07. Menikah

127 15 0
                                    

"Kalau kita menikah, bagaimana hubungan Ragas dengan saya?" Kashi tidak menyangka bahwa pertanyaan yang ia lontarkan membuat senyum usil Dante luntur seketika, berganti ekspresi licik nan picik.

Awalnya sih, ia ingin bertanya apa susu yang seharusnya disuapkan pada Ragas kecil diganti karbol sehingga mulutnya sepedas dan sekeji bapaknya, tapi itu urung ia tanyakan.

"Kenapa?" Lalu, Dante terkekeh dengan kekehan serak. "Kamu masih berharap kamu bisa mencium putraku ketika kita sudah menikah?"

Mata Kashi membelalak seketika. "Pak! Saya bertanya dengan intensi mengkhawatirkan keluarganya Pak Dante. Saya khawatir status ibu tiri itu justru memicu keretakan keluarga kecilnya Pak Dante! Saya--" Gue benci elo Dante Sialan. "Saya udah nggak ada hubungan apa-apa sama Ragas!"

"Sudah retak, ngapain dikhawatirkan?" Jawaban paling mindblowing didapati Kashi dari Dante. "Intinya, aku malas mencari kandidat yang baru. Lagipula, Ragas tidak akan kulepaskan untuk perempuan sepertimu."

Perempuan sepertimu itu definisi perempuan yang seperti APA?!

Napas Kashi kontan memburu, seakan ingin memandikan Dante dengan aspal panas. "Pak," suaranya kala itu tersuara dengan nada rendah. "Minimal, jangan letakkan wanita sejajar dengan kaki bapak. Pak Dante lahir dari rahim seorang wanita juga."

"Salah, Kashi." Dante mengulas senyum tipis ketika mengatakannya. "Aku meletakkan KAMU sejajar dengan kakiku, bukan wanita lain apalagi ibuku. Puas dengan statemenku?"

Kalau Kashi tak ingat pentingnya tampak kuat di depan orang berego dewa seperti Dante, ia pasti akan menangis. Mulai sekarang, ia takkan menunduk pada Dante meski ia setuju untuk dijual.

"Mari perjelas kontraknya." Suara Kashi kian serak, tapi tersuara penuh dendam.

Dante menaikkan sebelah alisnya. "Kupikir, kamu akan menangis dan meraung seperti orang gila karena ucapanku."

"Mari perjelas kontraknya." Tatapan Kashi kala itu bahkan mampu menyaingi tajamnya tatapan Dante. "Biarkan aku tetap kuliah dan hidup dengan cara yang kumau."

Dante tertawa seakan ucapan Kashi terdengar konyol. "Padahal, aku datang untuk menanyakan kenapa kamu membuat sekretarisku trauma mengangkat teleponmu."

"Karena Anda." Kashi masih mempertahankan tatapan tajamnya.

Dante menahan senyumnya karena ia merasa Kashi mulai menarik. Menarik dalam artian takkan membuatnya bosan dalam pernikahan penuh kedok ini. "Asal hidup yang kamu mau tidak membuatku kehilangan kehormatan, terseret dalam isu, atau membuat nama baikku tercemar, lakukan saja. Biar kamu tidak bosan jadi pajangan."

Kashi, sabar. Ada konsep karma di muka bumi. Tenanglah, Kashi.

"Anda berencana mengenalkan saya di depan publik?"

"Untuk apa? Aku tidak seeffort itu." Lalu, Dante tertawa setelah sederetan kalimat ketusnya. "Kamu akan kukenalkan pada kolegaku, pada pesaing bisnisku, pada acara-acara dan undangan resmi. Kalau seandainya namamu diketahui publik, itu ulah mereka. Aku tidak melakukannya dengan sengaja, aku memang memancing mereka untuk melakukannya."

Kashi sempat terpejam sesaat sebelum kesabarannya menguap habis. Pernikahannya sebentar lagi, sengsaranya sebentar lagi.

Waktunya tidak banyak untuk menyelamatkan sisa hidupnya sendiri.

"Berapa banyak uang yang bisa Anda berikan pada saya setiap bulannya?"

Jika tadinya Dante cuma menertawai Kashi, kali ini lain, ia menatapnya penuh tanya. Meski begitu, ekspresinya tetap terkontrol dengan baik. "Berapa banyak yang kamu mau?"

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang