17. Masa Lalu Dante

112 13 0
                                    

"Kutanya, SIAPA YANG HAMIL?!" Tatapan Ragas kontan jatuh ke arah Kashi, wanita yang jadi mantan kekasihnya itu. "DASAR WANITA MURAHAN!"

Kashi, dalam keadaan menggigil dan nyaris tak sadarkan diri, hanya menatapnya sayu. Pasrah. Ia tidak bisa melakukan perlawanan apa-apa.

Yang pasang badan justru Aland, alih-alih Dante. "Ragas, jangan memperburuk suasana." Lelaki itu mengusirnya. "Bu Kashi sedang sakit."

"LO PIKIR, HIDUP LO SETELAH INI BAKALAN TENANG?! MIMPI! GUE BAKALAN INJEK-INJEK KEHIDUPAN KAMPUS LO ITU!"

"DIAM!" Dante menyentak, sekaligus menahan tangan Ragas yang sudah mengacung ke depan. "KELUAR!"

"KENAPA PAPA TIDAK PERNAH MEMIKIRKANKU?!"

"KELUAR, RAGASTA! JANGAN BUAT AKU MENGULANG PERINTAHKU!" Dante mengusirnya dengan cara yang lebih kasar dari apa yang dilakukan Aland.

Kepala Kashi sudah terlalu berat, telinganya pengang. Ia menyingkirkan kompres di dahinya. "Kalian juga keluar," usirnya, terdengar seperti cicitan lirih.

"Bu, kita harus ke rumah sakit," bujuk Aland. "Nanti adek bayi kenapa-napa."

"Biarkan saja," ucap Kashi, meski ia merasa sangat berdosa atas ucapannya, tapi ia sudah tiba di titik terpasrahnya. "Ayah kandungnya juga tidak ingin dia hidup."

Dante mengusap wajahnya yang tampak lelah. "Kutelepon dokter untuk datang ke sini."

"Nggak perlu."

"Siapa yang membutuhkan persetujuanmu?" tantang Dante bernada arogan.

Aland sampai ternganga dibuatnya, kok bisa Kashi tidak gila setelah jadi istri bosnya?

"Tenang ya, Bu. Jangan pikirin hal-hal berat, abaikan aja suara-suara setan atau sejenisnya--"

"Aland, keluar!" Dante makin pening. Padahal, Aland-lah yang memberikan penanganan pertama untuk Kashi sekaligus menenangkannya.

Pengusiran Dante yang tak terdengar main-main itu mau tak mau membuat Aland keluar dari kamar bosnya, diikuti ART Dante yang sejak tadi berusaha melayani nyonya rumah dengan sebaik-baiknya pelayanan.

Ketika tersisa mereka berdua saja, Dante duduk di samping Kashi yang terbaring tak berdaya, tapi berusaha untuk tetap membalas tatapannya yang mengerikan.

"Akan kubiarkan dia hidup," ucap Dante dalam nada rendah, setelah sempat terdiam cukup lama. "Asalkan selama kubiarkan dia hidup, kamu bisa bersikap profesional ketika sedang menjadi istriku."

"Jadi istri bukan profesi, jadi istri itu soal peran," sergah Kashi, nyaris tak terdengar.

"Kamu mendapatkan posisi itu setelah aku membayar dengan harga tertentu. Artinya, kamu sedang bekerja untukku. Kita tidak sedang membawa komitmen tertentu dan aku tidak mencintaimu."

Kashi pejam cukup lama setelah Dante mengatakannya. Puluhan, atau mungkin ratusan emosi negatif sedang memenuhi kepalanya. Berjejal dan saling tumpuk, nyaris meledak.

"Saya penasaran," ucapnya lirih, "kalau saya mati, Anda akan melakukan apa?"

Dante diam saja.

~

Kashi mendengar sayup-sayup petuah dokter keluarga Dante yang seakan sedang menguliahi suami kejamnya itu. Dante sendiri cuma menyandar di dinding dengan tatapan dingin, tangannya bersilangan di depan dada. Otoriter, mengerikan, seperti biasa.

Namun, tiba-tiba, entah dari mana datangnya, seorang wanita seusia Dante muncul. Ia adalah wanita yang pernah dilihat Kashi di hari pernikahannya. Aubrey. Sepertinya, ia juga menyandang nama Haven.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang