Chap 3. Perubahan

1.7K 44 19
                                    

"Ha!" Tiyas kaget dengan ucapan dokter, begitu pula juga aku yang merasa bingung.

Kecuali papa dan mama yang cuma diam saja.

"Jadi ibu dan bapak sudah tau?" Lanjut dokter.

"Iya dok, sebenarnya anak kami dulu waktu lahir dia itu perempuan, tapi setelah beberapa hari tiba-tiba ada burung yang hinggap di sarang, kami awalnya bingung tapi akhirnya kami menerimanya." Ucap mamaku.

"Haa! Aaa apppa iiini cerita apa ma?" Aku tidak bisa menahan diri untuk berkata.

"Eh, agus, kamu bangun?"

"Ma, apa maksud mama, aku laki-laki ma, dadaku rata, aku punya burung, mana mungkin aku perempuan." Aku tidak terima dengan pernyataan mereka.

Melihatku demikian, dokter pun melanjutkan penjelasannya.

"Ketika kami periksa, ternyata organ dalam pasien itu milik perempuan, agus memiliki pabrik anak didalamnya, saya yakin agus tidak pernah keluar sperma, karena memang alat reproduksi laki-lakinya itu tidak berfungsi, agus memang memiliki banyak hormon pria, namun akibat racun yang ada membuat hormon prianya perlahan mati dan tergantikan dengan hormon wanita, mungkin agus badanya panas karena efek itu, mungkin bebrapa bulan atau tahun lagi agus akan menjadi perempan seutuhnya." Lanjut dokter.

Aku lihat papa dan mama cuma saling pandang, Tiyas hanya terlihat bingung.

"Apa apaan ini, aku laki-laki kan ma?"

"Gus, dengerin mama ya......"

"Aah." Sebelum mama melanjutkan ucapanya, aku kembali merasa sangat pusing.

.

Agus kembali pingsan, pihak keluarga masih setia mengawasi, dan pihak dokter masih mencari solusi, kebingungan terus melanda mereka, sampai mereka sadari ada yang aneh dengan tubuh Agus.

Setelah seminggu pingsan, tubuh Agus perlahan terlihat menjadi seperti perempuan, pipinya tembem karena banyak tidur namun menjadi semakin putih dan halus, dadanya terlihat tumbuh gumpalan seperti anak baru menstruasi, pinggul lebih melebar.

"Ma, lihat deh, kakak kok terlihat semakin mirip cewek ya."

"Iya, dia semakin mirip kamu, apalagi dengan dada kecil itu."

"Eh mama!"

Agus perlahan mulai mendapat kesadaran kembali karena mendengar kebisingan.

"Mmm."

"Kamu bangun nak."

"Aku pengen pipis." Suara Agus terdengar lebih tinggi dari biasanya.

"Oh, mau dicorong atau mau ke kamar mandi?" Ucap Raji

"Aku susah bangun pa, jadi dicorong aja." Ucap Agus.

Mendengar itu, papa raji mengambil corong di kamar mandi dan dikasihkan ke Agus, para perempuan jaga pandangan dan agus segera memakainya.

"Lho, burungku kok kecil sekali, ini mah cuma tiga biji bukan lagi telur dan pisang." Kaget agus.

"Iya lho." Papa raji juga bingung.

Namun itu tidak terlalu dipedulikan, setelah agus pipis agus makan makanan yang disediakan dokter sekaligus pemeriksaan.

"Ini mah sebentar lagi agus bakal jadi full perempuan pak, bu." Ucap dokter.

"Ooh gitu ya."

"Ha, kok gini, ma aku gak mau jadi perempuan, aku laki-laki ma." Ucap agus yang panik.

Mama dan papa pun mencoba untuk menenangkan agus.

"Nak, kamu harus ikhlas, kamu itu dulu lahirnya perempuan, kamu juga punya rahim untuk ditanam benih."

"Gak! aku gak mau!...aduh." Semakin agus emosi semakin membuatnya menderita, agus kembali merasa sangat pusing.

"Ini kenapa dok, kenapa anak kami setiap bangun pasti merasa pusing?"

"Tenang saja pak, pasien cuma sedang mengalami perubahan, itu adalah efek samping dari feminimisme, saya yakin agus akan sehat kembali setelah perubahannya selesai."

"Oh gitu ya dok."

Agus yang mendengar itu hanya merasa frustasi dibuatnya, panas dan pusing yang melanda membuat agus mudah sekali pingsan.

Kini agus mendapati perubahan terakhirnya, di pingsan kali ini agus kembali pingsan selama seminggu.

Karena hormon wanita sudah menguasai tubuhnya, selama sekitar satu bulan ini rambutnya tumbuh cepat, kini panjang rambutnya sudah melebihi telinga, wajahnya semakin cantik antara mirip mama dan adiknya, bahunya menyusut dan nutrisinya turun ke dada membuat buah itu semakin tumbuh meski belum besar, pinggulnya semakin melebar, jari-jarinya semakin lentik.

Perubahan terlihat sudah sampai puncaknya, Agus kini dilihat dari manapun tidak ada yang terlihat seperti laki-laki, siapapun yang melihatnya pasti tau kalau dia adalah seorang perempuan, meskipun dengan penampilan tombi karena rambut baru sebahu.

"Agus sepertinya sudah bukan laki-laki lagi pa, kita sudah kehilangan anak laki-laki, coba papa cek apa burungnya masih ada." Ucap Desti.

"Ha, mending mama aja yang jek, dilihat dari penampilanya sepertinya hanya tinggal sarang deh ma."

Akhirnya desti mengecek isi celana agus, dan ternyata.

"Wih iya pa, burungnya sudah terbang."

"Kita siapkan nama baru untuk agus gimana."

"Agus kan karena dia lahir dibulan agustus, jadi jangan jauh-jauh dari itu."

"Oke, bulan agustus, wulan? Agus? Agustina wulandari?"

"Wah oke itu pa."

"Papa sama mama kenapa si, kan kakak belum bangun juga, malah asik sendiri, kan kalian kehilangan anak laki-laki." Ucap Tiyas.

"Iya sih, nanti adikmu semoga saja laki-laki ya, tapi kamu sebenarnya seneng kan kalau kakamu jadi cewek."

"Iya sih ma, onii-chan itu suka ngebuli adiknya, suka rusuh, jadi kalau onii jadi onee mungkin bakal menyayangiku, hihi, adek menantikan main bareng onee-chan."

"Apa itu onii dan onee, sejak kapan adek jadi wibu."

"eeeengh." Tiba-tiba terdengar desahan.

"eh, kakak bangun ma."

"Iya cuy."

Agus pun membuka mata, kini adalah hari tepat agus memulai hidupnya sebagai orang baru.
.

.

.

Bersambung...

Bukan Agus tapi AgustinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang