29. Hosea Reiga

98 15 0
                                    

Aland sempat menahan senyumnya. Lantas, ia tertunduk, menggeleng. "Bu, saya nggak tau ibu sudah sejauh apa. Tapi jangan Hosea, Bu. Bapak dan Ragas tidak tau. Sebaiknya, jangan sampai tau."

Got it. Kalau Aland sampai setakut itu, artinya Hosea berharga. Dan fakta apa yang baru ia dengar tadi? Dante dan Ragas tidak tau. Mereka tidak saling kenal dengan Hosea.

"Dia bukan Haven, Bu. Saran terbaik saya buat ibu adalah patuh ke Pak Dante, jauhi Pak Jaden. Semenjak Ibu hamil, Ibu sudah masuk terlalu dalam. Kaburpun percuma rasanya. Ibu tetap akan dikejar."

Kashi jadi tidak tau harus mensyukuri atau menyayangkan kehamilannya. "Aland ... kamu bicara seolah saya nggak punya harapan."

Aland sempat kaget sesaat setelah Kashi mengatakannya. Lalu, begitu ia menatap Kashi, yang seolah disampaikan oleh tatapan matanya itu justru suatu validasi. Ia seolah berkata, memang tidak ada harapan.

"Shit, Aland. Kalau begitu, kamu setuju hidup saya hancur?!"

"Lah??? Saya ngasih opsi paling aman, Bu! Yang penting nggak mati konyol meskipun belum tentu bahagia!" Kembali juga si Aland yang slengekan dan menyebalkan itu.

Dialog mereka terdistraksi kedatangan Dante yang tiba-tiba. Pelipisnya berkeringat. Napasnya memburu. Seolah-olah, ia berlari kencang untuk sampai ke sana.

Kashi menoleh padanya, masih dengan muka jutek, "Kamu pergi belum lama ini. Kenapa kembali lagi ...?"

"Kamu menghancurkan Themisku!" Dante memungut pecahan patungnya yang berkamera.

Kashi menyilangkan tangannya di depan dada. Ia menatap lelaki itu dengan wajah pucat-pasi karena ia kehilangan banyak darah sekaligus mual hebat. "Buat apa kamu melakukan tindakan kriminal padaku? Kenapa ... kamu harus memantau kegiatanku?! Aku tau kamu meletakkan kamera di sana! Benda itu berkedip-kedip di kamera infrared-ku."

"BISA BERHENTI BERPIKIRAN BURUK SOALKU?!" Entah mengapa, kala itu, Dante benar-benar terlihat sebagai lelaki yang posesif--dalam artian positif, jangan samakan dia dengan Hosea.

"Kamu memintaku berpikiran positif sementara yang selalu kamu lakukan padaku itu kejahatan?! Kamu ... gila?"

Dante menatapnya tajam, sekaligus nyalang. "Kembalilah jadi wanita yang penakut dan penurut. Pemberontakanmu ini membuatku sakit kepala! Apa aku perlu jadi seotoriter dulu agar kamu patuh padaku?!"

"Wow, wow, wow." Aland nyengir, ia mulai takut dengan hawa yang mengguar di sekelilingnya. "Mohon maaf, Bos. Perdebatan yang tadi itu rasa-rasanya bukan perdebatan yang pantas dihadapi pasien pasca bunuh diri."

Dante memaki dalam hati. Sial, sial, SIAL. "Fine." Ia mengalah. "Mau melihat Lamborghini birumu atau tidak? PULANGLAH!"

Kashi sampai tak bisa berkata-kata lagi. Lelaki ini memang emperornya para oknum yang gemar menyakiti wanita.

Dante berusaha menetralkan laju napasnya yang sempat berkejaran. Lalu, ia memaksakan senyumnya yang lebih mirip cengiran psikopat itu. "Bunganya tidak bisa dibawa ke sini, Kashi. Ada larangannya. Bisa menularkan virus," ucap Dante, lirih. "Tapi aku menyeludupkan es krim untukmu."

Tatapan Kashi yang semula sekuat baja, luluh sampai tingkat terleburnya. Kesenangan remajanya memberontak. Padahal, hanya satu cup es krim ....

"M-mau ...."

Dante sempat tertegun ketika mereka saling bersitatap. Ekspresi itu ...

Lantas, lelaki itu mengela napas lega sambil mengulas senyum tipisnya yang lebih tulus. Syukurlah. "Mendekat, Sayang. Kusuapi."

Aland sempat terjingkat beberapa saat. Deja vu. Ingatan akan masa lalu mendadak menyerangnya tanpa aba-aba. Bu Kashi memang sama dengan wanita itu, dalam versi manisnya di masa lalu.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang