6. Small Talk

36.9K 3K 121
                                    

"Putri," panggil Hael kepada Aru saat mereka akan berpisah di persimpangan lorong karena gadis itu akan kembali ke kamarnya di lantai atas.

Aru menoleh. "Ada apa, Yang Mulia?" sambil menanti jawaban dari pertanyaannya.

"Kalyas akan bertanggung jawab atas keamananmu dengan kata lain dia akan menjadi penjaga pribadimu yang akan mengikutimu kemanapun kau pergi jadi, biasakanlah dirimu." Ucap Hael menjelaskan.

Mendengar nama Kalyas disebut Aru hampir nyengir namun dengan cepat ia berpura-pura merapihkan rambut, menyelipkan bagian anak rambutnya ke belakang telinga lalu mengangguk anggun.

"Aku mengerti. Terima kasih atas penjelasannya, Yang Mulia." Balas Aru merespons.

Hael berdehem ringan lalu berbalik dan pergi ke arah yang berlawanan dengan Aru, menuju ruangan pribadinya yang entah ada dimana. Aru menatap kepergian Hael, tubuh pria itu terlihat tinggi menjulang dan besar dengan pinggang ramping. Proposional tubuhnya sangat sempurna. Bahkan Kalyas saja kalah tinggi dari Hael, pria itu memiliki tinggi sekitar 180 cm.

Kenyataan bahwa dirinya ada di dalam sebuah novel yang ternyata memiliki kehidupan layaknya seperti tempat ia tinggal dahulu di kehidupan sebelumnya, Aru merasa takjub dan ia rasa... ia tak memiliki hubungan apapun dengan alur cerita. Aru tidak perlu memperbaiki segala yang sudah tertulis di dalamnya, fokus Aru saat ini hanyalah untuk mencari kebahagiaannya sendiri dengan cara melihat ketampanan Kalyas.

"Salam Putri..." seorang wanita berumur 24 tahun tersenyum lalu membungkuk kepadanya. "Saya Mura, pelayan pribadi anda. Maaf karena mengambil cuti yang terlalu lama."

Aru mengangguk. "Mohon bantuannya," balasnya sebagai respon atas ucapan Mura.

Mura tersenyum tipis lalu mengantarkan Aru menuju kamarnya. Tepat di depan kamar gadis itu terlihat Kalyas berdiri tepat di sebelah kiri. Pria itu benar-benar mengemban tugas sebagai ksatria pribadi sesuai dengan pemberitahuan Hael tadi.

"Salam hormat, Putri." Kalyas membungkuk selama tiga detik lalu menegapkan kembali tubuhnya.

Pria tampan itu sama sekali tak berekspresi setelahnya sampai Aru memutuskan untuk masuk ke dalam kamar sementara Mura menunggu di depan pintu juga. Wanita itu akan masuk apabila Aru meminta diambilkan atau diantarkan ke suatu tempat. Apapun akan Mura lakukan untuk Aru, itulah tugasnya sejak tiga tahun terakhir.

Di dalam kamar Aru duduk di tepi ranjang besar, kamar itu bahkan luas sekali. Luasnya melebihi rumah lama Aru di kehidupan sebelumnya. Katakanlah tinggal di istana Haeresi sangat menyenangkan, Aru berbalut kekayaan bahkan perhiasan di dalam laci yang semula sudah ia bawa pergi dan sebagian lagi dirampok di jalan sudah kembali terisi oleh perhiasan-perhiasan baru.

"Ini menakjubkan." Kagum Aru menatap semua perhiasan itu, "semua perhiasannya diganti dengan yang baru, ini seperti... kekayaan unlimited seumur hidup!"

"Baiklah. Aku tidak akan kabur." Putus Aru tegas, "aku akan hidup nyaman disini seperti tak terjadi apapun, aku akan menikmati segala fasilitas, dan bersikap sebaik mungkin pada tokoh utama pria!"

"Saatnya hidup sebagai seorang putri!" seru Aru sembari mengangkat satu tangannya ke atas tinggi-tinggi lalu ia memutuskan untuk keluar lagi dari kamar dan mengajak Mura minum teh di taman.

"Anda ingin minum teh di tengah hari begini?" Mura bukannya menolak hanya saja di siang bolong seperti ini memangnya Aru sanggup?

"Ya!" angguk Aru. "Bisa kau siapkan tempat dan tehnya?"

"Baiklah, Putri. Saya akan menyiapkannya dalam sepuluh menit." Balas Mura patuh.

Setelah meja dan kursi di tata secara khusus untuk Aru, Mura membawa gadis itu mendekat. Dua pelayan lain terlihat membawakan nampan berisi peralatan minum teh mulai dari teko keramik, cangkir keramik, dan sendok, sedangkan nampan satunya lagi berisi berbagai jenis teh yang bisa Aru pilih.

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang