14. Mencari Sekutu

114 13 0
                                    

Kashi menatapi ceceran bajunya dan alat kontrasepsi bekas pakai itu dengan tatapan nanar. Lagi-lagi seks. Buntut dari kesalahan yang sama sekali tak ia akui sebagai dosa.

Dante itu sebenarnya MAKHLUK APA?!

Ia tak berhenti meski Kashi tremor dari ujung kepala sampai kuku kaki. Kashi menangis, mengamuk. Traumanya bangkit secara gila-gilaan, tapi Dante justru merubah genre permainan mereka jadi rough. Orang sinting.

"Kenapa tidak menyewa pelacur?!" Kashi tak pernah seberani itu, bahkan di urusan ranjang pertama mereka yang penuh luka. Tapi, kali ini, ia KESAKITAN.

"Loh? Kamu pikir ... kamu itu apa?"

Sesaknya Kashi membuncah, memenuhi rongga dada. Ia meremas sprei sampai telapak tangannya terasa perih. Menahan tangis yang demi Tuhan, tak ingin ia tunjukkan di depan arogansi Dante.

Itu akan membuat ego otoriternya kenyang.

"Jangan lupa minum obat pencegah kehamilannya. Itu levonorgestrel kontrasepsi darurat yang mahal, kupersiapkan khusus agar kamu tak kerepotan di masa studimu. Lihat? Aku menyayangimu, kan?"

Lalu, Dante tertawa setelah mengatakannya.

Sinting, sinting, SINTING.

TAKKAN KUMINUM, SIALAN. Biar aku mengandung sekalian. Lalu, ketika kamu mulai mencintai anakmu, akan kubawa dia kabur sampai kamu tidak akan bisa mengusut keberadaannya. BRENGSEK.

Nalar Kashi kabur dalam lautan dendam. Rasa-rasanya, ketampanan Dante itu percuma karena otaknya konslet. Wanita waras takkan betah berlama-lama di dekatnya.

Dante berbalik tenang sambil memakai kemejanya lagi. Seolah tak terjadi apapun, seolah ia tidak habis melukai anak perempuan orang, seolah remuknya Kashi adalah fatamorgana.

"Kalau sampai kamu jatuh hati padaku, akan kupatahkan hatimu sampai jadi seribu bagian," desis Kashi, tak ada lagi Anda dan saya. Kashi membangun dialognya untuk mengimbangi aura dominan Dante.

"Dare me." Lalu, Dante tertawa lagi. "Sejak kamu menikah denganku, kontrakmu di sisiku berlaku selamanya. Kamu tidak akan bisa lari, bahkan ke pelukan lelaki manapun termasuk ayahmu sendiri."

"KALAU AKU BISA, KAMU MAU APA?"

Posesif, obsesif. Dante selalu merantai semua yang ada di bawah label kepemilikannya, serendah apapun ia memposisikannya. "Akan kubunuh kamu dan lelakimu."

~

Pagi kembali datang menyinggahi kediaman Haven yang berukuran raksasa. Kashi tampil cukup elegan kala itu, hal itu sukses membuat Dante mengernyit di jam masuk kantornya karena dress yang Kashi kenakan.

"Sedang berusaha untuk menutupi apa?" Dante sengaja menurunkan kerah Kashi dan melepas kancing teratasnya untuk kembali mengingatkan Kashi soal keberingasan semalam yang menjejak di tubuh Kashi.

Demi Tuhan, jejak-jejak itu seperti bekas pukulan. Alih-alih kissmark.

"Menjauh dariku," ucapnya berani. Pun, sebagai deklarasi kalau ia melepas keformalan saya-Anda di antara mereka.

Ketika seorang partisipan lain bergabung ke meja, Kashi kontan terperangah.

"Ragas."

Ragas muncul dengan wajah kucel dan acak-acakan. Ia terlihat tak ingin duduk di meja makan, tapi ia harus. Dante memaksanya.

"Selamat pagi, Anak Laki-lakiku. Jangan lupa sarapan." Dante menyapa dengan nada bicara yang MENGERIKAN. "Jangan lupakan hukumanmu setelah kesalahan semalam."

Ragas membanting peralatan makannya. "AKU BIKIN SALAH APA SAMA PAPA?!"

"Banyak." Dante mengunci tatapan predatornya. "Tolong duduk dengan tenang. Setelah ini, papa mau bicara dulu denganmu. Biar kamu sadar di mana letak kesalahanmu."

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang