Sore di hari yang sama keputusan Aru sudah bulat. Ia mendatangi Nox untuk memberitahukan padanya mengenai sekelompok orang yang sedang mencari keberadaannya yang dianggap sebagai monster bagi mereka untuk di tangkap.
Setelah susah payah membuat Mura teralihkan, Aru akhirnya sampai di laut mati yang berjarak cukup jauh dari bangunan istana.
Begitu sampai di sana pandangan Aru langsung menyebar, ia juga mulai memanggil. "Nox?"
"Nox, kau ada disini?"
Tidak ada balasan.
Aru mengencangkan volume suaranya, berharap Nox mendengar. "Nox! Aku ingin bicara denganmu!"
"Nox!"
"Ck, tidak ada jawaban. Apa mungkin dia sudah pergi?" Aru berbicara sendiri. Yah, tak menutup kemungkinan bisa saja Nox sudah pindah ke tempat lain.
"Bisa jadi dia sudah pergi, sih." Kesimpulan sendiri diambil oleh Aru, dia menunggu selama beberapa menit di tepian tanpa tahu sebenarnya Nox mendengar jelas suaranya namun sengaja tidak menampakkan diri.
Nox merajuk. "Dia ke sini?" pipi lelaki itu menggembung di dalam air, dari bawah sana terlihat jelas siluet Aru namun lagi-lagi Nox tidak mau menampakkan diri karena merasa Aru telah ingkar janji.
"Dia tidak menemuiku keesokan hari setelah berjanji. Aku tidak mau menemuinya lagi! Tidak akan pernah!" kata Nox lagi di dalam hati, masih memperhatikan gerak-gerik Aru di tepi laut mati.
Namun semua tekadnya itu luntur begitu melihat Aru beranjak berdiri dari posisinya yang semula jongkok. Gadis itu juga berbalik dan mulai melangkah menjauh dari tepi. Nox merasa panik, ekor duyungnya seketika bergerak mendayung secepat kilat sehingga kepalanya muncul ke permukaan bersamaan dengan bunyi kecipak air dan sukses membuat Aru menoleh.
"Kau mencariku?" Nox tersenyum padahal dua detik lalu dia marah pada Aru.
"Ya!" Aru segera berjalan cepat ke tepi dan berjongkok agar lebih dekat dengan Nox.
"Kukira kau sudah pindah dari sini," ujar Aru dengan nada cemas yang membuat empati Nox berkembang lebih banyak.
"Tidak, aku tidak pindah kemanapun." Jawab lelaki duyung itu sambil menggelengkan kepalanya dengan bibir mengerucut imut. "Aku selalu berada disini, kau yang pindah!"
"Aku?" dahi Aru berkerut, satu alisnya terangkat heran. "Maksudmu?"
Terdengar Nox mendengus. "Kau janji akan bertemu aku keesokan harinya, tapi kau tak datang. Pembohong!"
Aru meringis. "Maaf, aku tidak bisa selalu mengunjungimu. Ini pun kedatanganku untuk memberitahu sesuatu padamu."
"Sesuatu padaku?" Nox berputar, tadinya sempat membelakangi Aru. Kini dia berenang lebih dekat karena merasa penasaran. "Sesuatu apa yang mau kau katakan, Aru?"
"Ada sekelompok orang yang mencariku, mereka menyebutmu dengan monster jadi, kupikir sudah pasti mereka membicarakanmu. Namun Kaisar tidak memberi mereka izin untuk memeriksa wilayah laut ini." Ucap Aru menceritakan apa saja yang didengarnya dari hasil menguping pagi tadi.
Terlihat ekspresi Nox sedikit panik, laki-laki itu berusaha menutupinya dengan senyum manis seperti biasa. "Tidak apa-apa, mereka..." ucapannya tergantung disana.
Kedua mata Nox membulat, indra penciumannya menghirup aroma yang tak asing baginya. Sebab orang-orang yang dibicarakan oleh Aru adalah orang-orang yang membuatnya melarikan diri sampai ke sini. Itupun dengan susah payah hingga sempat terjerat jaring nelayan. Kalau saja Aru tidak ada mungkin nasib Nox sudah berakhir di sana waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantastikBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...