6

249 46 0
                                    

***

Jiyong tidak bisa menahan dirinya. Meski sudah berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri kalau pengurus asrama itu bukan Choi Lisa yang ia kenal, kakinya tetap membawanya ke asrama itu. Ia duduk di dalam mobilnya, menghentikannya di depan gedung asrama, hanya untuk melihat gadis itu. Sesekali gadis itu menyadari keberadaannya, mata mereka sempat bertemu ketika ia lewat di depan mobilnya.

Hari ini Jiyong datang lagi setelah kelasnya selesai. Seperti sebuah rutinitas, alih-alih duduk di ruang dosen, mengerjakan tugasnya di sana, pria itu justru mengemudi ke asrama. Ia duduk di mobilnya, menatap ke gedung asrama yang tinggi. Penasaran pada apa yang sedang Lisa lakukan di dalam. Lama Jiyong menahan rasa penasarannya, sampai gadis itu akhirnya keluar dengan setumpuk kardus di tangannya.

Kotak-kotak itu menutupi setengah wajahnya, membuat ia harus bergerak menyamping agar bisa menuruni tangganya. Beberapa mahasiswa yang duduk di anak-anak tangga melihatnya, namun tidak seorang pun menoleh, tidak seorang pun membantunya. Jiyong pun ragu, haruskah ia membantu atau membiarkannya bekerja sendirian?

Lama ia menimbang, hingga akhirnya ia putuskan untuk turun dari mobilnya. Akan membantunya. Belum sampai Jiyong menghampiri gadis itu, kotak paling atas yang Lisa bawa sudah lebih dulu jatuh. Ia berusaha mempertahankan kotak-kotaknya, tapi sia-sia, gerakannya justru membuat dua dari tiga kardus yang ia bawa jatuh ke tangga.

"Ya!" Lisa berteriak, sementara kotak-kotak itu jatuh, berguling turun sampai ke kaki Jiyong. Dengan kakinya, Jiyong menahan kotak-kotak itu agar tidak sampai ke trotoar. Isi kotak-kotak itu tumpah. Kotak kardusnya yang berwana cokelat sobek, terkoyak tepian anak tangga. "Oh! Oh! Maaf, apa kau terluka? Pamannya Karina?" seru Lisa, berlari turun dengan sisa kotak terakhir yang ia pegang.

Alih-alih menjawab Jiyong membungkuk. Mengambil satu persatu pakaian yang tumpah, keluar dari kotak-kotak tadi. Lisa meletakan kotaknya, ikut mengambili pakaian-pakaian itu. "Terimakasih," katanya, lalu sadar kalau mereka akan butuh kotak lainnya. "Ah! Aku perlu mengambil kotak lain, tunggu sebentar ya," katanya, lantas kembali naik setelah meninggalkan tiga kotaknya pada Jiyong.

Jiyong membantu Lisa mengemas pakaian-pakaian itu. Hanya memasukan mereka yang jatuh ke dalam kotak, lalu ia bantu gadis itu membawa kotak-kotaknya ke dalam sebuah mobil. Sebuah mobil bak terbuka yang tidak ditunggui. "Ini milik gadis-gadis yang pergi dan tidak kembali lagi," katanya kemudian, bilang kalau semua barang yang sebelumnya memenuhi gudang itu akan dikirim untuk di sumbangkan.

"Masih ada dua box lagi, mau membantuku sekali lagi?" tanyanya, sembari tersenyum dengan blouse dan celana kerjanya yang berwarna senada—hitam. "Tapi kalau anda sibuk, tidak perlu," susulnya sebab Jiyong kelihatan ragu.

Jiyong mengiyakannya. Akan ia bantu gadis itu untuk mengangkat dua kardus lainnya. Lalu setelah semua pekerjaan itu selesai, Lisa menelepon seseorang, mengatakan kalau semua barangnya sudah diangkut. Tidak seberapa lama, dua orang berlari mendekat ke arah mereka. Gadis bernama Jennie yang waktu itu, dengan seorang pria berotot berkaus hitam.

"Sudah semuanya, daftar barang-barangnya ada di list, sudah kau ambil kan?" katanya, sembari menunjuk barang-barang yang sudah ia tumpuk di dalam bak mobil itu.

"Oh? Pamannya Karina? Selamat siang," Jennie menyapa Jiyong, hanya beberapa detik sebab selanjutnya ia harus mengecek ulang semua yang ada di dalam mobil itu. "Aku akan langsung pulang nanti sore. Kau akan pulang kan nanti malam? Eomma, appa mencarimu, mereka menyuruhmu menginap malam ini," katanya.

"Iya, aku akan tidur di rumah sampai Minggu. Belikan aku roti isi krim saat pulang," santai Lisa. "Oppa, hati-hati, ada beberapa pecah belah di dalam sini," susulnya, bicara pada seorang yang tengah memasang penutup mobil bak itu.

Mereka kemudian berpamitan. Jennie masuk lebih dulu ke dalam mobil itu, sedang si pria masih menyelesaikan pekerjaannya. Begitu selesai ia melambai, "bye sexy," katanya pada Lisa yang ada di sana. Lisa balas melambai, namun tidak ia ulas senyumnya di sana. Dengan malas ia kibaskan tangannya, menyuruh si pria cepat masuk, cepat pergi dari sana.

"Tidak sopan," celetuk Jiyong, pelan tapi cukup untuk Lisa dengar.

"Iya kan? Makanya dia tidak punya pacar," santai Lisa, kali ini menoleh untuk melihat pada pria di depannya. "Terimakasih sudah membantuku," katanya, kembali tersenyum seolah ia tidak bisa melakukan hal lain selain mengulas senyum indah itu. Kini Jiyong tertegun. Senyum gadis di depannya, terlalu mirip dengan senyum orang yang meninggalkannya. "Anda datang untuk menemui Karina? Tapi sepertinya Karina belum pulang, ini hari Jumat, kelasnya sampai sore," tanyanya kemudian.

Jiyong sempat bingung. Ia bahkan tidak mengingat keponakannya itu. Ia mengangguk setelahnya. Hanya mengangguk tanpa punya maksud yang pasti. "Kalau mau menunggu, daripada di mobil seperti biasanya, lebih nyaman menunggu di lobby atau ke cafeteria," saran Lisa kemudian, seolah tetap memberi izin untuk Jiyong tetap di sana. "Aku tidak bisa memberimu izin menunggu di kamarnya, gadis-gadis lainnya akan tidak nyaman," susulnya.

"Aku akan menunggu di cafetaria, dimana cafeterianya?" kata Jiyong kemudian, hanya beralasan sebab ia pikir Lisa akan kembali ke lobby. Ia tidak ingin terlihat terlalu gugup di depan gadis itu. Tidak ingin diam berlama-lama dengannya di lobby.

"Anda belum makan siang? Aku juga belum. Mau makan siang bersamaku?" tawar gadis itu, tidak membuat pria itu berhasil melepaskan rasa gugupnya.

Jiyong tidak punya alasan untuk menolak. Karenanya, sekarang mereka ada di cafetaria, duduk bersama dengan makan siang masing-masing. Jiyong punya nampan berisi makan siangnya, nasi dengan beberapa lauk dan sebotol yoghurt. Makanan standar yang ada di cafetaria itu. Sedang di depannya, Lisa hanya punya semangkuk kecil salad di depannya.

Meski penasaran, pria itu tidak bertanya. Ia paksa dirinya untuk diam. Mungkin gadis itu memang tidak banyak makan, mungkin ia sedang diet. "Jadi-"

"Karina baik-baik saja?" Jiyong menyelanya. Lebih dulu bertanya sebelum Lisa sempat memulai pembicaraan mereka. "Ini pertama kalinya dia tinggal sendiri, berpisah dengan orangtuanya," susulnya setelah itu.

"Dia kelihatan menikmatinya," tenang Lisa, menyelesaikan saladnya lalu berdiri. "Tunggu sebentar," katanya, lantas membawa mangkuk kosongnya pergi. Gadis itu menghampiri seorang petugas di cafetaria, tersenyum sambil bicara sebentar dengannya lalu kembali sembari mengangkat nampan yang sama, seperti milik Jiyong.

Sebentar Jiyong memperhatikannya, lalu ia turunkan lagi pandangannya. Kembali menyendok makan siangnya seperti yang Lisa lakukan. "Biasanya anak-anak yang baru pertama kali tinggal sendirian akan baik-baik saja di minggu pertama," kata Lisa setelah menelan sendok pertamanya. "Setelah melewati akhir pekan pertamanya, dia baru akan mulai merasa kesepian. Datang lah hari Senin, mungkin dia akan butuh keluarganya hari Senin nanti," susulnya, asal memberi saran. Ia tidak tahu bagaimana dengan anak lainnya, tapi dirinya merasa begitu, kesepian di minggu keduanya tinggal sendirian.

***

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang