42. Runtuh

88 13 0
                                    

Siapa sangka jika Kashi, Rhea, dan Jaden akan berakhir semeja di suatu kafe eksklusif.

Jaden mengiming-imingi mereka soal informasi Hosea karena Rhea langsung menyerangnya dengan pertanyaan soal lelakinya itu begitu mereka bertemu.

Kashi duduk gelisah di kursinya. Dahi dan pelipisnya yang kena cakar itu beberapa kali menyentuh meja, ia bentur-benturkan.

"Kenapa? Kamu takut ya kalau mata-mata Dante melihat kita, hm?"

Kashi sempat mendongak, dagunya masih bertumpu di meja. Lalu, ia menggeleng sambil memegang strawberry parfaitnya.

Jaden tertawa lucu. Ia makin getol mendekati Kashi, membuat cewek itu merinding, tapi Rhea memang punya urusan dengannya. Jadi, bagaimana lagi?

"Katanya, kalau aku dan Kashi mau duduk denganmu, kamu akan menceritakan asal-usul Hosea!" seru Rhea sambil melotot pada Jaden.

"Eh?" Jaden yang kala itu baru saja menemui teman-temannya yang jadi akademisi dan lagi-lagi memenuhi panggilan dosen tamu, tersenyum. "Anak adopsi," ucapnya, membuat Rhea dan Kashi saling pandang, terperangah.

Setelah itu, Jaden bicara soal obsesi Fiona membuat Hosea sama persis dengan Ragas. Baik perilaku maupun cara mereka berpakaian. Sialnya, Hosea itu terlalu keras kepala dan penentang.

"Oh, wajar kalau Ragas dan Dante nggak tau!" celetuk Kashi sambil mengangguk-angguk.

"Kalau tau bisa runyam loh," jawab Jaden. Lalu, lelaki itu tertawa dengan nada yang ganjil.

Kashi tidak bisa memahaminya. Ia, yang awalnya OGAH duduk semeja dengan Jaden tapi berakhir tatap-tapapan dengan lelaki itu karena Rhea membujuknya, mengernyit. "Kenapa?"

"Hmm, keberadaan Hosea itu membuktikan kalau Fiona terluka dalam. Artinya, dia belum ikhlas Ragas berpisah darinya," jawab Jaden, masih dengan senyum mengerikan yang terpatri di wajahnya. "Kalau Dante masih bawa rasa dan bersimpati, gimana? Nanti ... kamu ke mana kalau dia tau Fiona semenderita itu?" tanyanya, memancing Kashi.

Kashi menatapnya sarat akan permusuhan. "Dante bisa membawa Fiona kalau dia mau! Tapi dia nggak membawanya, tuh. Mereka nggak pernah bertemu lagi," ucapnya, sambil melotot.

"Pft, percaya diri sekali."

Disenggol-senggol seperti itu membuat Kashi melebarkan pupilnya. "Kalau gitu, beritahu aku apa yang terjadi dengan mereka di masa lalu biar aku paham!"

Muka Jaden bergulir ke sorot terliciknya. "Aku cuma sepakat memberi informasi soal Hosea. Kalau mau tau soal itu juga, larilah dari Dante dan jadi milikku dulu."

Pelototan Kashi makin lebar. Sementara Rhea tertunduk sambil menautkan jemarinya. "Hosea itu ... sakit?"

Jaden menoleh padanya. "Sakit mental. Yaa, kamu berharap anak yang melihat ayah dan ibunya saling tikam di depan mata itu punya psikis yang senormal apa?" tanyanya. "Aku penasaran, dari mana kamu punya asumsi kalau Hosea bukan anak kandung Fiona sebelum kuberi tahu?"

"Karena ketika aku tanya masa kecil Hosea, selucu apa wujudnya ketika dia lahir, Bu Fiona tidak menjawabnya seperti jawaban seorang ibu."

"Oh, kamu selicik Kashi ternyata."

"Sial, aku lagi!" Kashi tak henti-hentinya pasang urat di depan Jaden. "Hosea itu ... sakit apa?"

"Entah, skizo? Paranoid? Aku juga nggak tau pasti," jawabnya. "Dia cuma berhalusinasi."

"Itu ... bukan cuma." Rhea menyuarakan kalimat itu dalam nada yang mematikan, masih dalam posisi menunduk. Kedua tangannya terkepal. Lantas, ia bertanya, "Kenapa tidak menyelamatkannya padahal kamu bisa melakukannya?"

Mr. CEO, Kapan Cintaku Berbalas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang