"Tuan..." Numerous selaku ayah dari Iliana mengatup kedua tangannya di depan dada di hadapan Porpheus. "Tolong jaga Putriku."
"Saya akan menjaganya dengan kedua tangan saya sendiri, ayah mertua tidak perlu merasa khawatir." Ujar Porpheus menyakinkan, pria itu jelas memancarkan aura cinta dari tatapannya terhadap Iliana.
Sementara perempuan yang ada di sampingnya terlihat tertekan, menebar senyum penuh keterpaksaan. Entah apa yang membuat ayahnya menjadi begitu senang putrinya menikah dengan pria yang kelihatannya lebih tua dari dirinya sendiri.
"Iliana, putriku sayang..." kedua tangan Numerous mebangkup pipi Iliana, memberi tepukan lembut. "Jaga dirimu, ya? Jangan menyusahkan suamimu. Hormati dan hargai dia, berterimakasihlah padanya."
"Ayah..." mata Iliana berkaca, ia masih berharap sang ayah menentang pernikahan ini. "Aku tidak bahagia."
"Ini awal baru bagi hubunganmu, jelas butuh waktu bagimu untuk menyesuaikan diri dengan suamimu." Ucap Numerous memberi nasehat, "patuhi saja perintah suamimu, kau sudah dewasa dan mengerti cara menjadi istri yang baik."
Numerous lalu beralih pada Porpheus dan tersenyum. "Mohon bantuannya, Tuan."
Tentu Porpheus mengangguk dengan senang hati. "Jangan khawatir, Putrimu akan segera menyesuaikan diri. Aku akan selalu menyayanginya sepenuh hati."
"Jika sudah selesai ajak istrimu keluar, Porpheus." Sambar Hael yang sedari tadi sudah muak melihat drama berpamitan seolah ayah dan anak perempuannya itu tak akan bertemu lagi sampai mati.
"Tentu saja, Yang Mulia." Senyum hangat Porpheus berikan pada Hael, terakhir dipeluknya sang ayah mertua dan disalaminya sang ibu mertua.
Iliana melakukan hal yang sama dengan penuh keterpaksaan. Bahkan saat Porpheus membawakan peti besar berisi barang-barangnya, hati Iliana sama sekali tidak tergugah. Dia berjalan cepat melewati suami tuanya itu di belakang, melenggang bak seorang putri kerajaan besar.
Beralih pada Hael yang menghampiri jenderal terbarunya, Asael Douglas. Nama mereka hampir mirip tapi tentu saja nama Hael jauh lebih bagus.
"Asael..."
"Ya, Yang Mulia?" Asael langsung mendekatkan telinga.
"Kaki kanan Eliza terluka parah, aku tidak bisa pulang dengan menungganginya. Bisa kau masukan dia ke kereta khusus kuda yang terluka?"
Asael mengangguk. "Segera saya lakukan, Yang Mulia." Setelah membungkuk hormat dia pergi melaksanakan perintah Hael yang lebih memikirkan kuda favoritnya.
Sayang sekali Eliza terluka karena menginjak salah satu pedang yang patah dan tergeletak asal di medan peperangan.
Satu per satu kereta kuda beserta rombongan pasukannya yang tersisa berangkat meninggalkan Nimeria. Di belakang sana masih ada sebuah kereta kuda lagi beserta seorang kusir yang menanti kedatangan Porpheus dan Iliana.
Hitung-hitung sebagai imbalan atas kesetiaannya selama ini makanya Hael membiarkan Porpheus satu kereta dengan Iliana terlebih status mereka baru menikah semalam, belum genap 24 jam umur pernikahan. Semoga saja Iliana tidak menggugat cerai, lmao.
Hael sendiri mengambil kuda lain untuk ditunggangi, ia tidak memimpin di barisan paling depan karena bosan. Ia berada di bagian ujung paling belakang sambil melihat-lihat sekitar dimana mereka akan melewati pemukiman warna dan pusat pasar wilayah Nimeria.
Puluhan pasang mata terkagum melihat mereka, beberapa ada yang ketakutan dan menunduk seolah baru saja melihat malaikat maut. Beberapa lagi mengabaikan seolah pemandangan banyaknya prajurit, para kuda, beserta keretanya sama sekali tidak membuat perhatian mereka tercuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...