Chap 8. Teman Baru

789 28 0
                                    

Dulu waktu masih SMP.

Aku sedang duduk bersama temanku di kantin, kami ngobrol mengenai banyak hal, salah satunya tentang cewek idaman, sebagian dari mereka menyukai yang asetnya besar, aku tidak bisa mengimbangi obrolan mereka dan entah kenapa justru aku merasa risih.

'Apaan dah ni anak.'

Kemudian aku melihat kelompok cewek yang sedang jajan sambil ngobrol di kantin, mereka terlihat gembira dengan apa yang sedang dibicarakan.

'Kira-kira apa yang sedang mereka bicarakan ya.'

Entah kenapa aku berfikir untuk berbaur dengan mereka, bukan untuk menggoda atau mengganggu mereka, tapi memang ingin berbaur dan bergaul dengan mereka.

Kembali waktu sekarang.

Aku bersama Lilis sedang duduk di kantin, aku masih bingung bagaimana mau mesen apalagi lilis juga diem duduk saja.

"Bentar ya, kita tunggu yang lain dulu." Ucapnya.

"Siapa."

Selang beberapa menit datang dua cewek yang menghampiri kami dan duduk di meja kami, tampilan mereka terlihat tidak jauh berbeda dari lilis, ya, mereka juga kek cabe-cabean.

"Baru dateng kalian." Ucap lilis.

"Iya nih, kesel banget tau gak, baru masuk kelas udah dimarahin sama bu dewi sampe bikin muka gue blepotan."

"Lu sih make make up tebel banget... Oh ya ini kawan baru kita, namanya agustina." Ucap lilis sambil memegang pundakku.

"Ooo, asik nih, salam kenal ya, namaku resti." Ucap si tinggi dan make up tebel, asetnya lumayan besar.

"Aku Afti, gak nyangka kita dapet teman baru." Ucap anak satunya, badan dia kaya papan cucian, tidak terlalu tinggi, tapi dia cantik dan juga terlihat galak.

"U ane agustina, emang susah ya cari teman di sini." Tanyaku.

"Nggak si, cuman kan SMA ini kebanyakan anak dari SMP yang sama, dan waktu SMP kita udah terkenal berandalan, padahal kan nggak ya, kita sampe ditakuti anak lain." Ucap resti.

Aku melihat mereka dan berkomentar dalam hati, namun ternyata tanpa sadar suaraku keluar.

"Ya jelas kan kalian beda dari yang lain, pake cat kuku, pake rok ketat, jilbab disampir kebelakang terus kerah dibuka, kalo ngomong keras."

"Elah gustin, justru kamu yang paling bar-bar, tidak pakai jilbab, karahmu juga dibuka tu."

Aku mengamati penampilanku ternyata benar apa kata mereka, ternyata kebiasaanku waktu cowok masih ada.

"Hehe, sama aja ternyata."

"Haha, emang cocok kau jadi kawan kita."

"Eh tunggu, itu ada si cupu." Resti melihat erlin yang hendak membeli jajan.

"Hey erlin kemari." Panggil Resti.

Seolah sudah terbiasa, erlin tanpa bingung menghampiri kami.

"Belikan kami soto ya, 4 porsi." Lanjut Resti.

"Iya." Erlin mengiyakan kemudian pergi setelah sekilas melirikku.

'Hadeh, kayaknya aku tau alasan kenapa mereka gak banyak teman.'

Setelah beberapa saat datanglah soto kami, karena lapar aku segera makan mereka, tak kusangka soto di sini lebih enak daripada di semarang.

"Hey lihat itu, dari tadi si rizal liatin kita mulu, apa ada yang salah."

"Nggak mungkin lah, dia pasti cuma liatin gustin, dia kan suka sama gustin." Lilis yang sekelas denganku pasti paham, Ucapan lilis membuat soto di mulutku muncrat.

"Hey kau cum di mukaku."

"Lagian kau ngomong apa sih, palingan kan dia cuma suka gombal aja." Ucapku.

"Eh, jadi beneran dia suka sama gustin."

"Iya lo, tumben-tumben kan si rizal ganjen gitu, padahal biasanya dideketin cuma diem aja."

"Kamu beruntung tina, dia itu susah banget kalo masalah cewek, kita aja udah pernah ditolak sama dia, kecuali Lilis."

"Kalian ngomong apa si, aku nggak tertarik sama dia." Aku tetap bersikukuh.

"Hee~, bukanya tadi pagi lu mau duduk di sebelah rizal." Aku mengingat kejadian tadi pagi, tak kusangka Lilis akan membocorkan aibku, jelas aku sangat malu, tanpa sadar pipiku merona.

"Haha, kukira kamu anak tomboi, ternyata sama aja kayak cewek pada umumnya."

"Iiih, ternyata imut juga kamu kalau lagi malu, haha."

"Heyy!!" Bentakku.

"Cie manyun."

Aaagh, aku semakin tidak betah duduk bareng mereka, aku ingin segera pergi masuk kelas.

"Udah ah, aku mau masuk kelas." Aku berdiri kemudian mencari uang di saku, saku baju kukorek ternyata kosong, saku rok kukorek ternyata kosong juga.

"Lah, mana." Kucoba ulangi lagi ternyata memang tidak ada.

"Ada apa Tin?"

"Sial, keknya uang gue ketinggalan."

Kawan baruku mau berkata entah apa, namun tidak jadi karena kita kedatangan orang, ya, seolah mendengar keluhanku rizal menghampiri meja kami.

"Aku boleh gabung gak."

"Boleh kok." Lilis, resti dan afti menjawab bersama, kecuali aku yang diam menggerutu.

"Tapi kau yang bayar tagihan kami." Ucapku dengan kesal.

"Boleh kok gak papa." Jawab rizal sambil tersenyum padaku.

Aku yang merasa bahagia karena mendapat pertolongan hampir saja aku ikut tersenyum padanya,  aku segera membuang muka dengan harap wajahku masih biasa-biasa saja.

"Terimakasih ya maaas~" Ucap Lilis dengan nada manja.

"Hahaha."

.

.

.

Bersambung....

Bukan Agus tapi AgustinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang