"KYAKHHHHHHH!"
Pembukaan kali ini di awali oleh teriakan kencang Aru saat tabib membenarkan posisi kakinya. Sengaja tabib pria lanjut usia itu melakukannya saat Aru sudah benar-benar sadar dari pingsan, memang begitu prosedurnya.
Aru yang sempat meremehkan pria itu dengan mengatakan dalam hati kalau akik-akik sudah tidak memiliki tenaga langsung menyesal setelah rasa sakit luar biasa yang baru saja di dapatnya.
"Bagaimana, Tuan Putri?" si tabib bertanya sambil tersenyum tanpa merasa bersalah.
Aru berteriak disana. "SAKIT!!!"
"Memang begitu, memang harus sakit." Kekeh si tabib meledek, "kaki anda termasuk yang teringan, lho. Hanya perlu di putar sedikit untuk kembali seperti semula. Beberapa waktu lalu ada yang tulangnya sampai menonjol keluar." Tabib itu bercerita, Aru bergidik ngeri sendiri mendengarnya.
Perempuan itu meneguk ludah. "Yang benar saja?"
"Benar. Benar-benar kukarang." Si tabib tertawa.
Seketika itu ekspresi Aru menjadi datar, dia baru saja dibercandai padahal sudah sangat serius sekali. "Oh..." responnya sengaja di tekan, menandakan bahwa ia kesal. "Terserah."
Jangan tanya seberapa sakit rasanya, Aru hanya bisa meringis tanpa suara. Meski kakinya telah diperbaiki posisinya namun tetap saja butuh waktu bagi rasa nyerinya untuk hilang.
"Anda butuh sesuatu?" Ruth mendekat dan bertanya.
Aru menggeleng. "Tidak sekarang, aku tidak ingin apa-apa saat ini."
"Baiklah." Ruth mundur perlahan.
Aru menghela nafas dan tidak melakukan apa-apa sampai satu jam ke depan selepas kepergian si tabib. Katanya, Aru hanya perlu istirahat selama tiga sampai lima hari. Setelah itu nyerinya mungkin masih ada tapi tidak separah seperti hari-hari sebelumnya.
Ia juga meminta Ruth menunggunya di luar kamar saja sebab untuk saat ini Aru ingin menikmati rasa sakitnya sendiri. Usai memastikan tak ada lagi seorang pun di sekitarnya, Aru membuka laci yang berada tepat di sampingnya dan meraih kantung kain berwarna keemasan kecil lalu mengeluarkan kuku Nox dari dalam sana dan mencengkramnya erat sambil berbicara dalam hati.
"Nox?"
Tidak ada sahutan.
"Nox, kau bisa dengar aku?"
Masih tidak di tanggapi.
Kedua mata Aru terbuka, terakhir kali kabarnya Nox sedang dikejar-kejar oleh James dan anak buahnya. Apa laki-laki setengah ikan itu baik-baik saja?
"Semoga kau baik-baik saja dimana pun kau berada, Nox." Setelah mengatakan itu, Aru kembali menyimpan kuku Nox ke dalam kantung seraya tersenyum getir merasa kasihan pada Nox yang menjadi buruan manusia kejam.
Namun nyatanya penderitaan Aru tak berhenti disana, ketika tak sengaja melihat cermin lemari di kejauhan kedua matanya menyipit seketika usai mendapati sebuah jerawat muncul di antara kedua alisnya, di bagian dahi.
Tangan Aru mendadak gatal sekali hendak memencetnya, perlahan-lahan tangannya naik mendekat sambil terfokus pada cermin yang cukup jauh darinya guna menemukan lokasi tepatnya di jerawat berada lalu siap memencet dengan kuku.
Akan tetapi belum sampai hal itu terjadi, tiba-tiba sebuah tangan mencengkram kepalanya hingga terdongak ke atas dan menemukan presensi Hael dalam keadaan terbalik karena posisi kepala Aru.
"Jangan ditekan seperti itu."
"Hah?" buru-buru Aru menegakkan kepala dan menjauh, melupakan sakit luar biasa di kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...