16. Ibu Dari Calon Penerus Kedua

123 14 2
                                    

Pesta Dante dengan teman-temannya kacau-balau. Tidak, Dante tidak membuat keributan, tapi ia kontan menyeret Kashi pergi. Memicu tanya di jidat rekan-rekannya yang selama ini mengenali Dante sebagai orang dengan emosi yang paling tenang.

Dante seolah tak tersentuh. Demi Tuhan, Kashi sedang takut-takutnya dengan pria itu. Tangannya dicekal erat seolah akan diputuskan.

"Kenapa kamu bodoh sekali?!"

Astaga.

Kashi yang seharian ini merasa lebih sensitif, nyaris menangis detik itu juga. "Yang bodoh itu bapak!" makinya balik.

"Kamu tidak minum morning pill-nya?!" Dante mengamuk. "MANA UJI KEHAMILANNYA?!"

Pasalnya, Dante tau jika Kashi pecah perawan di tangannya dan ia selalu mengawasinya kemanapun sehingga jika ada indikasi perselingkuhan, itu akan mudah terbongkar. Kemungkinan paling logis jika Kashi hamil, itu jelas anaknya!

Kashi melempar test pack yang ia bawa ke muka Dante karena sejujurnya ia memang berniat membongkar kehamilannya. Buat apa juga ia menutupinya? Takkan ia biarkan fakta ini menghantuinya seorang diri.

"Fuck!" Dante memukul setir. "Fuck, fuck, fuck!"

"USIA ANDA 39 TAHUN, TAPI KENAPA ANDA TIDAK BISA BERSIKAP DEWASA SESUAI USIA ANDA?!" Kashi juga meledak. "Tolong ... masa depan saya juga hancur."

Meskipun kesalahan tidak mengonsumsi morning pill murni kesalahan Kashi dan ia sempat impulsif berkata biar ia hamil anak Dante sekalian, tapi sejujurnya ia menggantungkan diri pada alat kontrasepsi yang selalu dipakai Dante.

Kehamilan sedini ini jauh di luar praduganya.

Dante sempat mengusap wajahnya sekali sebelum ia menginjak gas mobilnya.

"Jangan meminta saya menggugurkannya. Saya nggak mau menanggung dosa sebagai pembunuh," ucap Kashi lirih, sambil menangis.

"DIAMLAH!"

Pikiran Dante carut-marut.

~

Nancy Haven datang ke kediaman Dante, putranya. Rumah sedang panas-panasnya. Oh, Ragas tidak ada. Ia absen, entah sedang ada di mana.

Karena orang kedua yang mungkin akan meledak semurka Dante adalah Ragas.

Mungkin, mungkin saja, dendamnya akan masuk ke fase di mana ia ingin membunuh bayi Kashi.

"Sudah mengeceknya ulang?" Nancy tak terlihat seperti nenek yang bahagia menyambut kedatangan cucunya. Karena yang ia cari dari pernikahan Dante dan Kashi memang bukan itu.

Meskipun tidak tampak antusias, tapi respon Nancy lebih manusiawi. Ia mengelus rambut Kashi yang sejak tadi menangis histeris.

"Aku sampai menghubungi dokter kandungan selarut ini!" Dante membanting ponselnya ke kasur. Kala itu, mereka bicara di kamarnya. Hasilnya memang positif. "Ah, sial!"

"Kenapa kamu marah-marah?"

"Kenapa ibu setenang itu?!"

Nancy terjingkat kecil sebelum ia tersenyum penuh intrik. "Oh, astaga. Bagaimanapun, Kashi istrimu dan ini adalah ANAKMU!"

Dante juga tau soal itu!

Nancy ikutan pening karena sejujurnya ia malas berhadapan dengan emosi Dante yang meledak-ledak. Merepotkan saja. "Akan kukirimkan susu untuk ibu hamil, oke?" Nancy sempat mengulas senyum tipis pada Kashi sebelum ia pamitan.

Lalu, ia menepuk bahu Dante yang tampak masih frustrasi. "Son, jangan jadi terlalu bajingan. Kalau ayahmu tau, kamu bisa dihabisi."

Fakta bahwa Dante masih memiliki ayah sempat mengusik Kashi dalam sedu-sedannya itu. Lalu, kenapa ia tak pernah melihatnya? Di mana Tuan Besar Haven berada?

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang