Bagian 15

738 86 6
                                    

Semburat jingga membentang indah di langit sore ini. Aliran air yang tenang dan hembusan angin yang menyejukkan menutup hari terakhirnya di Seoul. Stroberi yang menjadi buah favoritnya ia lahap habis. Garis senyum pada bibir tipisnya menyungging sempurna kala netranya menatap kedua putranya di depan sana.

Menutup hari dengan menghabiskan waktu di sungai Han memang pilihan yang tepat. Wanita itu selalu memimpikan duduk di tepian taman sungai Han kala memikirkan Seoul. Kini ia dapat mewujudkannya.

Matanya menelisik jauh ke depan pada kedua putranya yang terlihat antusias menggunakan sepatu roda. Sesekali kekehan kecil keluar dari suaranya yang halus kala Zayyan berulang kali hampir terjatuh tak bisa mengendalikan keseimbangannya.

"Hahh... Kenapa sulit sekali sih..."

Rengekan Zayyan yang sudah kesekian kalinya menganggu konsentrasi Leo.

"Tidak sulit tuh, buktinya aku bisa nih." Leo pamer dengan menunjukan gaya berputarnya menggunakan sepatu roda.

"Kau harus bisa menyeimbangkan tubuhmu dengan baik. Coba pelan-pelan saja dulu." Saran Leo. Perasaannya sedang baik saat ini.

Zayyan masih pada posisi jongkoknya mendengar dengan cermat. Ia sangat buruk dalam bermain sepatu roda. Kekesalannya semakin bertambah saat mengingat hanya sepatu roda yang masih tersisa untuk disewakan. Olahraga lain seperti sepeda sudah habis disewa pengunjung. Libur musim panas membuat sungai Han begitu ramai.

Masih dengan wajah bertekuknya, Zayyan kembali bangkit mencoba berdiri, berhasil. Leo mendekat saat Zayyan mencoba menggerakkan kakinya untuk berjaga-jaga. Namun untuk kesekian kalinya ia gagal. Tubuhnya sangat sulit dikendalikan dan ia hampir terjatuh kalau saja sepasang tangan Leo tak menangkapnya. Mereka saling pandang.

"Ckk.. Ngomong saja mudah, tapi sulit sekali untuk melakukannya. Aku nyerah deh."

Zayyan hendak berjongkok melepas sepatu rodanya, namun Leo lebih dulu menahannya. "Mudah sekali kau bilang menyerah. Sini biar aku bantu."

Zayyan mengerjapkan kedua matanya dan mengikuti tuntunan Leo yang membantunya melangkah. Pelan tapi pasti, langkah pertama berhasil ia lakukan, hingga beberapa langkah tak ada kendala membuat Zayyan menjadi lebih bersemangat.

Senyum manisnya mulai hadir. Sepatunya mulai lancar ia gerakkan di atas paving block yang menjadi pijakan mereka. Tangan Leo masih membantunya berjalan, namun hanya satu pegangan pada lengan Zayyan. Pegangan itu turun dan tanpa sadar Leo menggenggam erat jemari Zayyan.

Pergerakan yang awalnya hanya sekedar melangkah, kini Zayyan bisa mengikuti ritme Leo yang mulai meluncurkan kedua kakinya dengan cepat secara bergantian tanpa kendala.

"Woaahhh... Aku bisa.. Leo akhirnya aku berhasil."

Senyum berseri sangat cocok di wajah Zayyan. Pipinya yang chubby semakin membulat seperti pangsit yang mereka makan tadi pagi. Sangat menggemaskan.

Leo perlahan melepas genggamannya pada Zayyan. Ia berhenti dan memperhatikan Zayyan yang bergerak dengan gairah baru. Lelaki itu mencoba teknik Leo, memutar badan dan ia kembali berhasil.

"Yaa Leo... Apa kau melihatnya? Aku bisa berputar." Zayyan berteriak kencang pada Leo yang sedikit jauh dari posisinya.

"Ne... Aku melihatnya, kau keren." Leo tak dapat menahan senyumnya.

Langit senja yang menemani mereka dengan pancaran cahaya matahari yang mulai tenggelam akan menjadi momen terbaik Leo saat ini. Zayyan yang bergerak ceria dan ibunya yang tersenyum bangga mengalirkan kehangatan yang sangat ia rindukan sejak lama. Leo menghembuskan napasnya panjang dan menoleh pada ibunya.

One For Two | ZaLeSingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang