04. Konfrontasi Dua Hati

116 15 2
                                    

"DIA ITU TERLALU MUDA UNTUK PAPA!" Ragas memilih menyembunyikan statusnya dengan Kashi sebelum ia melabrak gadis itu. "Papa mau menikah dengan perempuan seusia anaknya papa?!"

"Dengar, Ragas. Omamu tidak memilih menantu secara random meskipun papa tidak akan peduli siapa yang omamu bawa."

"Tapi kenapa harus dia?!"

Dante mengernyitkan dahi karena ia menyadari ada yang aneh dari respon putranya kala itu. "Sebenarnya, kamu kenapa, Ragas?" tanyanya. "Dia nggak penting untuk hidup kita, dia cuma alat untuk menyelamatkan pamor kita."

Ucapan demi ucapan yang keluar dari bibir Dante membuat genggaman tangan Ragas makin menguat. Alat itu adalah wanita yang paling kucintai ....

"Kalau papa menikah dengan perempuan itu, aku akan berhenti kuliah." Itu adalah puncak dari segala ancaman Ragas. Semenyebalkan apapun pola didikan Dante yang cacat, pendidikan adalah aspek nomor satu yang ia perhitungkan dari anaknya.

Dante tidak menanggapinya dengan amukan atau apa. Ia hanya tersenyum tipis, tapi mengenai pusat pertahanan Ragas secara presisi. "Dare me. Mau menguji kekuatan papamu, hm? Papa bisa melakukan apa yang papa mau untuk membuatmu tetap ada di jalur yang tepat."

Ragas meneguk ludahnya dalam diam, tapi ia berniat untuk tidak mundur sedikit pun.

"Masuk ke kamarmu, Ragas."

"Tidak mau!"

"Kubilang, masuk ke kamarmu." Kali ini, nada bicara Dante terdengar lebih mengintimidasi. Rasa-rasanya, dunia sangat tidak adil. Dante terbilang sempurna tanpa cela apa-apa.

Atau mungkin, belum ada orang yang berhasil menemukannya.

"Sialan!" Ragas memaki ketika ia menemukan dirinya yang lagi-lagi gagal melawan ayahnya itu. Bagaimanapun juga, Dante itu gila. Jawaban yang sesuai dengan keinginannya pasti punya konsekuensi.

"Aland," sepeninggal Ragas, Dante memanggil orang kepercayaannya yang mengawalnya kemanapun ia pergi.

"Iya, Pak?"

"Selidiki hubungan Kashi dengan Ragas."

"Maaf, Pak?" Aland mengonfirmasi ulang dengan nada yang terdengar kebingungan. "Bu Kashi dengan Mas Ragas, Pak?"

"Iya, Kashi. Wanita pilihan ibuku itu. Usut tuntas. Jangan buat aku mengulangi perintahku sampai tiga kali."

"Baik, Pak Dante."

"Satu lagi, Aland."

"Iya, Pak?"

"Mandikan mobil Ragas dengan bensin." Setelah mengatakannya, Dante tersenyum tipis. Manis, tapi membunuh. "Biar dia tau konsekuensi dari perbuatannya."

"Disulut api, Pak?"

"Jangan. Mahal."

~

"Kak, sama bunda disuruh minum ini."

Kemuakan Kashi telah sampai di titik puncak. Ia melirik obat diet itu dengan tatapan tidak minat. "Buang aja."

Kara rebah di kasur Kashi dengan tatapan mengawang ke arah langit-langit kamar. "Kalau bukan karena Pak Dante, tempat ini akan disegel minggu depan."

"Jangan menglorifikasi setan, Kara. Sesat. Jangan dipuji-puji juga. Dosa."

Kara meringis. Sejak kapan Pak Dante itu sewujud dengan setan? "Aku denger banyak hal soal keluarga Haven dari pembicaraan ayah sama bunda."

"Soal Pak Dante yang ternyata ayahnya Ragas?"

"Itu salah satunya," ucap Kara. "Yang lainnya soal penetapan tanggal pernikahan kakak. Kakak tau kalau pernikahan kakak itu digelar dua minggu lagi?"

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang