74. Pukulan Terparah Untuk Fiona (1)

70 13 0
                                    

Solid. Baru kali ini Ragas benar-benar memahami konsep solid dalam keluarganya. Lalu, perihal kesediaan Dante untuk menemui Fiona yang selama ini berusaha untuk tidak ia cari dan gali kabarnya adalah sesuatu ... yang sejujurnya membuat Ragas respek padanya.

"Ah, shit." Hosea menonaktifkan ponselnya per kemarin sore sampai hari ini, entah sudah berapa ribu pesan dan panggilan yang masuk ke ponselnya itu. Sementara itu, ia masih sering memaki kondisinya yang belum pulih.

Sobekan di mulutnya masih membuatnya malas makan. Selama itu, Ragas berusaha untuk menyuapinya. Konyol, tapi Hosea tidak bisa menolak pintanya sama sekali.

Dante menoleh pada Hosea. Ia menggunakan baju-baju Ragas selagi tidak pulang. Baju-baju yang sejujurnya satu style dan satu template dengan Hosea.

Hosea menatapnya balik. Lalu, "Kenapa?" tanyanya.

Dante tersenyum tipis. "Jika kamu setuju untuk menghadapinya seperti ini, maka tidak akan ada kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan menyesali ini. Fiona pasti akan sangat marah."

Hosea tercenung. Ragas memukul bahunya seolah mereka sudah berkawan lama.

"Najis, preman kampus kok penakut," ejek Ragas. "Hadapin lah, Ngek. Kebebasan nggak ada yang gratis. Dan lo perlu itu."

Hosea tidak takut ditinggalkan oleh Fiona, tapi ia takut tidak punya pelindung. Seperti ia yang terpaksa dicengkram Edgar yang mengaku-ngaku sebagai kakaknya di panti, dulu. Tapi Edgar justru mengajarinya paham-paham psikopat dan manipulatif dengan alibi bahwa itu normal.

Iya, normal memang. Normal bagi orang gila.

Hosea menatap Dante dengan tatapan sulit. "Tapi jangan menyakitinya terlalu dalam."

Dante tercenung. Seakan menangkap cinta kasih Hosea pada Fiona meski hanya sekelebatan. "Dia melukaimu," ungkap Dante, mengingatkannya. "Dia sangat melukaimu."

"Tapi dia tetap membesarkanku sampai aku dewasa, terlepas apa yang dilakukannya padaku sampai memicu traumaku. Dia masih ibuku."

"Kamu masih ingin bersamanya?"

Hosea menggeleng, tidak tau. Sebab, ia tidak menemukan rumah lain. Ia bisa-bisa saja pergi pada Ted. Namun, berarti, ia akan kehilangan segala kekayaan yang membuatnya bisa mendapatkan Rhea. Materi yang pernah menghidupi Rhea.

"Keluar dari sana." Yang bersikeras selalu Ragas, dan Hosea masih sering menganggapnya konyol karena ia tidak pernah berekspetasi akan punya adik macam Ragas yang mengkhawatirkannya dengan cara seperti ini.

"Kenapa?" tanyanya pada Ragas. "Kenapa lo memperlakukan gue kayak gini?"

"Perasaan senasib," bisiknya, agar tidak didengar Dante karena ia malu. "Dan gue pikir, punya kakak agak keren."

"Nggak keren," ungkap Hosea. "Lo tolol, nggak keren."

"Bangsat."

Nyaris saja mereka ribut seperti kemarin, tapi tak sampai ada yang angkat tangan dan pukulan karena badan Dante jauh lebih besar dari mereka.

Namun, tiba-tiba saja, ketika mereka baru akan berangkat ke rumah Fiona, "KEPONAKANKUUUUUU!"

Teriakan itu terdengar.

Itu Amuro Dregir Haven. Ia nyengir lebar dan membuat Dante super dongkol. Dante masih muak dengan muka Dregir yang terlalu ekspresif, mirip pemain drama Amerika Latin. Mirip kodok juga bagi Dante, yang satu itu karena dendam pribadi.

"Hiiii." Ragas beringsut. Ia jarang melihat pamannya itu. Sejarang ia melihat kakeknya, neneknya, dan orang tua Aubrey. "Kok manusia ini ada di sini, Pa?"

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang