16. Caramel

22.8K 2.6K 97
                                    

Dua hari berikutnya tepatnya di suatu siang bermodalkan nekat Aru mendatangi Kalyas. Seperti biasa, pria itu sedang bertugas menjaganya dari luar pintu kamar sesuai dengan tintah yang Hael berikan bahwa mulai sekarang Kalyas akan menjadi pengawal pribadi Aru.

"Selamat siang, Tuan Kalyas." Sapa Aru sok berani padahal kedua kakinya gemetaran saat teringat ancaman semalam. "Kau sudah makan siang?"

Kalyas mendesis. "Makan atau tidaknya aku sama sekali tidak ada hubungannya denganmu, Tuan Putri." Ucapnya informal, sengaja supaya Aru tak nyaman dan pergi jauh-jauh.

"Tuan Kalyas, mari lupakan permusuhan diantara kita sejenak." Tutur Aru bijak, "ada hal yang lebih penting untuk dibahas sekarang."

"Apa?" sahut Kalyas malas.

"Aku ingin menjual perhiasanku dan menyumbangkan uang hasil penjualan perhiasan itu pada panti asuh yang ada di Kekaisaran ini. Apakah anda tahu satu atau dua panti asuh?"

"Maka seharusnya kau bertanya pada Porpheus, Tuan Putri. Dia seperti Perdana Menteri Kekaisaran Haeresi. Dia tahu segalanya dan--"

"Tapi, yang kuinginkan adalah panti asuh tempatmu sering menyumbang sebagian besar gajimu. Aku tahu kau melakukan itu pasti karena merasa dana dari Kekaisaran terhadap panti asuh itu tidak cukup banyak, kan?"

Kalyas terdiam. "Dari mana perempuan ini tahu?"

Aru masih berdiri disana sambil mengulum gummy smilenya. "Aku menebak, aku menebak... semoga tebakanku benar!"

"Kau memata-mataiku?" tuding Kalyas menyipit.

Merasa khodam banteng ngamuk milik pria itu akan kumat seperti semalam, Aru buru-buru menjawab. "Tidak, maksudku iya! Namun, mari pikirkan prioritas kebutuhan anak-anak yang ada di panti asuh itu terlebih dahulu."

Ekspresi wajah Kalyas terlihat kesal. "Artinya benar, kau meminta seseorang menguntitku."

Tak ada elakkan dari Aru, ia mengangguk membenarkan kesimpulan Kalyas. "Memang benar aku mendapat informasi tentang dirimu dari seseorang, tapi percayalah kalau niatku baik. Aku ingin menebus kesalahanku, setidaknya aku ingin berusaha membuat hatimu merasa damai."

"Matilah, itu satu-satunya yang bisa membuat hatiku merasa damai." Celetuk Kalyas menyeringai.

Situasinya menjadi lebih rumit dari yang Aru duga, ia menggaruk tengkuknya dan kembali berkata. "Setidaknya pikirkanlah anak-anak panti asuh itu. Kebutuhan harian mereka akan lebih terpenuhi apabila kau menerima tawaranku. Meski kau membenciku, kau tidak bisa mengabaikan mereka."

Kalyas diam. Aru benar. Kalyas sangat memikirkan nasib anak-anak itu. Meski pihak Kekaisaran telah mendanai namun tetap saja panti khusus yang setiap bulannya selalu ia berikan seluruh gaji hasil bekerja masih merasa kurang karena mereka banyak merawat anak-anak bayi yang kebutuhannya dua kali lipat lebih banyak dari anak umur 6 tahun ke atas.

"Tunjukan padaku perhiasannya." Ucap Kalyas memerintah sebelum menyetujui negosiasi.

Aru mengangguk, dia masuk ke dalam dan keluar lagi dengan sebuah kotak lalu membukanya. Ada tumpukan perhiasan mulai dari kalung, gelang, anting, mutiara, dan permata di dalam sana menandakan kalau tawarannya benar-benar serius.

"Aku hanya ingin membantu mereka." Ujar Aru lagi. "Kau bisa ambil semua ini dan jualkan lalu berikan hasilnya pada panti asuh itu."

"Kau yakin?" tanya Kalyas dengan satu alis terangkat.

Untuk kesekian kalinya Aru menganggukkan kepala. "Aku yakin."

Jeda sebentar lalu, "sebagai gantinya boleh aku tahu tinggi badan dan beratmu?" tanya Aru.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang