Nisa yang tiba-tiba mendapat sengatan kejut dari suntikan yang ditancapkan ke pembuluh vena di balik kulitnya, berusaha menepis lengan nenek pemilik warung yang ternyata masih terbilang kuat.
Sementara itu Nafisa merasa baru saja masuk ke kandang harimau. Meskipun mulutnya masih ternganga ketika melihat suntikan yang menusuk lengan adiknya, ia segera menarik tubuh Nisa dan kabur.
Alat suntik itu terpental jatuh ke lantai. Untung saja cairan dalam alat suntik itu belum berpindah seluruhnya ke tubuh Nisa.
"Ayo, Nis! Lo masih kuat kan?" tanya Nafisa yang sebenarnya tak butuh jawaban. Gadis itu terus berlari sambil memapah tubuh Nisa yang agak limbung mengikuti langkah-langkah cepat Nafisa.
Mereka tidak menyangka sama sekali jika nenek pemilik warung yang mereka kira lemah dan butuh bantuan ternyata justru serigala berbulu domba. Langkah kaki sang nenek yang tampak tertatih, ternyata kepura-puraan belaka. Nenek itu mampu mengejar mereka dengan langkah yang tak kalah cepatnya.
"Nis, please bertahan. Kita harus terus berlari, Nenek itu ngejar kita," kata Nafisa sambil terus berlari dan memapah adiknya.
Tubuh Nisa semakin terasa berat di pelukan kakaknya. Ia merasa tubuhnya bergejolak. Mual dan pening, detak jantungnya berpacu semakin cepat sampai-sampai rasanya akan pingsan. Namun, anehnya ia mulai merasa lebih kuat. Bahkan ia melepaskan lengan Nafisa yang memapahnya dan mulai berlari sendiri.
Mereka berlari tanpa tahu arah, asal berlari saja menghindari kejaran nenek pemilik warung yang rupanya masih segar bugar. Di hadapan mereka tampaknya adalah batas desa. Namun, sebuah sungai beraliran deras menjadi batas di antara kedua desa itu.
"Lihat, ada bianglala di sana!" seru Nisa sambil mengarahkan telunjuk ke arah yang dimaksud. "Semoga saja di sana ada keramaian, kita bisa minta bantuan orang-orang dan lepas dari kejaran nenek itu," sambung Nisa mantap. Entah pemikiran dari mana, tapi kata hatinya meyakini apa yang barus saja ia ucapkan.
Nafisa mengikuti arah yang dimaksud oleh Nisa lalu mengangguk. "Semoga ya, Nis. Masalahnya nenek itu ngikutin kita terus sudah kayak debt collector ngejar-ngejar orang ngutang," balas Nafisa.
"Yah, mungkin nenek itu aslinya bukan profesor, tapi anak buah rentenir. Makanya dia pengin menghisap darah kita kayak lintah."
Nisa mencoba berkelakar, padahal detak jantungnya benar-benar sudah tak berirama sangat cepatnya.
Dirinya tak yakin mampu menyeberangi sungai itu. Batu-batu besar tampak bermunculan di permukaan sungai sementara air mengalir amat deras. Salah langkah, bisa-bisa mereka tergelincir dan hanyut terbawa arus bahkan mungkin hanya tinggal nama. Namun, mereka harus bertahan dan meloloskan diri kalau masih ingin kembali ke dunia asal mereka.
Nisa mengambil ranting kayu untuk menopang saat melangkah melewati batu-batu yang licin. Lisannya tak henti mengucap doa agar diberi keselamatan.Tangannya terus menggenggam erat tangan saudaranya. Jangan sampai pelarian mereka malah mencelakai diri mereka sendiri.
Untungnya sungai itu tak terlalu lebar. Dengan susah payah dan beberapa kali terpeleset, akhirnya mereka sampai di seberang. Mereka berusaha terus melangkah tanpa menoleh ke belakang lagi. Intinya mereka harus segera menemui orang untuk meminta bantuan.
Mereka akhirnya tiba di tengah keramaian pasar malam.
Kedua kakak beradik itu mulai melambatkan langkah dan mengatur napas. Namun, belum juga mereka bernapas normal, seseorang yang berdiri di hadapan mereka mengejutkan keduanya.
Bola mata Nisa dan Nafisa membelalak lebar. Sia-sia mereka berlari jika apa yang mereka hindari justru sudah berada di hadapan.
"Hanya segini kemampuan lari kalian, Anak Muda?"
"Ne--nek! Bagaimana bisa?" Nisa dan Nafisa berkata secara bersamaan.
Mereka sudah tidak mampu lagi untuk berlari. Mungkin memang sudah saatnya mereka melawan, apalagi di sini juga ramai. Setidaknya mereka bisa meminta pertolongan.
Challenge day-5: buat tulisan dengan memasukkan kata sungai, bianglala, dan rentenir.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S PLAY
Ficción GeneralNafisa dan Nisa tak pernah menyangka bahwa papan permainan yang mereka temukan di gudang rumah nenek mereka akan membawa mereka pada segudang petualangan. Kedua kakak beradik yang kerap terlibat sibling rivalry itu harus berjuang bersama agar bisa m...