Suara Bisikan

11 1 0
                                    

Mimpi yang kurasakan terasa begitu nyata. Rasanya suara Ayah masih bisa kudengar jelas saat bernyanyi sambil bermain gitar di tepi danau. Begitu pun dengan belaian tangannya di kepalaku. Aku rindu Ayah.

"Noa, kemari, Nak! Ayah akan mengajakmu liburan lagi. Kita akan bersenang-senang," bujuk Ayah sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar seperti bersiap menyambut dan memelukku.

Aku tersenyum. Sosok laki-laki yang sangat kurindukan kini berada hanya beberapa langkah saja. Kakiku sudah akan bergerak untuk mendekapnya erat-erat.

Akan tetapi, tiba-tiba kakiku terasa berat. Ada seseorang yang memegangi kakiku dan menggosokkan ramuan obat dengan lembut sambil terus merapal doa.

Selain itu terdengar pula suara seorang anak kecil yang sebaya denganku. Suaranya terdengar amat sedih seolah sedang menahan tangis.

"Noa, cepat sembuh, ya! Nanti kita main bareng lagi. Kamu juga belum ngenalin aku sama Leta, kan." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya. Namun, kali ini ditujukan kepada ibuku. "Bibi, Noa akan bangun, kan? Noa akan sembuh dan main sama Eva lagi?"

Itu pasti Eva. Kami bertetangga. Aku juga senang bermain bersamanya.

"Iya, Sayang! Noa hanya butuh banyak istirahat."

Suara Ibu menjawab terdengar gamang, meski berusaha tetap yakin.

Suara-suara dari orang-orang yang disayanginya terus saja bersahutan silih-berganti. Ayah yang terus membujukku agar ikut bersamanya. Leta yang mengajakku bermain, Eva, juga Ibu.

Aku bingung. Aku tak tahu harus mengikuti siapa.

Di tengah kebimbangan, aku melihat dua orang asing yang mengaku bernama Kak Nisa dan Kak Nafisa. Mereka bilang sedang tersesat dalam kotak permainan. Namun, mereka sama sekali tidak mengajakku bermain.

"Noa, suara siapa yang paling sering kamu dengar sejak kamu tidur sampai terbangun? Siapa yang kamu lihat ada di sisimu pertama kali saat terbangun? Kami rasa orang itulah yang paling tepat untuk kamu ikuti. Orang itu pastilah yang paling bahagia melihatmu membuka mata dan paling sedih jika kamu tidak memilihnya."

Mereka memberiku jalan untuk dipilih, tidak memaksa, tetapi sesuai dengan keinginan hatiku.

Pada akhirnya, meski mataku terasa amat berat untuk dibuka, aku mencoba memanggil ibuku. Beliaulah yang paling setia di sisiku, bahkan Ibu terus memberi obat meski aku belum sadar sepenuhnya.

"Ibuuuu."

Challenge# DAY 18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Challenge# DAY 18

**Silahkan kunjungi work DWC peserta yang nomor urut nya ada di bawahmu berada di daftar terbawah, kunjungi peserta nomor urut pertama), kemudian buatlah lanjutan cerita untuk cerita HARI KEDUA yang telah dibuat.**

**Tokoh utama, latar, dan alur cerita yang kalian dapatkan tidak boleh diubah sama sekali. Apabila kalian ingin menambahkan karakter kalian di cerita silahkan, tapi sebagai karakter pembantu. Alur cerita diharap tidak kontradiksi dengan cerita aslinya**

Happy_Shell semoga ceritanya ini bisa diterima yaaah. Maaf kalau mepet dan seadanya 🙏

LET'S PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang