39. Memorable.

19.7K 2.1K 196
                                    

First, sebelum baca chapter ini kalian bisa follow dulu akunku (if u want) supaya kita ketemu lagi nanti dicerita baru aku dengan tema vampire~ rawrrr see u

-ur mom

♡(๑'ᴗ')ゞ











Dalam satu jam sesuatu yang Aru berikan pada Hael bereaksi. Ya, tabib-tabib bilang itu keajaiban padahal bukan. Aru baru saja mengorbankan kesempatan hidup lebih lama untuk Sang Kaisar, suaminya, seseorang yang membuatnya merasa jatuh cinta lagi setelah berulang kali salah jatuh ke dalam pelukan lelaki buaya haus wanita dahulu.

"Jangan khawatir. Percayalah kami akan merawat Yang Mulia Kaisar hingga benar-benar sembuh kembali seperti sedia kala, Tuan Porpheus." Satu dari tabib itu berbicara dengan penuh percaya diri pada Porpheus sedangkan Aru terlihat duduk di anak tangga terbawah dan mengamati dari jauh.

Di sisi Porpheus, agak sedikit ke belakang ada Iliana dengan rasa bersalah. Perempuan itu terlihat frustasi, dia pasti merasa seperti ingin mati karena nyaris membuat nyawa orang lain diluar sasarannya terenggut begitu saja.

"Tolong lakukan yang terbaik." Porpheus menjawab tabib wanita itu. "Haeresi akan selalu berhutang pada kalian."

"Itu bukan hutang, Tuan. Itu pengabdian kami terhadap Yang Mulia Kaisar. Kami tidak perlu dibayar, kami akan tetap disini sampai beliau sembuh."

Saat perbincangan itu berakhir terlihat Iliana dengan kikuk berusaha mendekati suaminya, ingin berbicara secara empat mata mengenai situasi sekarang yang terjadi karena ulahnya. Jelas Iliana menyesali hal itu, sangat menyesal.

"Tuanku..." untuk pertama kali Iliana memanggil Porpheus dengan sopan dan penuh rasa hormat, tapi juga berselimut ketakutan. "Ada hal yang perlu kubicarakan padamu." Lanjutnya saat Porpheus menoleh dan menatap tepat ke wajahnya.

"Jangan sekarang." Tolak Porpheus untuk pertama kali, biasanya Iliana yang selalu menolak tetapi hal itu wajar dilakukan karena saat ini perasaan Porpheus sedang campur aduk. Dia menjelma jadi seorang ayah yang takut kehilangan putranya.

"Ini sangat penting," Iliana merengek kecil, tidak sanggup menanggung rasa bersalah lebih lama dari pada ini. "Kumohon..."

"Baiklah." Lelaki itu menghela nafas, mencoba menetralkan perasaan kalutnya dan memberi waktu bagi perempuan yang dinikahinya belasan bulan lalu untuk berbicara. "Katakan yang ingin kau katakan padaku, kau bisa katakan sekarang."

"Sejak... sejak ayahku mengirim surat dan mengatakan aku bukan lagi putrinya, sejak itu aku merasa putus asa terhadap diriku dan terhadap hubungan kita." Ungkap Iliana perlahan.

"Jadi, kau mau bercerai?" tanya Porpheus langsung pada inti.

Iliana menggeleng. "Aku berniat menghabisimu."

Porpheus menghela nafas sembari memijat pelipisnya. "Tolong... jangan bercanda dalam keadaan seperti ini. Aku sedang tidak bisa tertawa atau pun tersenyum."

"Aku membuat kue untukmu dan mencampur racun ke dalamnya, kupikir kau akan memakannya. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba sasarannya menjadi berubah dan..." saat Iliana menggantungkan kalimatnya dan mulai menangis dengan kepala tertunduk, Porpheus nampak speechless.

Lelaki itu terdiam, termenung, memikirkan sesuatu antara nyawa sang Kaisar yang terancam dan nyawanya yang sempat akan berada di posisi Kaisar saat ini. Dan parahnya semua itu dilakukan secara sengaja oleh perempuan yang kini menangis tersedu di hadapannya?

Nafas panjang terhela dari belah bibir Porpheus, agaknya kepala laki-laki itu terasa sangat pusing saat ini dan... yah, ekspresinya benar-benar rumit tak terjelaskan. Aru melihat itu sebagai bentuk kekecewaan dan kefrustasian di dalam satu waktu yang bersamaaan.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang