5

275 53 5
                                    

***

Masih di asrama, Jennie berpamitan untuk pergi lebih dulu. Sebab ia merasa sudah terlalu malam untuk pulang sendirian dengan bus. Begitu ditinggalkan pergi, di depan asrama Lalisa bertanya, kepada pria di depannya. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" katanya sedikit canggung, sebab Kwon Jiyong tiba-tiba bertanya padanya, apa ia mengingat pria itu.

"Kau benar-benar tidak mengingatku?" sekali lagi ia bertanya, dengan raut penuh harap di wajahnya. Tangannya terkepal, menahan diri agar tidak meraih gadis di depannya itu. Agar ia tidak memeluknya, menangis sebab terlampau merindukannya. Menumpahkan semua rasa bersalah yang lebih dari sepuluh tahun ini ia rasakan, berharap rasa itu akan pergi setelah malam ini.

"Maaf, tapi dimana kita pernah bertemu? Night club? Pub? Bar? Tempat karaoke? Ah! Mungkin di tempat konser?" tanya Lisa, benar-benar menunjukan ketidaktahuannya. Ia berani bersumpah, kalau ia tidak punya ingatan apapun tentang Kwon Jiyong yang ada di depannya sekarang.

"Tidak, kita tidak bertemu di sana. Kau benar-benar tidak mengingatku, Lisa?" tanyanya, sekali lagi berharap gadis di depannya itu akan mengingatnya. Berharap Lisa bisa mengenalinya.

"Lalu dimana?" Lisa benar-benar kebingungan. "Kalau anda memberitahuku dimana kita pernah bertemu, aku mungkin akan mengingatmu? Aku benar-benar minta maaf, aku tidak ingat dimana kita pernah bertemu," dengan tenang ia coba untuk mengendalikan suasana di sana.

Jiyong memberitahunya. Alamat sebuah rumah, nama sekolahnya sampai alamat rumahnya, namun raut wajah gadis di depannya tidak berubah. Lalisa Kim tidak mengetahuinya. "Aku tidak pernah pergi ke sana," katanya, mulai merasa kalau orang di depannya baru saja mengenali orang yang salah.

Pria itu sekarang melangkah mundur. "Maaf, kau terlihat seperti seorang yang aku kenal," katanya setelah itu. Berkali-kali ia meminta maaf, karena salah mengenali orang, baru setelahnya ia berpamitan untuk pergi. Sesekali, ketika ia melangkah meninggalkan asrama, ia berbalik, melihat ke belakang, melihat pada Lalisa Kim sekali lagi. Tengah memastikan kalau ia memang salah mengenali orang. Tengah meyakinkan dirinya kalau mereka hanya terlihat sama, kalau kebetulan saja nama mereka terdengar sama.

Kwon Jiyong duduk lesu di mobilnya setelah itu. Ingatan menyakitkan menggerogotinya setelah itu. Saat itu hampir akhir tahun, ia baru saja menyelesaikan sidang skripsinya. Orang-orang menyelamatinya, tidak terkecuali gadis itu. Namanya Lisa, putri tunggal tuan Choi yang tinggal tidak jauh dari rumah kakaknya. Tuan Choi mengelola sebuah toko alat musik di jalan utama, di toko itu mereka pertama kali bertemu.

Gadis itu menyukainya. Terang-terangan Lisa mengaku kalau ia menyukainya. Bahkan di depan ayahnya, gadis itu tersenyum padanya, menyuruhnya menunggu sampai ia lulus sekolah dan diterima di universitas. "Tunggu aku lulus, nanti aku akan menyatakan perasaanku," tiap bertemu, Lisa selalu mengatakannya.

Tiap ayahnya punya kaset musik baru, ia mengambilnya. Diam-diam membelinya bahkan sebelum sang ayah sadar kalau kiriman hari itu sudah datang. Sengaja membungkusnya, lantas memberikan kaset itu padanya. Hadiah karena ini hari Senin, hadiah karena ia baru saja selesai bimbingan, hadiah karena ia baru saja ujian proposal. Lisa memberinya banyak hadiah, meski sayang ia tidak pernah sekalipun membalas hadiah-hadiah itu.

Gadis itu cantik, ia terlihat begitu manis dengan senyumannya. Tapi Kwon Jiyong sudah mengencani gadis lain waktu itu. Seorang junior di kampusnya, yang kebetulan memang tidak pernah muncul di lingkungan itu. Jiyong tidak pernah mengajak kekasihnya berkunjung ke rumah kakaknya.

Sadar kalau dirinya sudah memilih gadis lain, Jiyong menolak Lisa. Menyuruh gadis itu berhenti, mengatakan kalau ia tidak menyukainya. Kekecewaan muncul di wajahnya saat itu, namun ia kembali tersenyum setelahnya. Mengatakan, "oppa mungkin akan putus saat aku lulus nanti, tidak apa-apa, aku tetap menyukaimu," begitu kata gadis keras kepala itu.

Lalu kemudian ia lulus dan diterima untuk sekolah lagi, kali ini keluar negeri. Daripada mendengar berita kencannya, kali ini Choi Lisa terlihat jauh lebih kecewa. Gadis itu menangis, mengatakan kalau ia akan sangat merindukan Jiyong, jika pria itu benar-benar pergi. Seolah pergi sekolah keluar negeri itu mudah, Lisa meminta Jiyong untuk membatalkannya.

Saat itu Choi Lisa terlihat sangat manis, Jiyong mengakuinya. Hatinya tergelitik, melihat seorang siswi sekolah menengah merengek padanya, memohon agar tidak ditinggalkan. "Kalau oppa tidak pergi, aku janji akan memberimu semua uang sakuku," berbagai penawaran Lisa berikan. Bertingkah bak seorang keras kepala yang tidak peduli pada masa depan. Luar biasa kekanakan.

Tapi Jiyong tetap harus pergi. Ia tetap ingin pergi. Semua rengekan gadis itu, semua tawaran-tawarannya, ia anggap sebagai sebuah hiburan. Hanya hiburan, yang kebetulan lucu. Lalu dua hari mengerikan itu datang. Di pagi harinya, Lisa datang ke rumah kakaknya seperti biasa. Berdiri di depan rumah kakaknya, mengintip menunggunya keluar untuk sarapan. Seperti biasanya.

"Oppa, aku akan pergi ke gunung hari ini. Hanya menginap satu malam, besok siang aku sudah pulang," lapornya, ceria seperti biasanya. "Besok sore kita bertemu, ya? Sebentar lagi oppa akan berangkat, traktir aku roti di toko dekat persimpangan sana, ya? Nanti di gunung, aku carikan edelweiss untukmu, ya?" ia membujuk Jiyong. Mengajak pria itu untuk pergi kencan bersamanya. Makan roti krim dengan kopi susu seperti yang teman-temannya lakukan.

Jiyong menolaknya. Ia sudah mengencani gadis lain, mana mungkin ia pergi kencan dengan anak sekolah yang menyukainya itu? Jadi Jiyong menolaknya. "Hanya makan roti, bukan berciuman," Lisa kecewa, dengan lesu gadis itu pergi. Ia sudah terlambat ke sekolah katanya. Namun setelahnya, gadis itu tidak pernah kembali lagi.

Di hari mereka berjanji untuk bertemu, Jiyong tidak berencana untuk pergi. Ia tidak pernah berencana untuk keluar rumah hari itu. Ia tetap di kamarnya, di atap rumah kakaknya. Tinggal di sana bahkan bermain dengan Karina di sana, sampai kakaknya datang untuk menjemput Karina. Mengajak Karina turun untuk makan malam.

"Kau tahu anak Tuan Choi yang punya toko alat musik itu kan? Lisa yang cantik itu. Katanya anak itu bunuh diri, melompat di tebing saat lokakarya ke gunung," informasi yang kakaknya berikan malam itu sukses membuat Jiyong terpaku. Luar biasa terkejut hingga ia tidak bisa mempercayainya. Jiyong tidak ingin mempercayainya, tapi setelah hari itu, Lisa tidak lagi muncul di depannya. Gadis itu menghilang, bersama rumor-rumornya yang menyedihkan.

***

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang