirinya akan bersiap untuk berkencan.
"Baiklah, jangan lama-lama, aku juga menyukaimu," kata Jiyong, belum berhenti menggoda Lisa sampai gadis itu benar-benar menghilang di dalam asramanya.
Kini Jiyong duduk di atas tepian tangga. Sembari melihat beberapa pesan yang masuk, kemudian memilih untuk mengabaikan urusan pekerjaannya. Ia masih menatap layar handphonenya, masih membaca beberapa berita yang begitu saja muncul di handphonenya ketika di dengarnya suara Karina mendekatinya.
"Paman!" Karina bersuara, berlari kecil menghampiri Jiyong dan sukses menarik perhatian pria itu. "Syukurlah kau ke sini," katanya.
"Kenapa? Kau baru selesai kuliah?"
"Hm..." angguk gadis itu lantas mengulurkan tangannya, meminta Jiyong untuk memberikan sesuatu padanya. "Beri aku uang saku, please," mintanya, mengaku kalau ia perlu membeli beberapa buku pada pamannya.
Paman dan keponakan itu masih bicara ketika Lisa kembali. Karina sudah mendapatkan uang yang ia butuhkan sedari tadi, tapi Jiyong menahannya di sana, memaksa gadis itu untuk menemaninya menunggu Lisa kembali.
"Pergilah sekarang," suruh Jiyong, mendorong gadis yang duduk di sebelahnya agar segera bangun dan meninggalkannya. Jiyong tidak lagi membutuhkan Karina karena Lisa sudah datang dengan kaus dan celana jeansnya. "Oh! Aku tahu kau tidak akan memakai uangnya untuk membeli buku. Jadi jangan bertingkah, aku bisa mengadukanmu," ancam Jiyong, tentu berbisik setelah ia menahan tangan Karina agar tidak langsung pergi. Agar ia sempat bersikap seperti seorang dewasa di depan keponakannya.
"Eonni, lihat! Kekasihmu menyentuh tangan perempuan lain! Marahi dia!" seru Karina, kepada Lisa yang bahkan belum melihat mereka. Gadis itu tengah melangkah sembari menatap layar handphonenya. Mengirim tautan pada Jiyong tentang film yang ingin ditontonnya.
"Augh! Bagaimana bisa kau membiarkan tanganmu dipegang pria lain? Nanti kekasihmu yang tadi pagi itu marah," balas Lisa, akhirnya mendekat dan langsung menepuk tangan Jiyong, menyuruh pria itu melepaskan tangannya agar Karina bisa pergi.
"Eonni! Kau sudah berjanji akan merahasiakannya!" protes Karina, lantas mengancam akan menentang hubungan mereka kalau Lisa tidak berpihak padanya.
"Tidak apa-apa, orangtuaku juga tidak menyukainya," santai Lisa, lantas menunjuk Jiyong dengan dagunya. Karina tertawa sekarang, akan menggoda pamannya tapi urung karena Jiyong terlihat menyeramkan dengan tatapannya sekarang.
Gadis itu melarikan diri masuk ke dalam asramanya. Berteriak pada Lisa kalau ia akan pulang terlambat malam ini, meminta Lisa untuk menunggunya pulang sebelum mengunci pintu asrama nanti. Jiyong mendengus sekarang, mengatakan kalau ia akan melarang Karina pulang terlalu larut. Ia telepon keponakannya yang sudah berlari masuk, tapi Karina menolak panggilan itu.
"Jangan khawatir, akan aku pastikan dia pulang tepat waktu," tenang Lisa, lantas mengatakan kalau mereka harus segera pergi sebelum filmnya dimulai.
"Aku tidak ke sini untuk mengajakmu ke bioskop," heran Jiyong, sebab ia tidak pernah berencana pergi menonton film malam ini. Lisa sendiri yang memutuskan kalau mereka akan ke bioskop. "Kau akan pulang begitu filmnya selesai? Kita hanya akan menonton film?" tanyanya, mengekor pada gadis yang sudah lebih dulu berjalan ke arah mobilnya.
"Kenapa? Oppa ingin pergi kemana?"
"Menonton juga tidak masalah, tapi kau akan pulang jam sepuluh? Sudah lama aku tidak melihatmu, kau akan pulang cepat malam ini?" tanyanya, tetap mengekor.
"Apa tiga jam tidak cukup?"
"Kau bertanya karena tidak tahu?" ketus Jiyong, sedang Lisa melihat ke arahnya dengan dahi yang berkerut.
Jiyong mengeluh sekarang, berkata kalau mereka hanya akan pergi menonton film lalu pulang. Terus menggerutu, dengan bilang kalau mereka tidak perlu makan malam, tidak perlu juga minum kopi dan mengobrol. Hanya pergi melihat bagaimana akhir filmnya lalu pulang.
Lisa tidak berkomentar. Ia dengarkan semua keluhan itu bersama dengan alunan lembut musik yang keluar dari radio mobil, menikmatinya. Sesekali tersenyum, terkekeh mendengar keluhan pria di sebelahnya itu.
"Berhentilah marah, kau bisa sakit kalau terus begitu," kata Lisa, setelah ia biarkan Jiyong menggerutu sampai mereka tiba di bioskop. "Baiklah, aku tidak pulang malam ini, mau kemana kita setelah menonton? Aku tidak mau menginap di rumahmu. Pergi ke hotel saja?"
"Kenapa kau sangat berterus-terang begitu?" balas Jiyong, tiba-tiba merasa malu karena ucapan lawan bicaranya. "Tapi... Bajingan itu, tidak ada kelanjutan apapun tentangnya? Polisi tidak akan menangkapnya?" susulnya, tahu alasan Lisa menolak pergi ke rumahnya— karena Kim Jihoon masih ada di rumah sebelah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle
FanfictionBagai potongan puzzle yang diciptakan untuk satu sama lain, mereka bertemu. Pertemuan yang tidak mereka duga sebelumnya. Berdampingan, bersebelahan mereka dalam kotak takdir itu. Ia isi kekosongan seorang di sebelahnya, melengkapinya, membuat sebuah...