"Bawa mereka berlima ke barisan paling depan dari prajurit kita lalu buat posisinya jadi berlutut." Ujar Hael menitah pada Asael dan seorang lainnya, Porpheus juga ada di sana dan menyimak dari kejauhan.
"Baik, Yang Mulia." Asael merespon dengan kepatuhan sama seperti yang lainnya.
Lalu beberapa prajurit lewat di depan Hael, masing-masing dari mereka membawa kantung yang dapat digunakan untuk menutupi wajah para korban agar tidak mengalami trauma berat.
"Hentikan itu." Cegah Hael tiba-tiba saat serempak para prajurit akan memasukan kepala para sandera ke dalam kantung. "Dia harus menyaksikan segalanya."
Seketika mereka semua mengurungkan niat menutup kepala kelima sandera tersebut lalu secara kompak membungkuk hormat kepada pemimpin mereka, Hael, sembari melangkah mundur perlahan-lahan.
Hael mendekati salah satu sandera itu, dia kenal wajahnya karena sempat lihat di beberapa pertemuan dahulu. "Pangeran--" saat tangannya menyentuh dagu laki-laki itu, segera pemiliknya membuang muka ke arah lain.
"Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu!" desisnya.
Hael meringis. "Ouh... kau terdengar seperti wanita, aku baru tahu." Ejeknya.
"Sial!" umpat Pangeran itu kesal.
"Siapa namamu? Aku melupakannya karena itu bukan hal penting." Cibir Hael memasang ekspresi jijik beserta tatap tajam kesukaannya.
Lelaki itu menolak menjawab pertanyaan dari Hael. Membuatnya berakhir mendapat satu tamparan di bagian atas kepala cukup kencang hingga berbunyi dan membuat seorang di sebelahnya berbisik.
"Mervin, jawab saja dia jika kau tidak ingin mati disini. Jelas rencana kita dan ayah sudah gagal."
"Mervin? jelek sekali." Seloroh Hael menghina.
"Aku baru tahu seseorang bermulut pedas bisa menjadi Kaisar." Desis Mervin tersinggung menandakan Hael berhasil memancing emosinya.
"Aku baru tahu ada seorang pemimpin yang lemah dan sangat pengecut sampai meminta putranya menyelundup ke tenda musuh untuk membunuh pasukan lawan secara diam-diam." Sarkas Hael membungkam mulut Mervin seketika.
"Yang Mulia, semua persiapan sudah selasai. Tersisa dua jam lagi sebelum matahari terbit, haruskah kita langsung membawa mereka ke medan pertempuran?" Asael memberi laporan yang di dapat dari pengamat di timnya.
Hael mengangguk-angguk pelan, masih dengan tatapan tertuju sangat tajam ke arah Mervin dan saudaranya yang berada tepat di samping kanan seolah sangat membenci mereka berdua lalu memberi jawaban. "Ya, bawa mereka semua dan suruh salah satu prajurit membawa pesan pada pemimpin mereka bahwa penyusup yang datang ke tenda akan di eksekusi siang ini."
"Baik, Yang Mulia."
Dalam waktu singkat mereka berkumpul di medan perang. Menunggu sinar matahari menyingsing sekitar lima belas menit lagi. Para sandera berjumlah total lima orang berada di paling depan dalam posisi duduk berlutut dan kedua tangan terikat kuat oleh tali besar nan tebal. Tidak akan ada yang mendadak bisa memutuskan tali, tidak akan ada juga yang mendadak bisa membebaskan diri dengan cara membodohi orang lain. Ini Hael, jangan pernah coba-coba menipunya.
"Satu prajurit kita sudah dikirim untuk mendatangi wilayah teritori musuh, mungkin dia akan kembali beberapa saat lagi." Ucap Asael berbisik pada Hael sambil terus memperhatikan ke arah depan dimana pasukan musuh dalam jumlah ratus ribuan berada jauh di ujung sana, mungkin saat ini jarak mereka sekitar satu atau dua kilometer namun masih bisa melihat sebanyak apa lawan mereka.
"Katakan pada Porpheus untuk tidak meniup sangkakala perang, tunggu prajurit itu kembali terlebih dahulu."
Asael mengangguk. "Saya akan beritahu," lalu dia terlihat meninggalkan Hael dan pergi menuju Porpheus yang ada tak jauh dari sana, berada di sayap kiri formasi pasukan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...