Aku membuka mata, kurasa badanku kok berat, kulihat ternyata ada tangan rizal yang sedang merangkulku, bahkan dia menghadap padaku.
"Astaghfirullah, bikin kaget aja, KTP aja belum punya udah tidur sama lawan jenis."
Segera aku menyingkirkannya, namun karena banyak gerak membuat dia terbangun.
"Selamat pagi sayang."
Berapa kalipun ia memanggilku begitu, masih aja aku merasa kesal mendengarnya, membuatku garuk-garuk kepala dengan keras.
"Menyingkir, lu berat."
"Masa gitu bilangnya."
Aku tidak ingin memperpanjang masalah, jadi aku turuti aja kemauannya.
"MAAS, bangun ya, kan sudah subuh."
"Oke sayang, kita jama'ah yuk."
Setelah rizal menyingkirkan tanganya, aku merasa perutku sedikit perih, dan ada juga sedikit bau anyir, kupikir itu hal biasa, namun ketika aku menyibakkan selimut, aku terkejut dengan apa yang kulihat.
"Hah, darah? Kok ada darah? Lu tadi malam apain gue ya, aduh." Ucapku sambil memegang perut.
"Kok nyalahin aku sih, kan aku bukan pemaksa."
"Terus ini apa."
"Menstruasi mungkin."
"DEG"
'Menstruasi? Iya juga ya, bagaimana ini, kan ini pertamaku.'
"Terus aku gimana dong?" Tanyaku yang hanya membuat rizal bingung.
"Kok tanya aku sih, kan aku laki-laki mana tau."
"Ini juga pertama kaliku tau."
"Hah, pertama kali?"
"Iya."
"Yaudah aku panggil mama dulu."
Aku loading sebentar, kemudian ingat jika mama tau mungkin ini memalukan, jadi aku hendak menghentikan rizal namun dia pergi dulu.
"Tu tunggu, jangan beri tahu mama." Ucapku yang sudah tidak ia dengar, aku khawatir jika mama mertua banyak tanya, dan juga aku malu menceritakan ini.
Belum sampai lama rizal pergi, kini ia datang sama bu andin, membuatku tertunduk malu.
"Beneran tin, ini pertama kali kunjunganmu." Tanya mama mertua.
"I iya ma, aku tidak tau harus bagaimana."
"Haduh, apa mamamu tidak mengajarimu."
"Mungkin mama lupa ma."
"Mmm, apa kamu kelewat tomboi ya, sampai telat menstruasi, kamu memang cocok sama rizal yang juga telat puber, haha."
Mendengar ketawa mama andin membuatku tenang, namun juga agak gimana gitu dibilang cocok sama rizal.
Setelah mama andin tau keluhku, ia pun mengajariku tentang tamu bulanan, mulai dari macam-macam pembalut, kegunaan dan juga cara pakainya, aku turuti semua itu dan ternyata sangat mudah, hanya saja rasanya aneh gitu harus memakai benda sakral milik cewek.
"Ini, kamu juga harus bawa ganti untuk nanti ya, pulang sekolah kamu juga lebih baik beli sendiri sama rizal."
"Sama rizal ya ma."
"Kalau dirumah jangan panggil pakai nama saja, tidak baik lho."
"Sama mas rizal ya ma."
"Iya lah."
"Katanya beli sendiri ma, kok sama rizal."
"Aduh, biasanya PMS itu suka marah-marah sendiri, kok malah kamu yang bikin mama jengkel si."
"Hehe, maaf ma, cuman kan, gustin bisa pulang pergi sendiri, nanti apa kata anak-anak kalau kami bareng terus."
"Ya gak papa lah, bilang saja kalau kalian keluarga mungkin mereka berfikir kamu adiknya rizal, dan lagian emang kamu mau berangkat naik apa?"
"Yaaa, sama papa boleh kan ma, kan papa guru di sekolahku."
"Nggak boleh, kamu sama rizal saja, kalau nanti mama cemburu gimana dong."
"Ah mama, bilang saja biar gusti makin deket sama bang rizal."
"Itu tau, lho kok bang?"
"Katanya biar orang lain ngira aku adiknya bang rizal."
"Nggak boleh, kalau di rumah harus panggil mas, kalau di sekolah boleh saja panggil bang atau apapun itu."
"Yaah, iya deh."
Karena aku berhalangan jadi tidak jadi sholat, jadi aku membantu mama mertua untuk menyiapkan sarapan, sesuai resep mama mertua, aku memasak apa yang disukai keluarga, apa? ART? ,oooh masakan kami lebih enak daripada masakan ART, itu kata papa sama rizal.
Setelah kami menyiapkan makanan ternyata papa bowo sama rizal susah selesai sholat dan juga siap-siap, jadi kami sarapan bersama.
Setelah sarapan aku mandi dan juga pakai seragam, tidak lupa aku memakai jilbab sesuai perintah mama andin.
Selesai persiapan aku berangkat sekolah naik motor sama rizal.
"Eghm."
"Yang bener bawa motornya."
"Iya iya."
Aku akhirnya naik di belakang rizal, karena ini pakai motor sport yang tidak ada pegangan terpaksa aku pegang bajunya rizal.
"Tungkling." Suara hp terdengar, segera kubuka.
"Ay, kok lama gak chat aku sih."
"Maaf ay, beberapa hari ini aku sibuk, jadi gabisa bales chat kamu."
"Emang sibuk apa."
Sebentar aku berfikir mencari alasan.
"Itu, keluarga mamaku ada yang nikah, jadi aku harus bantu-bantu."
"Ooh, tapi kamu sehat kan."
"Ya, alhamdulillah sehat, kamu juga kan ay."
"Iya, alhamdulillah."
'Gimana ya cara aku bilangnya, aku kan cewek juga, gak mungkin aku meneruskan hubunganku dengan sari.'
"Ay, ada hal yang ingin aku bicarakan."
"Apa itu, kok kaya serius."
Aku hendak mengatakan kondisiku, namun tidak jadi karena rizal menghamburkan lamunanku.
"Kamu kok bisa cepet banget ya akrab sama mama, kukira kamu orangnya kolot."
"Yea, aku mudah berteman, kecuali sama orang kaya elu aja yang gak jelas sama suka ganggu orang aja."
"Aku turunin di semak-semak ni." Ancam rizal.
"Nggak nggak mas, ampun mas, jangan oke, kita harus ke sekolah."
"Nah gitu dong, hihi."
'Bgnast.'
.
.
.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Agus tapi Agustina
Romance"Ma, aku gak mau jadi cewek." itulah masa depanku. Sebelumnya namaku Agus, ketika SD aku dibuat mainan sma mamaku, aku didandani seperti anak cewek, dipakein rok dsb. ketika smp aku tau apa yang dilakukan mamaku adalah buruk, jadi aku sering marah-m...