"Kami punya beberapa menu terbaik yang ditawarkan bagi para pelanggan seperti; sup kacang merah daging domba, sup kacang ikan rebus, sup ganggang laut, sup wortel, sup--""Beri aku sup yang cocok untuk orang sakit, itu saja." Potong Aru cepat, ia mulai merasa muak saat pria tadi memaparkan hampir keseluruhan menu.
"Baik. Ada tambahan?" tanya pria itu.
"Minumannya ada apa saja?" nampaknya Aru menyesal menanyakan hal tersebut karena seperti sebelumnya, pria itu menyebut satu per satu minuman yang dijual alih-alih menyarankan yang terlaris pada Aru.
"Jus Apel, Jus tomat, Jus beri liar, jus air mata naga, jus--"
"Cukup." Aru mengangkat satu tangannya sambil menghela nafas dan berkata, "satu saja yang paling sering dipesan disini. Mengerti?"
"Ah, baik-baik." Lelaki itu mengangguk lalu bergegas pergi menyiapkan pesanan Aru.
Selang lima belas menit lelaki itu mendatangi Aru dengan pesanan yang dibungkus lalu menawari apakah Aru mau dibawakan piring atau tidak dan Aru menggelengkan kepalanya.
"Selamat menikmati!" katanya lalu pergi menjauh dari meja Aru.
Aru menatap bungkusan yang di dalamnya terdapat seperti mangkuk tertutup dan sudah pasti isinya sup, jangan ditanya lagi sedangkan minumannya disajikan dalam gelas kaca. Tanpa pikir panjang Aru yang notabennya sedang haus langsung meneguk minuman itu sampai habis kemudian bangkit dan bergegas kembali ke penginapan.
Namun tiba-tiba lelaki yang sedari awal memperhatikannya mendadak berlari ke arah Aru dari belakang dan merampas tasnya dengan kasar. Aru belum sempat berteriak, begitu sadar tasnya dijambret ia langsung berlari mengejar si pelaku sambil menjinjing rok gaunnya dengan satu tangan karena tangan yang satu lagi memegang bungkusan sup.
Rupanya dia bukan naksir melainkan ingin merampok.
"Hei, shibal!" umpat Aru menirukan kata-kata yang di dapatnya dari tontonan di kehidupan sebelumnya.
"SHIBAL SAEKKIYAAAAAAA!" pekik Aru saat menyadari dirinya sudah tidak berada diantara keramaian orang sebab mengejar lelaki tadi yang berlari ke arah pesisir.
Sadar dirinya diteriaki, lelaki itu menoleh dan melihat Aru yang lebih nampak seperti bocah sepuluh tahun berlari kesusahan hingga nyaris terjungkal namun tak tadi dan berlari lagi mengejarnya.
"Sebaiknya kuambil sebagian saja." Gumam lelaki itu sambil membongkar isi tas Aru, membuat banyak perhiasan yang gadis itu bawa dari istana berceceran dimana-mana dan tak sempat dipungut lagi karena Aru terlanjur dekat.
Diambilnya beberapa kalung dan gelang lalu di lemparnya tas itu ke dekat perairan pantai lalu berlari sekencangnya meninggalkan Aru yang kini memunguti perhiasaan berupa gelang dan anting yang terjatuh lalu menghampiri tasnya dalam kondisi ngos-ngosan.
"Hahh... hahh... untung tak diambil semua tapi.... tetap saja aku kelelahan!" keluhnya seraya mengistirahatkan kaki dengan duduk di tepi pantai, tepat di depan ombak tenang yang sedang pasang surut beraturan.
Aru memasukan sisa perhiasannya kembali ke dalam tas lalu bangkit berdiri, ia ingin kembali ke penginapan namun matanya dikejutkan oleh penampakan seekor ikan... tunggu, APA!?
Tidak, itu tidak mirip ikan persis karena memiliki kepala dan terjebak dalam jaring nelayan. Bagian tubuh atasnya dari pinggang ke kepala memang berbentuk manusia namun dari pinggang ke bawah terdapat sirip dan ekor mirip ikan.
"Putra ikan?" Aru segera menarik tangannya menutup mulut sendiri ketika pemuda setengah ikan atau putra duyung? atau apapun itu menyadari keberadaannya dan menatapnya dengan penuh belas kasihan berharap Aru menolongnya.
Aru meneguk ludah sambil melihat ke sekeliling dan memutuskan untuk membantu melepaskan jaring nelayan yang menjebak tubuh pemuda ikan itu lalu menjaga jarak dengan mundur dua langkah selagi pemuda itu terlihat memeriksa tubuhnya sendiri seolah mengecek ada luka atau tidak.
"Ευχαριστώ," katanya.
"HAH?" beo Aru tak paham.
Lelaki itu mengulangi ucapannya sekali lagi pada Aru, "Ευχαριστώ." Begitu.
"Sawadikap..." balas Aru seraya menyatukan kedua tangannya di depan dada dan membungkuk sekilas.
"Terima... kasih..." pemuda setengah duyung atau setengah ikan itu berkata dalam bahasa yang Aru mengerti pada akhirnya.
Aru menggeleng dan berkata pada dirinya sendiri, "seharusnya tak ada putra ikan dalam cerita ini!" lalu ia semakin lama semakin memundurkan langkah sambil nyengir karena pemuda itu menatapnya sambil menggoyangkan-goyangkan ekor cantik berwarna biru tua keemasan miliknya.
Walau aneh... pemuda itu memiliki wajah yang sangat tampan dengan pipi tirus, bola mata biru ke abuan, bibir tipis yang nampak basah, dan hidung runcing serta rambut stylish pendek walau agak lepek karena basah.
"Mungkin ini yang namanya misteri seram laut," kata Aru pada dirinya sendiri sesaat sebelum melambaikan tangan acak dan berlari tunggang-langgang menjauhi pantai.
Pemuda itu memelototi punggung Aru yang semakin lama semakin menjauh lalu hilang lalu memundurkan tubuhnya sendiri dan masuk ke dalam air laut.
Sementara Aru nampak tergesa-gesa, dia berlari sampai ke kamar penginapan yang secara kebetulan pintunya langsung dibukakan oleh Hael.
Pria itu mengerutkan dahi, "kau kenapa?" tanyanya sambil melihat ke sekeliling dan tak menemukan seorang pun yang sedang mengejar gadis itu.
Aru menggeleng sambil menyodorkan bungkusan sup pada Hael lalu ia menyandarkan punggungnya pada dinding terdekat seraya menetralkan nafas serta dadanya yang masih kembang kempis cepat.
"Oh, apa ini?" Hael menerima bungkusan itu dan membukanya. "Terlihat menjijikan," Ia berkomentar setelahnya.
"Kau dapat dari mana?" tanyanya namun tidak dijawab oleh Aru yang masih sibuk bernafas.
"Apapun bisa terjadi dalam genre fantasi, apapun..." Aru mencoba menenangkan dirinya sendiri tapi, jujur saja ketika melihat pemuda setengah ikan tadi bukannya takjub melainkan ia merasa ketakutan.
"Ada apa?" Hael masih bertanya dengan ekspresi bingung di wajah bahkan satu alisnya terangkat. "Kau seperti habis melihat pembunuhan." Timpalnya.
"Tidak apa-apa." Aru menjawab cepat lalu ia pamit, "begini, aku akan pergi--" belum sempat kalimatnya selesai, Hael lebih dulu ambruk ke arahnya dan menjatuhkan bungkusan sup yang dia pegang ke lantai.
Aru terkejut dan refleks menggunakan tubuh kecilnya untuk menahan tubuh Hael yang dirasa dua kali lipat lebih besar serta tinggi darinya.
"Astaga..." keluh gadis itu.
Terpaksa Aru membawa tubuh pria itu kembali ke dalam kamar penginapan dengan susah payah dan mendorongnya jatuh ke atas kasur.
Aru berdecak saat salah satu gelang jatuh dari dalam tasnya ke lantai, ia membungkuk dan mencari-cari gelang tersebut dilantai sementara Hael diam-diam terlihat membuka satu matanya lalu menutupnya lagi dengan cepat saat Aru kembali berdiri.
***
Hael : cebelapa imut ci acu? 🥺
btw notif wp si aku baca dibagian pertanyaan bantuan itu masi dalam perbaikan gitu jadi sebagian besar keknya ga dapet notip ceritaku yang ini🥲
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...