Saat Nisa dan Nafisa sedang menatap bianglala yang berputar dengan lampu-lampunya yang berwarna-warni sambil bersenda gurau. Mata Nisa menangkap sosok laki-laki kurus berkacamata sedang termenung sendirian. Wajahnya ditekuk, kedua tangannya menarik rambut. Sepertinya ia sedang patah hati.
Nisa mencolek lengan kakaknya, lalu memberi kode agar melihat ke arah laki-laki yang berada tidak jauh dari tempat mereka duduk.
"Arah jam dua, jangan langsung nengok," kata Nisa memberitahu.
"Apaan, sih?"
"Kayaknya itu si Alif, tapi gue ragu. Ngapain dia di sini?" Nisa berkata tanpa melepaskan pandangannya dari laki-laki itu.
Nafisa pun menengok ke arah yang dimaksud. Tak lama kemudian, ia berdiri dan menarik tangan Nisa agar berdiri lalu berjalan ke tempat laki-laki itu berada.
Nisa yang mengerti maksud Nafisa berusaha melepaskan tangannya dan menghentikan langkah kakaknya.
"Naf, please jangan gila lo!"
"Yah, daripada lo penasaran kan? Soalnya gue juga yakin itu Alif," bela Nafisa tanpa mempedulikan protes adiknya.
****
"Alif, kan? Alif Fikri!" sapa Nisa ragu-ragu. Ia menggigit bibir bawahnya, sementara tangannya menggenggam erat tangan saudaranya.
"Waang tahu nama Ambo?" Orang yang disapa justru bertanya balik. Kebingungan terlihat jelas di wajah kusutnya.
"Jadi benar kamu Alif." Nisa memandang mata hitam pekat di balik lensa kacamata bulat yang bertengger di wajah lelaki itu. "Kenalin, aku Nisa. Ini saudaraku, Nafisa."
Alif mengangguk sopan lalu tersenyum tipis.
"Bagaimana kalian kenal Ambo?"
Nisa hanya tersenyum. Bagaimana mungkin ia menjelaskan bahwa dirinya mengenal Alif Fikri dari sebuah novel fiksi yang diangkat ke layar lebar?
"Anggap aja kami penggemar kamu," celetuk Nafisa untuk memutus kecanggungan yang diciptakan adiknya.
Laki-laki yang dipanggil Alif itu ikut tertawa. "Mana mungkin orang seperti Ambo punya penggemar?"
Nisa hampir saja menjawab, bahwa di luar sana banyak yang menjadikannya idola. Namun, akal sehatnya masih bisa mengontrol mulutnya.
"Kamu ngapain di sini? Sendirian aja?" tanya Nisa mengalihkan pembicaraan.
Guratan kesedihan kembali terlihat di wajah Alif saat mendengar pertanyaan Nisa.
"Cari angin aja. Ambo cuma mau lihat-lihat daerah sini," jawabnya.
"Bukan karena Randai dan Raisa, kan?" Entah mengapa kali ini mulut Nisa tidak bisa direm. Ada sedikit nada kesal dalam suaranya.
Laki-laki itu memandang lurus tepat ke mata Nisa. Seolah bertanya, dari mana cewek yang ada di hadapannya ini tahu tentang apa yang membuat hatinya kesal.
"Jadi benar?!" Nafisa turut berkata seolah memperjelas dan membaca apa isi kepala Alif.
"Lif, dengar aku. Mungkin kamu nggak kenal aku, mungkin kita baru saja bertemu. Percayalah, kamu akan menemukan kebahagiaanmu sendiri, nanti. Setelah kamu bertualang ke berbagai benua, setelah kamu menyelami kedalaman ilmu di berbagai universitas dunia. Kamu akan melihat pelangi di duniamu setelah banyak badai yang kamu taklukkan," ujar Nisa sok bijak.
Gadis itu menyerahkan sebuah batu giok hadiah dari Luffy saat mereka berhasil menemukan harta karun.
"Anggap aja itu hadiah persahabatan dari teman barumu." Nafisa menjelaskan maksud adiknya ketika ia melihat kebingungan di wajah Alif.
Nafisa pun segera pamit dan menggandeng adiknya pergi sebelum Nisa semakin banyak berkata yang aneh-aneh.
Challenge day-24:Buatlah cerita di mana tokoh utama ceritamu bertemu dengan karakter favoritmu! karakter bisa diambil dari buku, komik, film/serial, atau game. (Karakter yang digunakan keep family friendly yaa)
Aku mengambil karakter Alif Fikri dari novel Ranah 3 Warna.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S PLAY
General FictionNafisa dan Nisa tak pernah menyangka bahwa papan permainan yang mereka temukan di gudang rumah nenek mereka akan membawa mereka pada segudang petualangan. Kedua kakak beradik yang kerap terlibat sibling rivalry itu harus berjuang bersama agar bisa m...