30. Fiona : Our Dark Crimson Rose

89 15 0
                                    

"Sudah lama aku tidak melihatmu."

Rumah yang menjadi saksi bisu dari dialog itu, tegak secara prestisius. Tampilan luarnya klasik, begitu mewah. Mengindikasikan bahwa pemiliknya datang dari golongan kelas atas.

Kebetulan, pemiliknya kala itu sedang memotongi mawar dark crimson yang ia tanam--mawar yang memiliki warna merah kehitam-hitaman. Gelap. Jenis yang biasa digunakan untuk pemakaman--ialah Fiona Samantha.

Filosofi bunga itu saja jelas. Duka, kematian.

Well, dia sedang menyambut kedatangan karibnya yang nyaris tidak pernah muncul belakangan ini, Jaden.

"Pekaranganmu masih penuh bunga ya, Na," komentar Jaden, alih-alih menanyakan kabar wanita itu.

Fiona Samantha masih memungguinya. Wanita yang memakai coat hitam selutut itu merasa tak perlu ramah-tamah dengan si Jaden. "Sudah berhasil melupakan Felicia si penjual anggrek itu?"

"Heh? Dia nggak jual anggrek. Dia cuma suka bunga, sepertimu."

"Diamlah." Fiona sampai reflek memangkas mawar yang ia pelihara layaknya bayi lucunya. Ia tidak suka dengan ucapan Jaden. "Jangan ... menyamakanku dengan wanita lain. Aku tidak suka."

"Hmph, kamu masih sama, Fiona." Jaden menahan tawanya sambil rebah di atas kursi taman wanita itu.

Bisa dibilang, enam puluh persen komplek kediaman Fiona adalah hamparan bebungaan. Sialnya, yang ia koleksi hanyalah bunga-bunga dengan warna dan wujud yang mengerikan.

"Oke, Nyonya Spesial yang berbeda dengan semua wanita di muka bumi. Katakan padaku, apakah kamu sudah berhasil melupakan Andante Haven?"

Clak!

Fiona mengayunkan gunting tamannya. Bertenti tepat sesenti sebelum menusuk mata Jaden.

"Wow, wow, wow. Calm down ...." Jaden PANIK.

"Tutup mulutmu." Teguran Fiona itu bernada dingin. Wajahnya penuh kemurkaan. Seakan-akan, ia siap meledak kapan saja.

"Aku tau, kamu masih mencintainya."

"Kubilang, tutup mulutmu. Aku pernah jadi pembunuh, jangan membuatku mempertemukanmu dengan pendosa lain di neraka sana."

Jaden tertawa sampai tubuhnya nyaris terpelanting dari kursi. "Bercanda," ucapnya, berkelindan dengan tangan Fiona yang ditarik mundur oleh empunya. "Hosea tidak pulang?"

"Jangan menanyakannya seolah-olah dia anakmu. Terserah dia mau pulang kapan."

"Kamu ibu yang buruk, Fiona. Anak itu sinting. Kenakalannya jangan dinormalisasi seperti ini. Harusnya, aku tidak membiarkanmu jadi ibunya."

"Aku menyayanginya. Itu sudah cukup." Fiona mengatakannya sambil memungut mawar-mawar yang sempat berguguran karena terpangkas olehnya--secara teknis, itu salah Jaden, lelaki itu yang membuatnya kesal.

"Woy, Jaden. Kamu mau masuk atau kubiarkan di halaman sampai besok?"

~

"KAKAK!"

Apa ini? Kashi memaki dalam hati. Padahal, ia sudah bilang pada Dante bahwa ia tidak ingin menemui keluarganya dulu. Namun, sore itu, di hari kedua Kashi dirawat, adiknya, Karadisha Gauri, datang menjenguknya.

Gadis itu masih memakai baju SMA-nya. Oh, ia juga mengendarai mobilnya sendiri. Tanpa orang tua Kashi.

Kashi mengernyit. Bau asap, asap bakaran tembakau. "Kamu merokok ya, Kara?"

"Eh?" Kara kikuk. Lalu, ia menggeleng. "Kenapa? Aku bau asap?"

"Jangan membohongiku, Kara."

Dante, yang kala itu masih duduk diam di ruang perawatan Kashi, akhirnya memilih untuk keluar dan membiarkan saudara sedarah itu saling berbincang.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang