21. The Sky Is Red

19.3K 2K 54
                                    

Sebulan berlalu sejak Hael pergi meninggalkan tanah Haeresi. Tidak ada kabar yang didapat oleh Aru. Gadis itu masih terkurung bak tahanan di dalam kamarnya bersama sang pelayan setia, Ruth.

Sedangkan di medan pertempuran terjadi pertarungan sengit antara Hael dan Raja dari Kerajaan Nemiria. Meski sempat mendapat luka cukup parah di lengan kiri, Hael berhasil menundukkan Sang Raja di bawah kakinya.

Hingga seorang gadis dengan wajah berderai air mata berlari mendekat, memeluk pria setengah baya itu disaat Hael akan mengangkat pedangnya tinggi untuk melakukan eksekusi pemotongan kepala.

"Jangannnn!" cegahnya memekik. "Tolong jangan, hiks..."

"Iliana, pergi. Pergi dari sini, Nak. Ayah sudah bilang pergi, kan?" Pria itu menangis disela ketidakberdayaannya, kekalahan sudah ada di depan mata bahkan jika putrinya terlambat satu detik saja mungkin kepalanya sudah tidak lagi berada di tempat.

Gadis bernama Iliana itu menggeleng, pelukannya semakin erat. Dia mendongak dan menatap Hael tajam, menantang pria ganas itu. "Lewati mayatku dulu baru kau bisa menyakiti ayahku!"

"Oh, ya?" kedua mata Hael merotasi malas, dia paling benci berurusan dengan kaum perempuan yang dianggapnya hanya bisa menangis dan memohon dikaki laki-laki walau sejatinya Hael sangat menghormati mereka. Tapi, oh ayolah... Hael benci ketika ada yang menangis tak berdaya di depan matanya. Lagipula ayahnya masih hidup, kepalanya masih ada dan belum terpisah.

Iliana berdiri, mengangkat pedang milik sang ayah lalu menantang. "Lawanlah aku jika kau berani!"

"Aku tidak sepengecut itu sampai melawan seorang gadis." Desis Hael merasa tersinggung.

"Seseorang yang memegang pedang walau dia perempuan sekalipun, dia terhitung sebagai Kesatria. Kau tidak mengetahui hal itu, Tuan?"

"Untuk apa aku mempelajari hal yang dipelajari oleh rakyat jelata?" sarkas Hael tak tanggung-tanggung bahkan Iliana langsung merasakan hatinya seperti tercubit sangat kencang.

"Iliana, Nak..." ayah dari gadis itu menegur, menggelengkan kepalanya. "Sudah, jangan memohon kepada lawan. Kerajaan kita kalah, jangan membuat Tuan Muda itu semakin marah atau ayahmu ini bisa saja langsung dipenggalnya."

Hael tersenyum tipis. "Kau mendengarnya sendiri, Nona?"

Tangan Iliana mengepal. "Aku tidak sudi tunduk pada penjajah sepertimu!"

Porpheus yang ada di samping Hael segera memberi penjelasan penawaran sebelum diminta oleh Hael. "Kerajaanmu akan menjadi bagian dari Kekaisaran Haeresi yang hanya memiliki satu pemerintahan, yaitu Haeresi sendiri."

Iliana berdecak. "Aku tidak sudi!" tolaknya ketus. "Akan kuusir kalian dari tanah kami!"

"Mengusirku? Dengan tumbangnya ayahmu sudah membuktikan secara tak langsung aku adalah pemilik Nemeria ini." Ujarnya angkuh.

Iliana tak kuasa menahan tawa, dia meludah tepat di pipi Hael. "Aku.tak.sudi!"

Porpheus akan mengangkat pedang namun Hael menahan bahunya, tatapannya mengisyaratkan seolah Porpheus harus lebih sabar karena yang dihadapi oleh mereka adalah salah satu dari kaum wanita.

Hael tidak suka menyakitinya tanpa alasan kecuali, mereka benar-benar melakukan kesalahan fatal. Bahkan setelah memberi hukuman pun Hael menjamin mereka dapat tunjangan besar seumur hidup. Hael tidak semata-mata langsung menelantarkannya.

"Aku menawarkannya pada ayahmu, bukan padamu." Jawab Hael meluruskan apabila Iliana merasa dirinyalah yang berhak mengambil keputusan.

"Tuan, ambil saja Kerajaan saya asal bebaskan putri saya." Lelaki itu memohon, seseorang berpangkat Raja mengatupkan kedua tangannya demi keselamatan putrinya yang kurang ajar.

"Ayah!" Iliana berdecak. "Untuk apa ayang memanggilnya dengan sebutan Tuan? Dia sama sekali tidak pantas--"

"Jadi, anda bersedia menandatanganinya?"

Hael berucap sambil mengulurkan tangan kosongnya pada Porpheus yang langsung diberikan sebuah gulungan kertas resmi dengan stempel Haeresi pada bagian bawah.

"Gores jarimu dan buat cap jempol menggunakan darah disini." Titah Hael menunjuk pada sebuah tempat tepat diatas stempel lambang Kekaisaran Haeresi berada.

"Ayah!" Iliana sudah melarang namun diabaikan dan sang ayah melakukan sesuai dengan yang Hael perintahkan.

"Senang bekerjasama dengan anda, Tuan..."

"Numerous." Jawab lelaki itu memperkenalkan diri.

Hael mengangguk. "Tuan Numerous," ulangnya.

"Porpheus, ayo pergi." Hael berjalan duluan di hadapan Porpheus, lelaki itu segera menyusul dan Iliana yang tidak terima berlari mendekat ke hadapan Hael dengan kedua tangan direntangkan lebar.

"Tunggu dulu!" cegah Iliana murka. "Kalian telah melakukan penindasan pada rakyatku, penindasan! Kalian pikir kalian siapa? Dan kau! Siapa kau!?" tunjuknya tak sopan tepat ke wajah Hael.

Porpheus langsung menepis jari telunjuk Iliana dan mendesis. "Membungkuklah, Kerajaan Nimeria sudah musnah. Sekarang wilayah ini merupakan bagian dari tanah Haeresi."

"Bagaimana jika aku tidak mau?" tantang Iliana meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Kau akan menghabisiku?"

Hael menghela nafas lalu mengabaikan Iliana, dia berjalan melewati gadis itu seolah sama sekali tidak melihatnya disusul oleh Porpheus. Namun iliana tidak menyerah, dia berusaha membuat Hael sadar akan keberadaannya dan berhenti pura-pura.

Iliana, perempuan yang disebut-sebut sebagai female lead dalam novel asli dimana seorang Kaisar sinting memerintah dengan semaunya. Hanya Iliana yang dikatakan dapat membuat lelaki itu tunduk dan mencium kakinya. Serta hanya Iliana yang menjadi alasan seorang Hael Theron menangis untuk pertama kalinya.

"Jangan hanya karena membenci satu orang kau akan menghancurkan semua orang yang ada di dunia!" pekik Iliana tak ada takut-takut.

"Kenapa tidak?" Hael menyahuti, Iliana berhasil mencuri atensi.

Dia melangkah mendahului Hael, merentangkan tangannya dan berkata setegas yang dia bisa. "Kau telah melakukan dosa. Kau merenggut ayah, suami, dan anak laki-laki dari seseorang!"

Hael mengangkat dagunya, "lalu?"

"KAU BIADAB!" maki Iliana di depan wajah Hael, perempuan itu dikenal tidak ada takutnya menang.

"TUAN PUTRI!" seorang gadis memekik, namanya Jane. Pelayan pribadi Iliana.

Melihat Iliana menantang seseorang yang baru saja menumbangkan kerajaan mereka membuat Jane panik dan langsung memeluk lengan Iliana, berusaha membawanya menjauh dari Hael.

"Aku tidak mau ikut!" tolak Iliana menghempas tangan Jane. "Pria ini sudah merampas tanah tempat tinggalku dan aku tidak pernah menyetujuinya!"

"Tuan Putri, sudahlah." Bisik Jane membujuk halus. "Ayo kembali, Raja sangat khawatir--"

"Bukan Raja, Bukan juga Tuan Putri. Kasta kalian sama mulai sekarang." Potong Hael terhadap kalimat Jane, "kalian sama-sama rakyat jelata, paham?"

Kedua mata Iliana melotot, Porpheus langsung mengibas tangannya di depan mata gadis itu dan memperingatkan supaya pelayan setianya mengawasi majikan gilanya itu.

"Putri, sudahlah!" Jane memeluk Iliana erat saat Hael dan Porpheus menjauh menuju barisan pasukan mereka yang siap mengembara ke wilayah lainnya.

"Lepaskan aku, Jane!" telunjuk tajam Iliana ditekankan tepat di dahi Jane. "Kau hanya pelayan, kau tidak berhak melarangku!"

Lalu didorongnya Jane hingga hampir jatuh kemudian ia berlari dengan langkah sepelan mungkin agar tidak terdengar dan menyusup masuk ke salah satu kereta kuda pengangkut harta kerajaan miliknya tanpa diketahui oleh siapapun.

Iliana memang gila!

***

Terimalah spam update ini💀💗

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang