72. Dante Menyelamatkan Hosea

68 12 0
                                    

Mereka, Hosea dan Ragas, berada di bangsal yang berdampingan. Ragas tak lagi tampak sekarat, kakinya naik di kursi tunggu meski tangannya sudah ditancapi selang infus.

Lain cerita dengan Hosea. Lelahnya Hosea itu ... ganda. Ia sering pejam di atas bangsalnya sendiri, tanpa bicara apa-apa lagi. Makan siangnya masih ia diamkan, belum disentuh.

Hosea tidak membiarkan Fiona tau keadaannya meskipun teror di ponselnya tak kunjung berhenti.

"Siapa, Se?" Ragas melongokkan kepalanya di antara tirai yang sengaja ditutup Hosea karena Hosea malas melihatnya. Ragas mendengar ponsel Hosea bergetar ratusan kali.

Hosea meliriknya dengan muka galak sebelum kembali melempar ponselnya itu. "Nyokap."

Ragas sempat diam. Lalu, ia menatap piring makan siang Hosea yang masih belum tersentuh. Padahal, sebentar lagi, perawat akan mengangkutnya ....

"Tangan lo lumpuh, kah?"

"Maksud lo apa, Sialan--sshh." Hosea mengerang karena mulut bagian dalamnya robek besar. Gara-gara Ragas ... Bocah sinting yang lehernya ia cekik itu ....

"Itu kena sial, Se. Lo maki-maki orang terus, sih." Ragas menarik tiang infusnya dan duduk di samping Hosea. Lalu, ia mengambil piring makan siang Hosea dan mengulurkan satu suapan padanya.

Upaya yang membuat mata Hosea nyaris keluar dari tempatnya.

"Najis," ia memaki kasar, meski tau jika mulutnya itu sedang tak bisa diajak kompromi untuk banyak bicara. Maksud Hosea yang sebenarnya adalah, ia bingung harus makan dengan cara apa karena mulutnya memang sakit.

Mana ahli gizinya? Biar ia hajar. Minimal, ia diberi makanan yang lebih halus.

"Se, mau gue kunyahin dulu nggak?"

"Enyah lo, Sialan. Enyah." Hosea menatapnya dengan wajah horor. Najis besar. "Jijik gue."

Interaksi mereka itu terdistraksi ketika seseorang datang. Itu ... Amadeo Andante Haven.

Tirai Hosea yang disibak Ragas membuat mereka bertiga saling bersitatap tanpa penghalang apa-apa. Terlebih Hosea dengan Dante. Dante tak langsung mengucapkan sesuatu, ia mematung lebih dulu.

Hosea Reiga.

"Papa?!" Pekikan Ragas itulah yang akhirnya memecah hening. Mereka bertemu dalam keadaan sudah sama-sama diinfus, sama-sama sakit. "Papa kenapa?" Ragas sudah lebih penuh cinta dibanding dulu.

Kashi, lihatlah ... ini bagian dari harapanmu, kan? Tapi kenapa kamu tak kunjung pulang? Batin Dante.

"Tidak, kamu yang kenapa." Dante membalikkan situasi mereka. Sebab yang mengejutkan memang Ragas. Kondisinya sudah buruk sejak awal, tapi kabar sakitnya Ragas mengagetkannya karena tanpa tanda. "Pertikaian apa ini?"

Ragas sempat menatap luka-lukanya sebelum menatap Hosea. Alih-alih menjawab soal kronologi sampai ia mendapatkan semua luka itu, ia justru mengatakan, "Pa, dia--"

"Hosea."

Jawaban Dante yang memotong kalimat Ragas itu membuat Hosea mendongak ke arah lelaki itu, lelakinya Kashi.

"Aku tau."

Hening.

Ragas jadi bingung dengan situasi ini. Lalu, tiba-tiba saja, Dante duduk di samping Hosea, menggantikan posisi Ragas yang berdiri setelah mendengar suara pintu yang terbuka tadi.

"Dosa apa yang dilakukan Fiona padamu?"

Hawa dari pertanyaan itu begitu dingin, layaknya es abadi. Mata Hosea seakan terpatri, terpenjara dalam suara bariton Dante yang selalu mengintimidasi lawan bicaranya.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang