Entah angka berapa lagi yang terbuka di atas dadu yang dilempar, tetapi Nisa dan Nafisa kini sudah tidak lagi bersama Luffy maupun Statham.
Mereka berdua saat ini berada di sebuah tempat di mana langit terlihat gelap, tetapi bukan mendung karena matahari bersinar terik. Bangunan pabrik dengan cerobong asap yang mengepul tebal. Di jalan kereta kuda beriringan dengan kendaraan beroda empat seperti mobil kuno pada awal-awal penemuannya yang pernah mereka lihat di buku pelajaran.
Pakaian mereka pun berubah menjadi lebih anggun dengan gaun panjang dan mekar di bagian bawahnya. Seperti pakaian putri dalam dongeng Eropa, tetapi bahan pakaian yang mereka pakai lebih jelek. Begitu juga dengan orang-orang yang mereka lihat, yang laki-laki pun berpakaian kemeja linen dan celana panjang.
"Kita di mana, Naf?"
Pertanyaan Nisa hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh saudaranya.
"Gimana kalau kita masuk ke dalam sana. Kayaknya kita bisa dapat jawabannya," Nafisa menunjuk sebuah tempat bertuliskan BAR.
Nisa menarik lengan Nafisa, kemudian menggeleng cepat. "Kita belum cukup umur, kalau Bunda tahu bisa habis kita diceramahi."
"Duh, Nis, terus kamu mau nanya sama orang di jalan? Kita nggak tau loh mereka orang baik atau bukan. Kita juga nggak tau bahaya apa yang menunggu kita. Kalau kita masuk ke tempat itu, paling nggak kita bisa dengar percakapan mereka, ujar Nafisa beralasan.
Setelah berdebat, akhirnya Nisa mengikuti Nafisa. Bau alkohol tercium amat menusuk hidung. Beberapa orang terlihat berjalan terhuyung karena mabuk. Mereka terheran-heran, di hari yang masih siang ternyata banyak orang yang minum-minum di tempat ini. Meskipun ada juga yang terlihat sedang menikmati santap siangnya. Sementara mereka hanya mengaduk-aduk piring makanan yang mereka pesan, sambil mendengarkan perbincangan orang.
Mesin uap, kereta uap, mesin pintal, pabrik tekstil, batu bara, mekanisasi pertanian, pemecatan buruh, demonstrasi.
Kurang lebih hal-hal itu yang tertangkap di telinga Nisa dan Nafisa. Orang-orang itu sungguh cepat bicaranya, ditambah aksen British yang amat kental membuat kedua kakak beradik itu agak kesulitan mencerna kalimat-kalimatnya.
"Nis, lo ingat revolusi industri di Inggris? Kayaknya kita lagi di zaman itu. Duh, nyesel gue sering mengabaikan pelajaran Pak Widyo," ucap Nafisa.
Nisa mengangguk-angguk. Otaknya masih berusaha menyatukan puzzle yang bertebaran di benaknya dengan kenyataan yang ada di depannya.
Mengapa mereka dikirim kemari? Misi apa yang menunggu mereka?
Tiba-tiba seorang remaja laki-laki menabrak punggung Nisa lalu jatuh di meja tempat mereka duduk. Nisa dan Nafisa langsung berpandangan dalam kebingungan.
"Bayar dulu utang lo kalau mau makan di sini!" hardik seorang laki-laki gendut yang memakai celemek putih kepada anak lelaki yang baru saja berusaha berdiri lagi dengan gontai.
Setelah laki-laki gendut itu pergi, Nafisa menyuruh anak laki-laki seumuran dirinya itu memakan makanan yang sedari tadi tidak berani mereka makan.
Kaki Nisa di bawah meja menendang pelan kaki kakaknya. Entah apa yang menanti mereka sebentar lagi.
Tema day 28: buat cerita dengan setting Revolusi Industri.Makin ambyar, Gaes. 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S PLAY
Ficción GeneralNafisa dan Nisa tak pernah menyangka bahwa papan permainan yang mereka temukan di gudang rumah nenek mereka akan membawa mereka pada segudang petualangan. Kedua kakak beradik yang kerap terlibat sibling rivalry itu harus berjuang bersama agar bisa m...