38. Kabur Semalam

93 15 0
                                    

Rhea itu ... jarang turun ke kafenya sendiri. Pertama, satu baristanya laki-laki--meski satu lagi perempuan.

Salah satu alasan kenapa Hosea gemar menempelinya seperti kutu setelah ia bebas dari tempat rehabilitasi adalah itu. Hosea tidak mau Rhea dekat dengan lelaki, siapapun itu.

Kedua, Rhea takut dekat-dekat dengan orang yang tau tentang kehidupannya di luar kampus. Ia takut dengan justifikasi mereka. Bagaimanapun, kedekatannya dengan Hosea itu sangat tidak wajar dan Rhea menyadari itu.

Namun, kali ini, karena pikirannya sudah terlalu sumpek dan penuh, Rhea memutuskan untuk turun ke lantai satu.

Barista yang membantunya membopong Hosea bernama Kira. Cowok, berkacamata, berpenampilan rapi. Tapi, Hosea tetap mengawasinya lekat-lekat meski ia tidak menunjukkan gelagat peduli dengan Rhea.

Hei, lelaki yang ada di dekat Hosea juga tau kalau mereka tak seharusnya berurusan dengan cowok itu. Alhasil, Kira tampak selalu menghindari Rhea. Padahal, sejujurnya, ia peduli.

"Selamat malam, Mbak," sapa Naomi, baristanya yang lain. Mereka bersiap untuk menutup kafe.

"Hari ini nggak terlalu rame, ya?" tanya Rhea, sambil melihat pembukuan yang ditulis Naomi selaku kasir. Wajar, kafenya tidak besar. Space indoor-nya hanya 3 x 4 meter.

Naomi meringis. Jarang-jarang ia bicara dengan Rhea secara kasual seperti ini. Biasanya, mereka cuma bicara persoalan yang penting-penting saja seperti profit, gaji, dan supplier bahan.

"Persaingan bisnis fnb makin susah, Mbak. Tapi pengunjungnya tetep ada kok. Lumayan banyak waktu siang. Soalnya, jarang ada kafe yang buka sebelum kita di sekitar sini."

Rhea mengangguk-angguk dan memilih untuk duduk. Mengamati Kira yang memasukkan sisa bahan-bahan ke kulkas.

"Mau minum, Mbak?"

"Eh?" Lamunan Rhea terpecah karena Kira yang tiba-tiba bertanya padanya. "Tumben."

"Mumpung belum diberesin soalnya."

"Oh, oke. Sekalian aja buat kalian berdua, kita ngobrol-ngobrol. Terserah mau bikin apa."

Naomi dan Kira saling pandang, kaget. Tidak biasa-biasanya ....

"Mas Hose beneran kobam, Mbak?" tanya Naomi sambil duduk dan menyodorkan segelas minuman coklat yang jadi signature mereka. Seringnya, Hosea yang mengecek pembukuan meski Rhea tetap ada di sampingnya untuk mengawasi secara bersama-sama.

Karena itulah mereka bilang, mereka tidak dekat dengan Rhea secara personal. Hanya secara profesional.

"Iya, kobam. Btw, gaji ... udah dikasih sama Hose, kan?"

"Eh?" Naomi gelagapan. Kaget dengan pertanyaan Rhea. "Udah, Mbak. Udah. Aman kalau itu. Nggak pernah terlambat."

"Bagus, deh."

CANGGUNG. Naomi dan Kira saling berpandangan. Meringis. Sementara Rhea sibuk mengaduk-aduk isi gelasnya.

"Mbak," panggil Kira pada akhirnya. "Maaf kalau terkesan ... lancang. Tapi, udah lama saya sama Naomi mau ngomongin ini. Mbak Rhea ... nggak mau lapor ke polisi, ya? Sekali lagi, maaf ya Mbak kalau pertanyaannya menyinggung."

Baru kali ini Kira mendapatkan timingnya.

Rhea mendongak. Geming sesaat. "Eh?"

"M-maaf, Mbak. Saya punya kakak dan adik perempuan. Makanya, saya--"

Rhea tersenyum. "Makasih untuk sarannya." Entahlah, Rhea tidak tau harus bicara apa mengenai segelintir kalimat yang keluar dari bibir baristanya. Ia tau, itu soal Hosea.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang