77. Dregir dan Frederick Bersitegang

68 12 0
                                    

Ini adalah chapter terakhir sebelum latar waktu melompat pada saat-saat hidup dan mati Kashi.

"Wow, pantas saja Anda betah sembunyi-sembunyi seperti ini. Tempurungnya semewah ini, sih," tukas Dregir, dalam pertemuannya dengan ayahnya sendiri, Frederick Stazer Etienne Haven.

Nancy menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Lalu, ia mencubit perut Dregir sebagai kode. "Jangan lakukan itu, Amuro," bisiknya, nyaris tidak terdengar. Ia menyayangi Dante dan Dregir dengan perasaan cinta yang sama.

Nancy ... juga tidak ingin Dregir kesulitan.

Frederick meletakkan cerutunya sambil bersilangan kaki di kursi kerjanya yang kala itu berada di sebuah penthouse mewah yang eksklusif. Tempurungnya. "Bajingan kecilku semakin berani rupanya."

"Langsung saja pada intinya, Ayah. Aku tidak punya banyak waktu karena aku harus membereskan kekacauan yang seharusnya Ayah bereskan," ucapnya tak bersahabat. Lalu, manik matanya yang tajam itu menghunus tatapan mata sang ayah yang lebih tajam lagi. "Kenapa Ayah melakukan ini pada adikku?"

Nancy menatap Dregir dengan tatapan yang tidak terdefinisi. Anak lelaki singanya yang suka berkelana ....

Selama ini, Nancy tidak pernah bisa membantu banyak karena Frederick sangat mengekang pergerakannya. Padahal, ia selalu ingin menolong Dante secara terang-terangan seperti apa yang dilakukan Dregir sekarang.

"Apa yang aku lakukan pada adikmu?" tantang Frederick balik.

"AH, SIALAN!" Dregir bukanlah orang yang mudah disetir, apalagi dikendalikan emosinya. Ia berbeda dari Dante yang berorientasi pada kemakmuran Haven.

Kemakmuran yang hancur-lebur di dalamnya.

"HAVEN ADALAH KELUARGA YANG SANGAT KAYA! Ayah bisa menolong Dante! Menolong Zeta! Itu semudah jentikan jari bagi Ayah karena Ayah berdiri di balik raksasa Stazer! Perusahaan pangkal keluarga Haven! AYAH BAHKAN BISA MEMBERIKANNYA MODAL DARI NOL LAGI JIKA PERUSAHAANNYA HANCUR LEBUR! Ini belum hancur, Ayah. Hanya terguncang, TAPI KENAPA AYAH TIDAK MENOLONGNYA?!"

Frederick masih diam. Merokok.

Dada Dregir naik turun karena ia jarang stress dan marah-marah. Baru kali ini ... ia merasakan amukan dalam dirinya yang sampai sehebat ini.

"JAWAB AKU, AYAH!"

BRAK!

"S-Sayang ...." Nancy panik ketika Frederick membuang cerutunya dan bangkit setelah menggebrak meja. Lalu, ia memiting Dregir dan meletakkan kepala anak tertuanya itu di atas meja secara paksa.

"Lihatlah," titahnya, tak terbantahkan. Memaksa Dregir menatap citylight di bawah sana. Gemerlap kota yang romantis tapi mengerikan di satu waktu. "Kekuatan kita mampu mengendalikan skala yang sebesar itu jika aku mau, dan kamu pikir aku membangunnya dengan cara merengek pada orang tuaku?"

"Sialan, sialan, SIALAN! LALU KAMI HARUS MERENGEK PADA SIAPA?! TANAH KUBURAN?! BAJINGAN! KITA SUDAH SETUA INI, AYAH!"

"Dregir, aku belum pernah memberimu pelajaran atas perilakumu selama ini dan aku masih terhitung sangat baik padamu, apa mulai sekarang kamu benar-benar ingin terdidik di tanganku seperti Dante?"

"AKU TIDAK TAKUT! AKU DREGIR, AKU BUKAN DANTE!" Dregir berteriak meski pitingan ayahnya menguat. "Matilah, Sialan. Matilah ...."

PLAK!

"SAYANG, JANGAN!" Kali ini, Nancy tidak ingin diam. Ia maju memeluk Dregir yang dipukuli Frederick. "Jangan ... jangan ... kumohon."

"Menyingkirlah--"

"JANGAN! JANGAN SAKITI DANTE ATAU DREGIR!" Nancy menangis sambil memeluk sulung Haven. "Aku sudah mengatakan ini ribuan kali, Suamiku. Apa kamu tidak takut kami meninggalkanmu? Jangan ... jauhkan tanganmu dari putra kita."

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang