26. Insane.

21.5K 2.2K 147
                                    

"Aru, hei..."

"Aru?"

"Mm," gumam Aru masih larut dalam mimpi ketika ada seseorang yang memanggil-manggil namanya tepat di sebelah telinga.

"Aru, bangun." Bisikan itu terdengar lagi.

Kepala Aru mulai bergerak gelisah tetapi belum ada niatan sadar dari dalam mimpi, masih sangat mengantuk.

"Aru, buka matamu." Kali ini panggilan disertai tepukan lembut di kepala, membuat kedua mata Aru yang masih ngantuk dan penuh kotoran di masing-masing bagian ujungnya terbuka paksa.

"Ruth... aku masih mengantuk," keluh Aru belum mau beranjak bangun.

"Pergilah."

Seseorang yang jelas bukan Ruth itu sedikit berdecak, tak sabar, takut keberadaannya diketahui oleh orang lain. Lantas dia mulai mengguncang bahu Aru pelan dan disaat gadis itu akan meninggikan suaranya, Ernest membekap mulut Aru dan berbisik.

"Ini aku, sayang." Katanya bersuara kecil sambil membantu tubuh kecil Aru beranjak berdiri dari posisi berbaling.

Kedua mata Aru membulat, ia mencoba menyingkirkan tangan Ernest yang membekap mulut bahkan berupaya menggigit namun lelaki itu mengabaikan segala usahanya.

"Ini aku, hei. Tiga tahun disini tidak membuatmu melupakanku, kan?"

"TIDAK MAU HIDUP MISKIN!" batin Aru berteriak sekencangnya saat tubuhnya diseret menuju ke balkon dan di bawah sana entah bagaimana caranya sudah ada orang-orang Ernest yang menyusup dan melumpuhkan para menjaga.

"Hmphh!" Aru memberontak dengan cara menggerakkan kepalanya namun Ernest menahan dan berbisik.

"Aku tahu kau pasti benci berada disini karena itu aku datang untuk menjemputmu, sayang. Jangan khawatir, kita akan segera pergi dari sini. Berpeganglah." Ujarnya menginterupsi selagi tangannya yang lain memegang sebuah tali dan mulai turun ke bawah sambil mendekap Aru erat.

"Aku tidak mau pergi!" protes Aru mengguncangkannya kedua kakinya yang masih di udara.

"Sshtt, kita akan baik-baik saja." Ernest tersenyum lalu menggendong Aru bersamanya dan kabur dengan beberapa orang.

"RAMPOK! RAMPOK!" Teriak Aru.

"Tuan, Putri Chantarue baik-baik saja?" satu dari anak buahnya menoleh cemas.

Mata Ernest menyipit. "Dia baik-baik saja, aku tahu orang-orang Kekaisaran ini pasti telah mencuci otaknya. Cepat menuju kereta kuda!"

"Baik, Tuan!"

Teriakan Aru percuma, tidak ada yang dengar. Entah kemana perginya semua orang. Disaat Aru butuh mereka malah tidak ada. Disaat tidak butuh malah ada di mana-mana. Menyebalkan!

Setelah berada jauh dari istana dan Aru sudah ada di dalam kereta kuda, Ernest meminta anak buahnya mengambil alih kuda supaya ia bisa ikut naik ke dalam guna menemani Aru. Kasihan, gadis itu pasti merasa kesepian dan sangat merindukannya.

Mereka pasangan kekasih. Ingat?

"Sayang, kau baik-baik saja?" pertanyaan itu langsung di lempar pada Aru begitu Ernest masuk ke kereta kuda.

Gadis itu refleks menggeser duduknya lebih jauh dari tempat semula dan menjawab ketus. "Aku tidak lapar!"

Ernest menghela nafas, satu tangannya terulur hendak mengusap pipi Aru namun ditepis duluan oleh tangan gadis itu.

"Kenapa?" Ernest heran.

"Ah, kau pasti marah karena aku datang terlalu lama. Iya, hm?" Dia menyimpulkan sendiri.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang