15. Kehamilan?

109 14 2
                                    

Ujung perkara pembicaraan antara Jaden dan Kashi soal Dante kemarin diakhiri sepihak oleh Rhea. Ngeri-ngeri sedep mendengarnya. Apalagi, setelah ia mendengar bahwa Dante dan Jaden adalah rival bisnis, ia makin getol mengomeli Kashi untuk tidak berperilaku sembrono.

Tau sih kalau Dante itu super menyebalkan, tapi siapa yang akan menanggung konsekuensi jika Kashi salah gerak? Kashi juga. Dante bisa-bisa saja menebasnya. Gampang, enteng, tanpa pikir panjang. Sampai saat ini kan, ia masih menganggap Kashi tokek tak bernilai yang nemplok di dinding polos rumahnya.

Lalu, hari-hari selanjutnya berjalan dengan cara yang lebih menyebalkan lagi.

"Nanti, teman-temanku akan mengadakan night party di beach club. Dandan yang cantik dan tolong jangan mengecewakanku dengan tingkah sembronomu itu, yang datang perlente kelas atas dari kalangan bisnis."

Berisik.

Kashi cuma melirik tajam Dante. Ia agak dendam kesumat karena lagi-lagi dijadikan budak dalam selimut. Mana ular yang jadi lawan mainnya besar pula. Alhasil, ia mual sampai pagi.

"Ya." Cuma itu jawabannya, jutek. Pun, hari ini, ia akan menghadapi kuis yang terkenal super sulit karena jarang ada mahasiswa yang keluar kelas dengan nilai di atas enam puluh.

Alis Dante kontan naik sebelah. "Sakit gigi ya kamu?"

"Sakit hati." Seminggu terakhir ini, Kashi lebih jujur dan lebih nyolot dibanding hari-hari biasanya.

Ragas tiba-tiba saja memunculkan batang hidungnya. Semalam, ia pulang ke rumah pasca mabuk-mabukan seperti biasa. Oh, dia diantar Zade dan Ace. Kashi mengintip dari jendela. Well, ia kenal dengan dua teman Ragas yang punya titel begundal itu. Mereka agak bajingan meskipun Ace-Ace ini mirip bocah.

Bocah setan maksudnya.

Pergaulan Ragas mulai tidak beres belakangan ini.

"Jangan suka pulang di atas jam dua dua pagi," ucap Kashi sambil meletakkan sepiring toast yang langsung dilempar Ragas sampai piringnya pecah berkeping-keping.

"Kenapa, sih?!" Entahlah, Kashi jadi sering sensi dan ia berusaha memberanikan diri di beberapa situasi. "Aku mengatakan itu biar hidupmu tidak hancur."

"LO UDAH NGEHANCURIN HIDUP GUE, SIALAN!"

Dante? Dia cuma menontonnya dengan ekspresi datar sambil menyilangkan kaki. Definisi yang paling bajingan itu sebenarnya adalah dia, Ragas ini diibaratkan turunannya saja.

Ragas pergi tak lama kemudian. Lenyap begitu saja setelah melewati pintu dengan wajah murka. Dia benci sekali dengan Kashi.

"PAK, DIA ITU ANAK BAPAK APA BUKAN?" Kashi benar-benar tak habis pikir. Semenjak ia menginjakkan kaki di rumah ini, ia tak melihat peran becus Dante dalam menjadi figur ayah. Ia terlalu diktator, keras, dan tak ingin mengerti orang lain.

"Siapa suruh mengusiknya? Dan apa-apaan dengan nada bicaramu? Bicara yang benar."

GILA.

~

"Pagi hari lo kali ini penuh ujian hidup ya, Shi?" Rhea sangat memahami alasan di balik sepetnya muka Kashi. Dante dan Ragas, apalagi?

Selain itu, rumor yang mengatakan bahwa ia menyelingkuhi Ragas dengan tidur dengan pria bangkotan juga tak kunjung mereda, malah makin parah saja. Seolah ditaburi garam dan merica agar makin gurih, makin panas, dan makin mengundang rujakan.

Kashi sering merasa bahwa ia diposisikan seperti tai di sini. Oke, tai mungkin pengandaian yang cukup kasar dan menjijikkan, tapi nama Kashi benar-benar muncul sebagai headline dengan julukan murahan di belakangnya.

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang