32. Sign..

23K 2.3K 193
                                    

Jika biasanya pria dewasa yang menikah secara terpaksa atau untuk memenuhi suatu kesepakatan atau menerima jaminan dari seseorang akan memperlakukan perempuan yang terikat sebagai istrinya dengan kasar atau bahkan berselingkuh darinya, Hael tidak begitu. Dia tidak pernah membenci Aru meski ayah gadis itu belum juga datang menepati janji atau mungkin selamanya tidak Kan pernah datang.

Mengetahui Aru sedang sakit dan semalam suasana hati gadis itu memburuk, Hael mencoba mengusahakan dirinya untuk mencari sesuatu yang gadis itu sukai karena tak ingin Aru mati depresi.

Jadi, hari ini Hael datang jauh-jauh dari Istana Haeresi ke Hellen untuk memesan semua perhiasan terbaik yang dibuat oleh seorang pria lanjut usia bernama Larton, meminta pria itu mengemasnya untuk dibawa besok ke istana oleh orang-orang yang Hael kirim.

Bibir tipis Larton mengulas seutas senyum manis. "Terimakasih, saya pasti akan memberi yang terbaik untuk anda. Saya akan membungkusnya mulai hari ini juga."

"Ya." Setelah menjawab singkat, Hael pergi menjauh menuju kudanya dan siap untuk pulang saat tiba-tiba perempuan itu muncul di depannya dengan wajah yang memiliki beberapa bekas luka memar.

"Aku ingin bicara." Eliza berkata kepada Hael, berharap masih ada kesempatan baginya untuk memperbaiki persahabatan mereka dahulu. "Boleh?"

Hael mengurungkan niatnya yang akan naik ke kuda, dia menatap perempuan di depannya dan mengangguk. "Katakan disini."

Eliza tersenyum singkat sambil meremas tangannya dan mulai berbicara terbata-bata, gugup. "Aku... itu... aku... aku ingin... sebenarnya..."

Eliza meneguk ludah, atmosfer di sekitarnya penuh rasa bersalah. "Maaf, Hael. Maafkan aku."

"Aku tidak ingin membahas tentang masalalu." Ungkap Hael risih, jelas saja dia sudah lama melupakan alasan mengapa persahabatannya dengan perempuan itu berakhir tepat di hari Hael mengajaknya menikah.

"Keith, pria yang menikah denganku menjadi sangat kasar dan..." tak sanggup melanjutkan, Eliza menangis disana namun Hael hanya melihat karena sendirinya pun Hael pernah dilempar botol kaca oleh Keith si sinting itu.

"Kuputuskan bercerai." Sambung Eliza memakan waktu satu menit.

"Perceraianmu dan kehidupanku memiliki hubungan?" sahut Hael memberi sarkas pada Eliza melalui sebuah pertanyaan.

Eliza menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya berpikir masih... masih ada kesempatan bagi persahabatan kita untuk--"

"Kau terus membicarakan hal yang tak ingin kudengar, Eliza. Bukankah sudah kuperjelas hari itu?" sambar Hael memotong ucapan Eliza dan membuat perempuan itu memasang wajah murung.

"Kau masih marah." Ucap perempuan itu lirih, tidak ingin hubungan persahabatannya dengan Hael berakhir murni karena Eliza hanya memiliki pria itu sebagai satu-satunya orang untuk membicarakan banyak hal sebelum akhirnya dia menolak ajakan menikah dan... semua menjadi lebih buruk.

"Tidak bisakah kita menjadi teman lagi seperti dulu?" tanya Eliza membujuk masih berharap Hael memberi jawaban iya.

"Aku sama sekali tidak tahu kalau Keith bukan orang yang baik."

"Kau baru sadar setelah dia memukulimu?"

Eliza tidak mengelak, ucapan Hael benar adanya. "Sebelumnya aku tidak mengira akan seperti itu. Aku merusak persahabatan kita dan... aku minta maaf. Kau benar dalam segala hal dan... aku salah."

"Ya."

"Kita masih bisa berteman?" Eliza menatap Hael yang bersiap naik ke kuda, menunggu jawaban dari pria itu. Eliza menyesal atas tingkahnya dahulu, Eliza sudah tidak memiliki siapapun lagi dan kalau Hael juga pergi maka Eliza benar-benar sendirian di dunia ini.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang