Chap 18. Main ke Rumahku

600 37 12
                                    

Sampai di depan sekolah aku minta diturunkan supaya tidak dilihat orang lain, tapi ternyata rizal tidak peduli dan tetap membawaku ke parkiran.

"Hey, harusnya aku turun didepan, ntar kalau ada yang curiga gimana si."

"Ya biar lah, ngapain orang lain ikut campur urusan kita."

"Ihh kau ya."

Aku turun dari motor kemudian segera masuk ke kelas meninggalkan rizal yang masih di parkiran.

Kukira tidak ada yang melihat kami, ternyata sampai di kelas aku di introgasi sama kawanku.

"Tin, kok lu kemarin gak masuk sama rizal, eh sekarang kalian berangkat bareng, ada apa gerangan ini?" Tanya Lilis.

Oh hatiku sungguh gawat, aku belum menyiapkan alasan untuk itu, aku pikir menjawab sesuai intruksi dari mama andin.

"Emang ada apa si, cuma berangkat bareng juga."

"Eeh, lu jangan main rahasia sama kami ya." Ucap resti.

"Emang apaan si, kan emang gada apa-apa."

"Bener?"

"Yaa, se sebenarnya dia itu abangku." Aku ingat ucapan mama.

"Abang?" Lilis, resti dan afti saling pandang dengan bingung.

"I iya emang."

"Ooh, yaudah, nanti kita main ke rumah lu ya tin, kan selama ini belum pernah ntu main ke rumah lu."

Aku pikir memang demikian, tapi bagaimana jika mereka tau aku di rumah rizal bukan sebagai saudara.

"Eh, nggak minggu depan aja, soalnya ee, orang tuaku sedang sibuk."

"Bukanya itu bagus, jadi di rumah lu kita bisa lebih bebas yakan."

"Iya, selama ini kita sudah bergilir, masa kita gak boleh main ke rumah lu." Ucap Afti.

Aku tidak ingin dicap sebagai teman yang pelit, memang benar selama ini aku sering main ke rumah mereka tapi belum pernah mengajak mereka ke rumahku, ingin ku menolak tapi malu.

"Yaudah nanti kita kerumahku." Ucapku, kupikir tidak apa-apa mengajak mereka, mungkin saja mereka percaya aku adiknya rizal, kan mama andin yang memberi saran, pasti nanti mama andin akan membantu, jadi aman saja.

Sekolah berjalan sebagaimana biasanya, pelajaran berjalan lancar sampai tiba waktu kami untuk istirahat, kali ini kawanku mengajak ke kantin karena jenuh di kelas.

"Eh kok duit gue gak ada." Kurogoh saku baju kosong, saku rok juga kosong.

"Eh, emang jatuh?"

"Ee, itu, kayaknya gue lupa minta hehe, kalian aja dah ke kantin, aku disini aja."

"Gak papa kali, nanti pakai uangku dulu, kalau nggak kenapa gak minta aja sama rizal."

Oh iya, aku baru ngeh, aku tertegun sejenak mendengarnya, bukanya wajar saja aku minta duit sama rizal, lagian sama siapa lagi kan aku tinggal jauh sama papa raji.

Aku menghadap rizal yang duduk di belakangku, kemudian menyodorkan tangan.

"Duit." Ucapku.

"Duit adalah alat penukar barang." Ucap rizal.

"Iya aku tau, jadi aku minta duit, soalnya mama gak ngasih."

"Yang bener dong mintanya, masa gitu."

"Udah sini." Daripada ladeni rizal yang minta aneh-aneh, aku segera merebut saku baju rizal dan mengambil uang di dalamnya, ternyata lumayan ada uang 50 ribu.

"Buatku ya, terimakasih." Aku segera pergi ke kantin dengan kawanku.

"Tumben lu sama rizal manggilnya aku kamu."

"Eh."

Entah kenapa kurasa tiga kawanku hari ini mukanya terlihat horor, mereka sering kali memperhatikanku dengan diam, merinding ku dibuatnya.

Sesuai rencana, pulang sekolah kami ke rumahku, oh maksudku rumah rizal, karena kalau pulang ke rumah  tiyas nanti bakal diusir mama.

Aku pulang seperti biasa naik mobil sama kawanku, naik mobilnya lilis, tentu saja aku sudah bilang sama rizal yang sedang rapat osis.

Karena mereka belum tau letak rumahku, jadi aku menuntun lilis jalanya, sampainya di depan rumah kami turun dari mobil.

"Ini?" Ucap Lilis.

"Iya."

"Bukanya ini rumah rizal."

'Waduh, kok mereka tau si, apa akunya saja yang terlalu goblok.'

"Ee, ituu, kan aku sudah bilang kalau rizal abangku." Ucapku.

Saat kami sedang berbincang muncul mama andin yang keluar dari rumah.

"Eeeh, kok ramai." Ucap mama.

"Assalamu'alaikum, aku pulang ma." Aku salim sama mama andin, kawanku juga mengikutiku.

"Wa'alaikum salam, Kok tumben lilis main ke rumah bude lagi." Ucap mama andin.

"Hehe, iya ni bude, soalnya kan lilis sudah besar, jadi gak mungkin main sama rizal terus, dan sebenarnya kami mau main sama gustin bude, eh malah kemari."

"Eh." Aku terkaget dengan interaksi mereka, apa? Bude?

"Oh ya bude, kok gustin manggil bude mama, sejak kapan bude punya anak lagi, kok aku baru tahu."

Mereka berempat cuma bingung melihatku, seolah aku seorang bermasalah.

'Mampus.'

.

.

.

Bersambung....

Maaf ya gy , kemaren gak up soalnya sibuk jadi abdi negara.

Tetap stay n kasih vote ygy.

Bukan Agus tapi AgustinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang