Suara getaran dari arah nakas membangunkan Davin dari tidur lelapnya. Tangannya meraih sumber bunyi itu yang ternyata dari sebuah ponsel. Benda persegi sudah di tangannya, Davin menatap jenuh dan mematikan alarmnya.
Matanya kembali terpejam saat ponsel itu ia letakkan kembali ke tempatnya semula. Namun tak lama, Davin membuka matanya dan beranjak bangun. Kantuk yang ia rasakan perlahan hilang ketika ia menyadari sesuatu.
Davin menoleh pada ponselnya yang berada di sebelah bantal dan memegangnya. "Ini handphone ku, lalu..."
Lehernya bergerak perlahan menatap ponsel yang baru saja ia matikan alarmnya dengan horor. Davin meraihnya dengan tangan kirinya yang kosong. "... ini handphone siapa?"
Tak membutuhkan waktu lama, karena kesadarannya sudah pulih sepenuhnya, Davin menyibakkan selimutnya dan berjalan cepat keluar kamar.
Leo baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil masih bertengger nyaman di lehernya. Pergerakannya terhenti saat ingin membuka pintu kamarnya ketika Davin memanggilnya panik.
"Leooooo...."
"Waee?"
"Apa ini handphone milikmu?"
Leo menatap ponsel di hadapannya dengan teliti. Mereknya memang sama dengan miliknya namun serinya berbeda, ia merebutnya dari genggaman Davin. Leo terperangah saat menyadari siapa pemiliknya.
"Ahh.. Ini bukan handphone ku."
Casing pelindung dengan motif bunga dan kotak-kotak berwarna hitam putih itu menjelaslan semuanya. Leo ingin merutuk pemiliknya.
"Lalu punya siapa? Kenapa bisa ada di kamarku? Di atas nakas lagi."
Berbagai skenario yang ada di dalam benaknya mulai bermunculan. Satu persatu ia seleksi agar mendapatkan satu alasan tepat yang bisa ia lontarkan untuk mengelabui Davin agar tak menaruh curiga padanya.
"Ini milik Zayyan, hehehe..." Celetuknya ringan dengan menampilkan deretan giginyagiginya yang rapi.
"Apa? Kenapa handphone Zayyan bisa ada di kamarku?"
Genggaman pada ponsel Zayyan semakin menguat. Leo terdiam memikirkan jawaban yang tepat. Memang kakaknya itu sangat teledor. Tak cukup dengan membuatnya ketahuan oleh ibunya disebabkan letak garam yang tak diketahuinya, kini benda sepenting handphone pun bisa ia lupakan. Leo harus melabraknya. Lihat saja nanti.
"Zayyan sempat kemari semalam sebelum kau tiba. Dia mengunjungiku setelah mengantar ibunya pulang ke bandara. Ibunya membelikan pizza dan katanya dia tak akan habis memakannya sendiri, jadi dia datang kemari dan membaginya kepadaku. Dan alasan kenapa handphone-nya bisa ada di kamarmu sepertinya itu salahku juga."
"Memangnya kenapa?"
"Aku ingat kau punya konsol game, jadi kami berniat mencobanya tadi malam. Mianhae Davin, aku menyuruhnya untuk mengambilnya di kamarmu. Dia memang keluar dengan benda itu tapi ternyata dia meninggalkan handphone-nya di kamarmu. Maaf yaaa..."
Leo menggigit bibirnya gusar. Kerutan pada dahi Davin menyiratkan kebingungan. Memang benar, ia menyimpan konsol game-nya di dalam rak nakasnya, jadi penjelasan Leo cukup masuk akal. Tapi sampai meninggalkan handphone di kamarnya itu sedikit mencurigakan.
Davin mengangguk, "Baiklah kalau memang itu alasannya. Kembalikan handphone itu padanya." Ujarnya dengan sedikit kebimbangan.
"Kau tak marah?"
"Untuk apa aku marah? Aku hanya sedikit terkejut, tapi sudahlah tenang saja." Senyum tipis cukup meyakinkan Leo, yang diam-diam menghembus napas lega. Untung saja Davin bisa mempercayai bualannya yang muncul disaat yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
One For Two | ZaLeSing
FanfictionSemuanya berubah saat Zayyan mengenal Sing, Leo tak seharusnya membiarkan itu terjadi, karena ia tahu Sing itu sedikit berbeda. !!BROMANCE!! !!BROTHERSHIP!!