Note : sebelum baca part ini, disarankan untuk baca ulang bagian 23 supaya alurnya nyambung!!
Tak ada yang istimewa dalam hidupnya.
Atau lebih tepatnya tak ada yang istimewa sejak kebahagiaan keluarga kecilnya direnggut oleh kejadian nahas yang menimpa ayahnya.
Sing ingat, usianya masih sebelas tahun saat keluarganya memutuskan untuk pindah rumah.
Bukan karena ayahnya yang pindah kerja tetapi ayahnya tak lagi bisa kerja. Jika mempertahankan tempat tinggal sebelumnya, mereka tak akan bisa membayar sewa. Rumah baru yang mereka tempati adalah milik nenek Sing, ibu dari ayahnya. Untung saja neneknya masih mau membantu.
Kejadian yang merenggut kaki ayahnya hingga lumpuh total mengubah segalanya. Kebahagiaan yang ia rasakan sebelumnya perlahan kian menghilang.
Ini hari dimana mereka mulai menempati rumah baru. Tak begitu besar tapi tak juga kecil. Nyaman dan bersih. Jika dilihat di lingkungan sekitar juga sepertinya aman.
Masih hari pertama Sing sudah membuat kekacauan, tak sengaja menjatuhkan kardus yang berisi vas bunga kesayangan ibunya. Sing hanya berniat membantu ibunya menyusun barang-barang namun tangannya yang masih kecil itu tak mampu menahan berat vas bunga yang terbuat dari keramik. Kardus terjatuh, vas pecah dan ibu marah.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aa..aa..ku mau membantu mama." Badannya bergemetar hebat saat berhadapan dengan ibunya, tatapannya sangat tajam. Ini pertama kali Sing melihat ibunya seperti itu.
"Dasar anak bodoh. Siapa yang menyuruhmu membantuku? Lihat, vas mahal ini pecah. Dasar anak sialan. Sudah cukup ayahmu yang menyusahkanku, sekarang kau juga ikut menyusahkan."
Makian yang terlontar terdengar sangat menyakitkan. Untuk anak seusianya, Sing sudah dihadapkan dengan kalimat menyakitkan itu. Lebih buruknya, ibunya sendiri yang mengatakannya. Sejak ayahnya tak lagi bisa menafkahi mereka, ibunya benar-benar berubah seperti orang yang berbeda dari sebelumnya. Tak ada kasih sayang yang tersisa dari dirinya.
"Ma...maaf, aku tidak sengaja." Perlahan air matanya menetes. Suara isakan yang ia tahan terasa menyesakkan. Bahkan untuk bernapas pun Sing kesulitan. Tapi ia tak ingin terlihat lemah, itu akan membuat ibunya kesulitan.
"Kau... Pergi dari sini."
Sing membelalak kaget, matanya membola. "Mama? Aku harus kemana?"
"Pergi dari hadapanku sekarang. Cari uang yang cukup untuk mengganti vas ini."
"Tapi mama, ini sudah malam. Kemana aku harus mencari uang?" Sing masih mencoba merayu.
"Aku tidak peduli. Cepat pergi."
"Ada apa Jian? Kenapa kau mengusir Sing?"
Saat itu pula Sing merasa tertolong dengan kehadiran ayahnya yang mendekat. Sedikit kesulitan dengan kursi roda yang ia rotasi sendiri.
"Kau tidak usah ikut campur, Shau. Biar anak ini bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya." Sentak Jian, ibu Sing.
"Kau menyuruhnya mencari uang untuk mengganti vas mu? Apa kau sudah gila? Dia masih kecil dan lagi ini sudah malam."
Di matanya, Sing merasa ayahnya seperti malaikat pelindung yang ia butuhkan di saat yang tepat. Beban di hatinya sedikit berkurang.
"Aku tidak peduli. Pergi sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
One For Two | ZaLeSing
أدب الهواةSemuanya berubah saat Zayyan mengenal Sing, Leo tak seharusnya membiarkan itu terjadi, karena ia tahu Sing itu sedikit berbeda. !!BROMANCE!! !!BROTHERSHIP!!