Mungkin bisa dibilang kehidupan Aru sama sekali tidak asik. Pagi, siang, sore, sampai bertemu malam selalu saja hanya berada di kamar. Tetapi, hal itu merupakan anugerah bagi Aru. Dia tidak perlu repot-repot berpetualang mengubah ini dan mengubah itu, dia bisa bersantai diatas kasur sepanjang hari. Impiannya sejak dulu yang baru bisa terlaksana.
"Benar. Dunia luar terlalu menakutkan dan tidak cocok untukku." Gumam Aru sembari mengelus bagian lutut dari kakinya yang cidera.
Tok! Tok!
"Yang Mulia, sarapan." Ruth masuk dengan satu nampan besar berisi semangkuk sup dan sepiring roti kering, ada juga segelas susu hangat dan bubuk cokelat.
"Kau ingat?" Aru tersenyum sumringah melihat Ruth tidak lupa tempo hari ia pernah membahas mengenai bubuk cokelat, Ruth bilang akan membawakannya jika memang ada di dapur.
Ruth tersenyum. "Saya selalu mengingat detail tentang anda dan kali ini anda harus mendengarkan saya. Tidak boleh kemanapun selama dua pekan? Anda mengerti?"
Aru terkekeh geli. "Siap Laksanakan Kapten!" tangan kanannya membentuk gestur hormat kepada Ruth, membuat perempuan itu ikut tertawa kecil.
"Saya tidak suka melihat anda sakit, pelayan lama anda juga sempat menitipkan salam dan bilang kepada saya untuk menyampaikan semoga anda cepat sembuh." Ujar Ruth memberitahu, itu pasti Mura.
Dia harus menanggung tuduhan atas kejahatan yang dilakukan oleh Aru. Akan tetapi Aru juga sudah menghukum dirinya sendiri dengan meminum racun itu terlebih dahulu dan menderita, mungkin hal itu menjadi alasan mengapa Hael tidak menghukumnya dan lagi... Kalyas memang agak kurang ajar. Oke, lupakan. Itu sudah berlalu.
Aru nampak sibuk mencampur bubuk cokelat ke dalam susu hangat miliknya lalu dengan menggunakan sendok, ia mengaduk susu itu hingga tercampur dan berubah warna menjadi cokelat.
"Apa rasanya akan tetap enak?" tanya Ruth penasaran.
"Mm," kepala Aru mengangguk lalu mengulurkan sendoknya pada Ruth untuk dicicipi. "Cobalah."
Ruth tahu aturannya, setiap makanan harus dicicipi terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh Aru. Jadi, tanpa ragu ia mencondong agar lebih dekat pada sendok lalu membuka mulutnya--membiarkan susu cokelat itu menari di dalam mulutnya.
"Woah..." kekaguman muncul dalam waktu singkat, "rasanya sangat enak!"
"Haruskah aku membuka bisnis jual susu cokelat?" kekeh Aru mengambil giliran menikmati susunya langsung dari gelas, menyeruputnya hingga tersisa setengah.
"Cokelat selalu menakjubkan!"
"Mungkin sebaiknya anda memulai bisnis, minuman ini sangat enak! Semua orang harus coba, harus mencicipinya!" seru Ruth antusias.
"Mencicipi apa?"
"Ah—Yang Mulia, selamat pagi." Ruth segera mengambil langkah mundur dan membungkuk hormat saat Hael tiba-tiba bergabung di tengah-tengah mereka. "Salam hormat, Yang Mulia."
Hael mengibaskan satu tangannya ke udara lalu berucap. "Kau bisa keluar."
Ruth mengangguk, sesuai dengan perintah dia keluar dari kamar Aru dan meninggalkan perempuan itu berdua saja dengan Sang Kaisar.
"Aku sudah mendengar laporan Tabib, kakimu memburuk. Jangan coba melakukan apapun di belakangku lagi, bisa?"
Aru mengangguk. "Bisa, aku tidak akan mengulanginya." Omong-omong ada hal yang mengganggu pikirannya mengenai Hael yang tidak mendesak ingin tahu apa yang Aru lakukan sampai membuat cidera kakinya semakin parah.
"Kau tidak bertanya apa yang kulakukan?"
"Untuk apa?" Hael menyahut sambil memperhatikan kaki Aru lalu menatapnya datar. "Kau tidak akan mengakui dengan jujur."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne
FantasyBertahan dengan kehidupan yang yang ditakdirkan tersisa dua tahun saja, Chantarue selaku tokoh figuran dalam cerita mencoba melakukan segalanya untuk memperpanjang usia berbekal alur novel The Emperor Of Haeresi yang diingatnya. Chantarue yang ker...