37

230 40 0
                                    

***

Kini ia bisa menatap pria di depannya. Kwon Jiyong melihat kearahnya dengan penuh kekhawatiran. Berkali-kali pria itu menanyakan keadaannya. "Apa kau baik-baik saja? Ada apa denganmu? Ada yang sakit?" terus ia ulang pertanyaan itu sembari mengusap-usap pipi gadis di depannya. Tapi Lisa hanya melamun, hanya melempar tatapan kosong kepadanya. Menatap seolah ia tengah berada di tempat lain.

"Aku baik," Lisa menjawabnya, berbohong sebab kini ada pusaran ingatan di dalam kepalanya. Kilas balik akan semua yang terjadi dalam hidupnya, muncul bak badai di dalam kepalanya.

Ini terlalu tiba-tiba. Semua ingatan itu, seluruh kilas balik itu muncul terlalu tiba-tiba. "Aku ingin ke kamar mandi," Lisa melanjutkan ucapannya, lantas bangkit dan melangkah pergi ke sana.

Jiyong masih menatapnya dengan penuh kekhawatiran, namun tidak punya alasan apapun untuk menahannya, apalagi mengekorinya. Sepintas, ada pikiran untuk menelepon Jennie sekarang, sekelebat keinginan untuk memberitahu gadis itu kalau adiknya terlihat aneh. Namun tidak ia lakukan rencana itu, tidak ia hubungi Jennie karena merasa ia masih bisa mengatasinya.

Di dalam kamar mandi, Lisa mendudukkan dirinya di atas kloset. Kamar mandi itu masih kering, Jiyong belum masuk ke sana pagi ini. Belum melakukan urusan apapun di dalam sana. Ia mengusap pahanya sekarang, mengingat luka yang harusnya ada di sana. Luka yang orangtuanya hilangkan beberapa tahun lalu.

"Aku adalah Choi Lisa atau aku kerasukan arwahnya?" herannya, tidak bisa memilih mana yang lebih masuk akal.

Kepalanya nyeri sekarang, karena semua ingatan yang menyusup masuk. Meski tidak seberapa sakit sampai ia harus mengerang tidak berdaya. Dalam kepalanya, dalam ingatannya, ia lihat dirinya sendiri, berkeliaran mencari perhatian Jiyong kemudian dirundung teman-temannya, lalu kehadiran seorang guru yang menggodanya dan berakhir tragis di jurang.

"Kalau ingatan itu benar milikku, kalau aku benar Choi Lisa, berarti dia tidak bunuh diri?" bingung gadis itu. Masih belum bisa menarik garis kesimpulan yang mampu menjelaskan segalanya.

Menyerah pada semua ingatan yang menerobos masuk memenuhi kepalanya, Lisa keluar dari tempatnya berada. Ia basuh wajahnya sebelum keluar, lantas mengatakan pada Jiyong kalau dirinya harus pulang sekarang. Ia harus menemui orangtuanya sekarang. Awalnya ia menolak tawaran Jiyong untuk mengantarnya pulang, tapi pada akhirnya pria itu tetap mengemudi menuju rumah Lisa. Tetap mengantarnya sampai ke rumah, bahkan bertemu dengan kedua orangtuanya.

"Aku akan menelepon nanti," ucap Lisa, setelah ia tiba di rumahnya.

Tanpa menunggu jawaban lawan bicaranya. Tanpa menawari pria itu untuk mampir lebih dulu, Lisa berlari masuk. Mendorong pintu gerbang rumahnya, mencari orangtuanya di dalam. Ada Jennie di sana, ada juga ayah dan ibunya. Sang kakak duduk di beranda dengan laptop dan kertas-kertasnya, sedang kedua orangtuanya berkebun di halaman.

Bergantian, ia melihat ketiganya. Jennie tidak menyadari kehadirannya, sedang kedua orangtuanya balas melihat padanya. "Kau datang? Jennie bilang kau tidak bisa ke sini pagi ini," sang ayah bangkit. Ia berjalan menghampiri sang putri tapi gadis itu hanya mengangguk.

Sebenarnya orang ini adalah ayahku atau dia hanya pamanku?—Lisa bertanya-tanya dalam kepalanya sendiri. Lantas ia katakan pada ayahnya kalau dirinya perlu ke kamar mandi. Masih dengan ingatan yang membuatnya bingung, Lisa melangkah masuk ke dalam rumahnya sekarang. Ia datang ke ruang tamu rumah itu, lalu berdiri di depan dindingnya. Melihat-lihat semua foto yang ada di sana.

Ia mengingat semua foto itu. Ia ingat semua detail momen dalam foto-foto itu, termasuk mereka yang ada di balik kameranya—orangtuanya. Sepasang suami istri yang dulu ia kenal sebagai orangtuanya. Kepalanya terasa semakin nyeri sekarang, itu karena ingatan yang terus menerus datang. Jantungnya berdegup sangat keras, menahan sakit di kepalanya. Lalu dirasakannya mual yang amat menuntut, membuat dirinya tidak sempat berlari ke kamar mandi dan muntah di lantai ruang tamu itu.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang