Nafisa memandang semua objek yang ada di depan matanya dan ia sungguh merasa amat bingung. Rasanya sang dadu sudah benar-benar membuat hidupnya dan Nisa kocar-kacir. Bahkan ia sudah tidak tahu lagi di dunia mana ia berada. Begitu cepat perputaran yang mereka alami, belum sampai misi selesai, mereka sudah berpindah dimensi lagi. Namun, mereka ternyata harus kembali lagi ke dimensi sebelumnya yang misinya belum tuntas.
Ketukan di kaca jendela membuat Nafisa tersadar dari lamunan. Wanita yang mengejar mereka memberi isyarat agar Nafisa dan adiknya segera keluar.
"Nis, sekarang bagaimana?" Nafisa menyikut lengan adiknya lalu menunjuk kenyataan yang ada di depan mereka dengan bibirnya.
"Kita tunggu sampai pawang sirkus datang dan membawa singa itu balik ke kandangnya baru kita keluar," kata Nisa dengan pandangan mata waspada ke segala arah.
Nafisa mengangguk setuju. Kemudian gadis berambut pendek itu membalas tatapan wanita paruh baya tadi dengan menunjuk singa jantan yang masih ada di atas kap mesin mobil lalu mengibaskan tangannya.
****
Kekacauan yang terjadi di pasar malam akhirnya berangsur mereda. Singa yang kabur sudah berhasil ditangkap dan kembali ke kandang. Anak kecil yang hilang dan masuk ke dalam mobil yang ditumpangi Nafisa dan Nisa juga sudah kembali bersama ibunya.
Nafisa dan Nisa juga akhirnya keluar dan meminta maaf kepada lelaki bergitar pemilik mobil yang mereka gunakan untuk bersembunyi.
Kakak beradik itu pun berusaha menyelesaikan permasalahan mereka dengan wanita pemilik warung, yang ternyata bernama Meutia. Meskipun memiliki niat jahat, wanita itu sudah menolong mereka saat terdampar dari pusaran angin. Apalagi saat ini ada penengah di antara mereka, yaitu Agam.
Nisa dan Nafisa memang tidak mengerti masa lalu seperti apa yang mengikat Ibu Meutia dan Pak Agam. Mereka hanya tahu sedikit dari potongan percakapan yang bisa dengar saat kedua orang itu beradu mulut tadi.
Akan tetapi, dari tatapan mata Pak Agam kepada Ibu Meutia, Nafisa bisa merasakan kerinduan, kasih sayang, dan kepedulian yang besar.
"Jadi, saya dan adik saya ini hanya mau pergi tanpa masalah," kata Nafisa saat dikonfirmasi oleh Pak Agam perihal masalahnya dengan Ibu Meutia.
"Aku cuma mau sampel darah dia! Setelah itu kalian boleh pergi," jawab Meutia tegas.
"Untuk apa, Tia? Apa kamu masih ingin melanjutkan proyek serum itu?" tanya Agam mencoba membujuk Meutia untuk melepaskan obsesinya.
"Sudah kubilang, Agam, kamu tak tahu apa-apa! Aku hanya ingin kembali ke asalku, ke Sirius. Aku butuh serumnya untuk itu." Meutia bersikukuh.
"Tung-tunggu, maksud Ibu apa bintang Sirius? Itu bintang yang sudah redup. Kemungkinan menurut berita yang saya baca bintang itu tertabrak meteor."
Nisa mengeluarkan ponselnya dan menggunakan pencarian berita tentang bintang Sirius. Kemudian memperlihatkannya kepada Meutia.
Meutia membacanya dengan cepat. Wajahnya berubah penuh kepanikan dan kesedihan. Sia-sia selama ini ia mengorbankan banyak hal untuk membuat serum. Tujuannya tak akan pernah tercapai lagi sekarang. Tanpa sadar air mata wanita itu berlinang.
Agam menarik saputangan dari sakunya lalu mengelap air mata yang jatuh di pipi mulus Meutia.
"Sudahlah, Tia. Kurasa semua ini petunjuk dari Tuhan agar kamu bisa memulai awal yang baru. Jangan khawatir, aku akan tetap mendukung dan mendampingimu."
Challenge day-19:Tokoh cerita hari ke-3 bertemu dengan tokoh cerita hari ke-15.
Kebetulan karena ceritanya masih nyambung, jadi tokohnya masih sama juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S PLAY
General FictionNafisa dan Nisa tak pernah menyangka bahwa papan permainan yang mereka temukan di gudang rumah nenek mereka akan membawa mereka pada segudang petualangan. Kedua kakak beradik yang kerap terlibat sibling rivalry itu harus berjuang bersama agar bisa m...