"Pagi ini aku dibangunkan oleh sepasang kaki yang melilit erat tubuhku. Terasa berat banget sampai badanku nggak bisa bergerak, bau lagi!" keluh Nisa sembari memonyongkan bibirnya ke arah kakaknya.
"Yeee bau dari mananya?! Kaki gue mah wangi, sembarangan!" balas Nafisa sewot. Ia lantas mengangkat sebelah kakinya dan mengarahkannya mendekati hidung Nisa.
"Hoek. Turunin, dasar jorok!" Nisa menepis kaki Nafisa sambil memelotot galak.
"Lah lagian lo duluan kan yang mulai. Ngapain pakai laporan, udah gitu menghinadinakan kaki mulus gue?!" balas Nafisa.
Nisa merapatkan mantelnya. Udara dingin London di awal Februari sungguh tak cocok bagi dirinya yang lahir dan besar di negara beriklim tropis. Ia menggigit biskuit yang menjadi menu sarapan mereka, malas membalas omongan kakaknya yang tak pernah mau kalah.
Sementara itu Nafisa menerawang, memandang asap yang tampak di langit walau hari masih pagi. Asap dari pembakaran batu bara di pabrik-pabrik dan mesin kendaraan.
"Nis, menurut lo kapan kita bisa balik lagi ke rumah? Yah, minimal bisa keluar dari Inggris zaman revolusi industri ini deh. Nyesel gue sering bolos pelajaran Sejarah."
Gadis berambut panjang yang ditanya hanya mengangkat bahu. Ia sama sekali tak bisa memprediksi. Namun, sejujurnya ada hikmah besar yang Nisa rasakan saat terperangkap di dunia ini bersama Nafisa. Ia jadi lebih dekat dengan Nafisa. Mereka bisa bercengkerama meskipun tetap selalu ribut. Mungkin memang beginilah cara mereka menunjukkan kasih sayang.
Misi mereka saat ini masih belum jelas akhirnya. Bahkan saat ini mereka masih terjebak dalam entitas ruang dan waktu yang jauh dari dunia mereka yang sebenarnya. Mereka belum tahu bagaimana cara melanjutkan permainan dan memenangkannya. Selama ini sang dadu lah yang selalu menemukan mereka.
Nisa memasukkan tangannya ke dalam saku mantel, lalu menemukan bungkusan yang kemarin diberikan oleh Josh saat menyuruh dirinya dan Nafisa pergi mencari bantuan. Ia benar-benar syok menemukan pemuda yang menolongnya itu sudah tak bernyawa saat mereka kembali, hingga ia lupa. Ia pun mengeluarkan dan membuka bungkusan itu.
"Naf, lihat!" kata Nisa seraya menunjukkan kantung berisi uang dan kartu identitas. "Ini punya Josh."
"Nis, gue rasa kita harus kasih ini kepada keluarga Josh. Kita juga harus berterima kasih, karena dia kita masih hidup. Kita harus cari alamatnya. Mungkin setelah tugas ini kita tunaikan, dadu-dadu akan bergerak lagi menentukan tugas kita berikutnya. Mungkin kita bisa keluar dari zaman revolusi industri ini," ucap Nafisa optimis.
Kedua kakak beradik itu saling berpandangan lalu mengangguk secara bersamaan.
Challenge day-1 done!Tema # DAY 1
Buatlah cerita yang berawalan, "Pagi ini, aku dibangunkan oleh..."
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S PLAY
General FictionNafisa dan Nisa tak pernah menyangka bahwa papan permainan yang mereka temukan di gudang rumah nenek mereka akan membawa mereka pada segudang petualangan. Kedua kakak beradik yang kerap terlibat sibling rivalry itu harus berjuang bersama agar bisa m...