"Kau masih hidup rupanya." Celetuk Kalyas tidak sopan begitu mendapat giliran bertugas mencicip setiap makanan sebelum di makan oleh Aru mulai malam ini.
"Kau terlihat senang, Tuan Kalyas." Komentar Aru tak nyaman namun sebisa mungkin menahan diri agar tetap tenang.
Kalyas tersenyum, "tentu saja, aku sangat ingin berterimakasih pada orang yang telah meracunimu." Seraya memasukan satu potong kentang rebus ke dalam mulut lalu mengunyahnya dan bergantian mencicipi hidangan lain.
"Semua sudah kucicip. Apa aku mati?" ledek Kalyas, "kau terlalu lemah, Tuan Putri. Sangat disayangkan kau tidak langsung mati."
"Kira-kira bagaimana jika Kaisar tahu sikapmu yang seperti ini?"
Kalyas terkekeh. "Tapi, kau tidak pernah melaporkannya."
"Aku masih menahan diri, Tuan Kalyas. Jika kau masih menolak permintaan maaf dariku, apa boleh buat?" balas Aru seraya menghela nafas lalu mendorong mangkuk berisi sup kacang mendekat pada Kalyas.
"Kau belum cicipi yang ini." Ucapnya memberitahu.
Kalyas meraih sendok, mencelupkannya ke dalam sup tersebut lalu memasukannya ke dalam mulut. Dahinya berkerut, dia mengambil sendok baru lagi dan mencelupkannya ke dalam sup lalu sekali lagi memasukannya ke mulut. Menelan isi dari kuah sup tersebut. Sekali lagi Kalyas mengambil sendok baru dan kali ini menyendok kacang-kacangan yang ada di dasar mangkuk lalu memakannya kemudian meletakkan sendok tersebut di meja.
"Apa aku sudah boleh memakannya?" Aru bertanya polos, menunggu persetujuan dari Kalyas yang tak kunjung keluar dari belah bibir lelaki itu.
"Tuan Kalyas?" tegur Aru merasa Kalyas sudah terlalu lama diam.
Kalyas berdehem, "sebentar," ucapnya lalu meneguk segelas air yang tersedia hingga tandas. "Ada kandungan lada dalam supnya?""Lada?" alis Aru tertaut heran, "aku tidak tahu, bukan aku yang memasaknya. Ada apa? Sudah boleh kumakan?"
Kalyas tidak bicara, satu tangannya terangkat sesaat sebelum memuntahkan darah keluar dari mulut serupa dengan yang Aru alami tempo hari.
"Kyaa!" pekik gadis itu kaget, langsung menghindar sebelum tubuh Kalyas menimpanya lalu memanggil para pelayan dan meminta bantuan.
"Pelayan! Pelayan! Pelayan!"
Dua orang pelayan masuk, melihat kondisi Kalyas sudah pingsan satu dari mereka keluar untuk memanggil dua prajurit yang selalu berjaga di depan kamar Aru supaya mereka masuk dan menggotong Kalyas.
"Tuan Putri, anda baik-baik saja? Kemarilah." Satu pelayan lagi mencoba menenangkan Aru yang bergetar satu badan.
"A–antar aku pada Kaisar." Pinta Aru masih dengan suara dan nada bergetar.
"Baik, Tuan Putri. Mohon ikuti saya." Pelayan itu mengangguk, dia merangkul Aru dan membawanya meninggalkan kamar menuju ruang kerja tempat Hael berada.
Singkat waktu mereka sampai di depan pintu, pelayan itu yang mengetuk sebanyak dua kali sampai terdengar interupsi Hael yang meminta dia masuk.
"Apa--"
"Yang Mulia!" Aru memekik seraya melangkah secepat yang ia bisa menghampiri Hael lalu menjelaskan singkat situasinya. "Tuan Kalyas mengalami hal serupa denganku."
"Dia terkena racun?"
Aru mengangguk. "Kelihatannya begitu, dia muntah darah persis sepertiku."
Hael menatap pelayan di depannya lalu mengangguk. "Kau bisa pergi."
Setelah hanya mereka berdua di ruangan itu, Aru diminta duduk diatas meja lalu diberikan segelas air putih.
"Ini milikku, minumlah." Hael berkata, ia tidak sebegitu panik ketika tahu Kalyas yang terkena racun. "Apa Tabib sudah dipanggil?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...