45. Kengerian Nyata

76 11 0
                                    

Fiona Samantha diam setelah mendengar laporan dari Irina dan Dalton.

Irina sendiri menggemerutukkan gigi. Takut. Tau seperti apa tabiat nyonyanya ini.

"Bu ...?" Irina mengecek Fiona sudah semarah apa. Dan tanpa siapapun duga, ia hanya tertawa.

"Lihat saja dulu."

"Maaf, Bu?"

"Kubilang, lihat saja dulu," ucap Fiona, dengan mata berkilat kelabu. Penuh amarah dan dendam dalam diam, tapi ia tidak meledak. Ia masih cukup elegan untuk menanggapi laporan itu. "Kalau Dante bahagia di atas penderitaan Ragas, aku akan menyusup seperti dulu."

~

"Ah, Bajingan," maki Ragas ketika mobilnya mengangkut Rhea dan Kashi. Ia tak bisa berkutik lagi karena Dante turut memerintah. Pernah baik pada Kashi bukan berarti ia akan selalu baik!

Ia punya kewajiban untuk mundur, move on. Artinya, IA TIDAK INGIN SEDEKAT ITU DENGAN KASHI.

"Sial." Ia memaki sekali lagi, sementara Rhea yang duduk di sampingnya hanya tertawa. Kashi, di kursi belakang, sedang memainkan game pou dari ponselnya.

"Ragas, ayo beli minuman dulu. Aku pernah lihat minuman jeli enak di dekat sini," usul Kashi. "Adikmu mau satu." Ia memakai alibi ngidam.

"Heh, gue bukan supir lo!"

"Ayolah." Rhea turut membujuknya, jarang-jarang ia bisa jajan jika berada dalam radar Hosea.

"Hhh." Ragas memutar setir, menuju arah yang ditunjukkan oleh Kashi. Mampir ke minuman jeli--apapun itu--agar cewek-cewek yang ia angkut ini tidak membuatnya makin sakit kepala dengan ocehan mereka.

Begitu kedainya sudah ada di pelupuk mata, Kashi menatapnya antusias. Ia buru-buru turun dan menggandeng Rhea ketika mobil Ragas berhenti di bahu jalan.

"Beliin gue satu!" teriak Ragas, turut keluar dari mobil. Matanya mengedar pada jalanan di belakangnya. Mereka diikuti penjaga Dante yang lain.

Situasi ini memuakkan karena entah sampai kapan, ia akan selalu memegang senjata dalam diam. Menyebalkan.

Ujung mata Ragas menangkap kemunculan mobil lain yang acapkali mengikutinya, tapi tidak pernah bertegur sapa dengannya. Bukan Dante, itu pertolongan dari ibunya. "Sial, aku membencimu."

Sementara itu, di dalam kedai ....

Rhea melongo ketika Kashi benar-benar membuang uangnya untuk lusinan makanan manis dan minum-minuman yang belum tentu bisa ia habiskan sendiri.

"Shi, pengen banget kena diabetes, ya?" tanyanya, menegur. Sambil ternganga.

Kashi nyengir. "Dante nggak akan ngebolehin gue makan ini, Rhe. Sekalian aja."

"Bayi lo bakalan langsung kebal gula, Shi." Rhea geleng-geleng sambil membawa beberapa agar Kashi tidak menghabiskannya sendiri, bahaya.

Rhea kira, kunjungan mereka ke kedai minuman jeli yang sedang naik daun itu akan jadi kunjungan yang biasa-biasa saja. Namun, semuanya jadi lain ketika seseorang menyerukan namanya.

Bukan Ragas, apalagi Kashi.

"Cassarhea!"

"Eh?" Kashi ikut menoleh, mengamati laki-laki yang berlari mendekati mereka itu. Tatapannya begitu antusias ketika melihat Rhea, seakan sedang berjumpa dengan teman lama.

Dan memang iya. Itu Mahesa. Sahabat Rhea semasa SMA.

"Mamat ...." Genggaman Rhea pada minuman jeli milik Kashi nyaris melonggar.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang