33

167 36 0
                                    

***

Awalnya semua gelap. Lisa tidak bisa merasakan apapun, selain denyut yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Ini pasti karena semua alkohol semalam. Lisa ingat betul, kalau dirinya pergi ke bar setelah meninggalkan Jiyong seorang diri di rumahnya. Ia ingat bagaimana dirinya luar biasa kesal semalam. Jiyong terus membicarakan Choi Lisa, mengatakan kalau dirinya sudah bertemu gadis itu.

Awalnya, ia mendengarkan semua ocehan itu. Ia tekan dalam-dalam perasaannya. Ia tahan dirinya untuk tidak meledak di sana. Pria di depannya sakit, pria itu berhalusinasi. Lisa tahu dirinya tidak perlu berusaha mengobati Jiyong. Ia tahu betul kalau dirinya tidak punya kewajiban apapun untuk memperbaiki pria rusak itu.

"Normalnya aku tidak akan mau memperbaiki siapa pun," begitu pengakuannya, namun tanpa alasan apapun, gadis itu tetap berada di sana. Merasa kalau dirinya harus terus berada bersama pria itu. Seperti Jiyong yang menyesal karena tidak bisa menyelamatkan Choi Lisa, ia tidak ingin berakhir seperti itu.

Ia mencoba bertahan di sana. Berharap dirinya tidak akan jatuh seperti bagaimana Kwon Jiyong terjerembab dalam penyesalan. Tapi makin malam ia tinggal, dadanya semakin sesak. Dirinya terasa semakin sakit.  "Maybe that's just how you are supposed to feel with someone you don't wanna live without," tapi tiba-tiba lirik dari lagu yang ia dengarkan siang tadi terdengar dalam kepalanya.

Jiyong tidak berubah. Sedari sore pria itu memang terus membicarakan Choi Lisa dan semua penderitaannya. Tapi karena kepalanya sendiri, Lisa tidak lagi bisa menahan dirinya. Gadis itu marah, sangat marah lalu pergi meninggalkan Jiyong seorang diri di rumahnya. Tapi alih-alih pulang ke asrama, gadis itu justru pergi ke bar, duduk di sana sampai kepalanya tidak lagi bisa ia topang.

"Augh! Bajingan!" umpat gadis itu, pagi ini berbalik menyamping di ranjang tempatnya tidur kemudian tersadar kalau dirinya sudah ada di dalam kamarnya, di asrama.

Tubuhnya menyamping, lurus menghadap dinding dan nakas di sebelah ranjangnya. Handphonenya yang ada di atas nakas itu lalu berdering, ketika di lihat, Jennie yang menelepon. Berkata pada Lisa kalau dirinya akan datang sedikit terlambat pagi ini.

"Aku juga ingin datang terlambat," Lisa bilang begitu pada kakaknya. "Semalam aku mabuk. Karena bajingan Kwon Jiyong itu! Bisa-bisanya dia membicarakan Choi Lisa semalaman?! Augh! Aku ada di depannya tapi dia membicarakan gadis lain?!" adunya, yang seketika membeku karena mendengar suara orang lain di sana, di dalam kamarnya.

"Sudah aku bilang jangan menemuinya lagi! Masih saja-"

"Eonni, battery-ku habis," sela Lisa, lantas mengakhiri panggilan itu. Tidak berani mengaku pada kakaknya kalau ada suara erangan pria di belakangnya. "Kau siapa? Kita bertemu di bar semalam?" tanya Lisa, tetap tidak berbalik, tidak melihat pada pria yang ada di belakangnya, di atas ranjangnya, di dalam asrama putri yang seharusnya tidak dikunjungi pria.

"Kau tidur dengan siapapun yang kau temui di bar?" pria yang sebelumnya mengerang itu kini bicara. Itu Jiyong, Lisa ingat bagaimana suaranya. Meski begitu, ia tetap terkejut. Luar biasa kaget hingga ia bergegas duduk, ingin melihat secara langsung siapa yang ada di belakangnya. Ingin meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tidak salah dengar.

"Ya! Bagaimana bisa kau ada di sini?!" Lisa menjerit. Luar biasa terkejut hingga ia melupakan kepalanya yang berdenyut. Melupakan sakit luar biasa yang ia rasakan di kepalanya.

"Bagaimana lagi? Kau yang meneleponku," balas Jiyong, juga bergerak bangun duduk di atas ranjang lalu melihat gadis di sebelahnya.

Ia menggerakan tangannya sekarang, sengaja mengulurkan tangannya untuk menutupi bagian depan tubuh lawan bicaranya. Menarik naik selimut yang hanya sampai ke perut gadis di depannya. Sadar kalau dirinya telanjang sekarang, Lisa menarik selimutnya, hampir berteriak, hampir menjerit tapi sudah lebih dulu menutup mulutnya dengan selimut tadi.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang