19. Butter Cream

20.9K 2.3K 62
                                    

"Yang Mulia Kaisar, apa ini?" Porpheus sebelumnya tak benar-benar menganggap ucapan Hael sungguhan namun pagi ini, pria itu benar-benar mempersiapkan alat gantung untuk menghukum Kalyas.

"Apanya yang apa?" Hael menaikan satu alisnya, benci saat ada seseorang yang mempertanyakan keputusannya.

"Kau akan menghukum gantung Kalyas padahal tahu dia diracuni oleh Tuan Putri itu? Keadilan macam apa yang sedang kau tegakkan, Yang Mulia?"

Hael menghela nafas kasar, kedua tangannya berada dibalik tubuh saling meremas. "Lalu keadilan yang kau mau adalah embiarkan Kalyas yang sebagian besar organ tubuhnya hancur dan tak lagi bisa bekerja seperti semula untuk tetap hidup? Kau ingin dia mengalami tiga kali lipat penderitaan?"

Porpheus terdiam, tidak bisa membantah atas fakta yang baru saja ditampar ke wajahnya barusan. "Tuan Putri itu seharusnya mendapat hukuman juga." Protesnya kemudian.

"Kalyas adalah bawahan, sampai kapanpun jabatannya tidak akan lebih tinggi dari seorang Putri bahkan tugasnya untuk menjaga Putri itu sendiri bukannya malah mengancam hidup. Dia melakukan kesalahan disana, tidak. Dia melakukan sebuah kejahatan disana." Papar Hael jengkel menegaskan setiap kata yang keluar dari mulutnya, bahwasanya Kalyas bersalah karena mencampur urusan pribadi dengan tugas Kekaisaran.

"Harus berapa kali aku menjelaskan keputusan yang kuambil padamu, Porpheus? Otakmu sepertinya tidak sampai untuk mencerna sejauh mana aku melangkah dan jalan apa yang kupilih." Desisnya menimpali.

"Maaf..." Porpheus menunduk, merasa malu.

"Begitulah cara dunia berjalan, ketika seorang rupawan melakukan kejahatan maka banyak orang pasang badan untuk membela  Sebaliknya, jika yang lakukan adalah seorang yang jelek maka akan dihina habis-habisan." Hael memberi tamparan lain dalam kalimatmya, ia benci mengenai satu kenyataan yang menyebar dimasyarakat tentang pelaku kejahatan yang masih saja dibedakan berdasarkan rupa.

"Namun, saya mendengar kabar simpang siur mengenai Ibu Kalyas adalah selir kesayangan dari ayah Putri Chantarue." Setelah beberapa menit diam, Porpheus berbicara.

"Itu urusan mereka. Kalyas mencampur masalah pribadi dalam tugasnya, itu kesalahan. Putri melakukan kejahatan, tapi untuk membela diri, itu juga salah namun dia tidak sampai membunuh Kalyas. Dia hanya memberinya hukuman ringan."

"Lantas untuk para pekerja yang sudah terlanjur anda hukum tempo hari?"

Hael menoleh. "Mereka sudah diobati oleh para Tabib dan diberi tunjangan seumur hidup meski tidak lagi bekerja di istana, kan? Aku sudah bertanggung jawab terhadap mereka. Sekarang apa?"

"Maafkan saya karena terus mempertanyakan keputusan anda, saya hanya takut suatu hari anda akan berubah menjadi seseorang yang tidak saya kenal lagi." Aku Porpheus mengungkap alasannya menjadi sangat cemas belakangan ini.

"Kau tidak perlu khawatir, Porpheus. Aku akan tetap sama." Hael menjawab sambil memandang lurus ke arah depan, memperhatikan para prajuritnya yang sedang memasang tali pada alat hukuman gantung.

Hari itu mendung. Katanya, mendung mengartikan sesuatu yang suram. Dari balkon kamarnya Aru melihat alat gantung yang sedang dipersiapkan, ia juga melihat Hael sedang bicara dengan Porpheus entah membahas apa.

Saat ini ia tidak bisa merasakan apa-apa baik sedih ataupun senang. Aru... hampa sekali. Ia juga tidak merasa bersalah sedikitpun karena jika dibiarkan, dalam dua tahun dirinya yang akan terbaring di dalam tanah selamanya berkat Kalyas.

Terlihat Hael meninggalkan halaman depan istana disaat hujan tiba-tiba turun deras sekali. Aru pun tak punya pilihan selain masuk ke dalam kamar dan menutup gorden balkon supaya air hujan  yang membasahi lantai tidak banyak.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang