02 Perfect Pain
.
"Disini kamar anda Nona," ucap supir yang membawakan koper milik Elena. Pria akhir empat puluh tahunan tersebut meletakkan kopernya tepat di depan pintu.
"Terima kasih Pak," balas Elena seraya tersenyum. Supir itu pun berlalu, menghilang dari pandangan Elena ketika menuruti tangga menuju lantai satu.
Elana menghela napas sejenak, memutar gagang pintu, dan memasuki kamar dengan kopernya. Matanya menjelajahi setiap sudut, memuji tata letak barang dan desain kamar yang begitu luas. Elana tak yakin apakah ia dan Kaisar akan berbagi kamar atau memiliki kamar terpisah. Kamar ini seperti kamar tidur utama dengan kasur king size, sofa panjang menghadap televisi, dan walk-in closet yang elegan dengan barang-barang pria dan wanita. Elana berkeliling di dalamnya selama belasan menit.
Melihat pintu mengarah ke balkon yang tertutup, Elena berjalan ke sana lalu membukanya. Seketika udara sore yang sejuk menerpa kulitnya. Dari tempatnya berpijak, perempuan itu dapat melihat kolam renang serta rumah kaca.
Tangan Elena berpegangan pada pagar kayu yang tingginya hanya sampai pinggang. Kepalanya kini bertanya, kenapa diberikan kamar utama di dalam rumah ini. Bukankah lebih baik untuknya menempati kamar tamu saja?
Bahu Elena terangkat secara mendadak ketika sebuah tangan memeluk erat pinggangnya. Hembusan napas hangat menerpa lehernya.
"Apakah kamu menyukainya, Clara?"
Elena berbalik dengan gerakkan cepat. Wajah lelaki itu berjarak tak jauh dari wajahnya. Jantung Elena berdegup kencang. Tak menduga akan mendapatkan perlakuan tak senonoh dari Kaisar. Walaupun status mereka adalah sepasang suami istri, akan tetapi, pria itu merupakan orang asing untuknya.
"Apa yang kamu lakukan?" Suara Elena bergetar. Dia dapat merasakan tatapan berselimut amarah Kaisar.
"Bukankah kamu pengganti Clara? Sudah sepatutnya kamu bersikap seperti calon istri ku yang telah kabur itu." Kaisar bicara pelan penuh penekanan. Jemarinya membelai rambut Elena.
"Wangi Clara tidak seperti ini. Gunakan parfum yang biasa Clara pakai!"
Perlahan tangan Kaisar berpindah ke leher, memegang tengkuk Elena, kemudian berbisik, "Ingat malam pertama kita. Clara sudah menyiapkan gaun tidur yang indah di lemari."
Elena tertegun mendengar penuturan tersebut. Pandangannya nanar melihat punggung Kaisar yang menghilang di balik dinding. Pria itu memintanya bersikap serta berpenampilan layaknya Clara. Tak sesuai dengan apa yang Ayu katakan pada saat merayu Elena. Juga tak ada pembicaraan jelas mengenai pernikahan paksa ini. Memang keadaan sangat genting dan mendadak. Akan tetapi, saat acara usai pun mereka semua bungkam. Seolah sisanya berjalan tanpa arah.
Sikap Kaisar pun tak terduga. Bagaimana bisa pria itu menganggap bahwa Elena adalah Clara, dari fisik pun jauh berbeda. Clara yang cantik jelita, tubuh bak model serta seksi jelas tak sama dengan Elena yang bertubuh mungil.
Telinga Elena mendengar suara pintu tertutup, artinya Kaisar telah meninggalkan kamar. Tungkai kaki Elena melangkah letih, memasuki kamar, lalu mencari keberadan koper berwarna ungu yang ia bawa. Benda itu menghilang, Elena masih ingat kopernya berada di samping meja rias. Namun nihil, tak ada tanda-tanda keberadaan benda tersebut setelah ia mencari ke seluruh sudut kamar. Bahkan di depan pintu tidak ada.
"Ingat malam pertama kita! Clara sudah menyiapkan gaun tidur yang indah di lemari."
Terlintas kalimat Kaisar beberapa menit yang lalu. Sepertinya pria itu telah memindahkan koper Elena entah kemana. Erangan frustasi terdengar darinya. Kaisar benar-benar ingin membuat Elena berpenampilan seperti Clara.
Berjalan gontai menuju pintu kamar mandi yang berada di dalam walk-in closet. Elena mencari baju yang nyaman dikenakan, perempuan itu juga menemukan celana dalam serta bra yang masih baru. Elena tak akan mengenakan salah satu koleksi lingerie milik Clara.
Elena berusaha melepaskan gaun yang tengah ia gunakan dengan bersusah payah. Resleting yang terletak di bagian punggung membuatnya harus meliukkan badan. Perempuan itu bernapas lega ketika berhasil meloloskan gaun putih yang cantik itu dari tubuhnya. Selanjutnya, ia memasuki kamar mandi.
Badan Elena tampak lebih segar saat keluar. Rambutnya masih setengah basah karena hanya dikeringkan dengan handuk. Baju yang digunakan bukanlah gaun tidur seperti seruan Kaisar. Elena tak ingin dipaksa untuk menjadi pribadi lain, pernikahan ini pun dengan berat hati dilakukan.
"Kamu tidak mendengarkan kata-kata ku?"
Suara bariton di balik tubuh Elena, membuat terkejut. Refleks perempuan itu mengalihkan perhatian dari pemandangan kolam renang yang sudah sejam lebih ia amati dalam perasaan gundah.
Kaisar masih mengenakan kemeja yang sama, hanya jasnya saja yang telah dilepas. Pria itu melangkah pasti, mendekat padanya. Sorot matanya yang tajam, seolah sedang menilai penampilan Elena yang jauh dari persiapan malam pertama. Kaos berwarna cokelat susu serta celana hitam selutut, rambutnya terurai karena lembab.
Elena menatap pria itu sedikit takut. Ia mencoba bicara, "Bibi Ayu mengatakan bahwa pernikahan ini dilakukan hanya untuk menyelamatlan nama baik kedua belah pihak keluarga, dan ibumu juga menyepakatinya. Aku setuju karena pernikahan berjalan hanya setahun atau bila Clara cepat ditemukan, maka kita bercerai. Jadi, sepertinya kamu salah paham."
Kaisar menyibak rambut bergaya komanya hingga berantakan. Matanya nyalang memandang Elena, salah sudut bibirnya menukik seolah menertawakan perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya.
"Apa kamu pikir aku akan berpikir demikian? Wanita yang seharusnya menjadi istriku adalah Marisa Clara Budiawan, bukan dirimu. Tapi, dia berkhianat. Mempermalukan keluarga ku dengan kepergiannya. Kamu!" Kaisar menunjuk kasar, "Pengganti Clara dan harus bersikap seperti Clara. Perempuan yang seharusnya menjadi istriku."
Amarah dalam diri Kaisar menguar. Menekan pada Elena yang juga korban atas tindakan egois Clara.
"Kamu pikir aku bisa menerima ini?! Aku juga memiliki kekasih hati, kalau saja bukan karena balas budi. Aku takkan berada di situasi seperti ini," balas Elena tak kalah menggebu. Ia ingin Kaisar sadar bahwa tidak hanya dirinya yang dirugikan, namun banyak pihak.
Langkah cepat Kaisar mendekati Elana, mencengkram dagunya dengan kuat. Tatapan penuh kemarahan menembus, membuat Elana merasa tertekan hingga pada titik ketakutan yang mendalam.
Elena berjalan mundur saat Kaisar terus menghimpit tubuhnya hingga mencapai pagar pelindung di balkon.
"Balas budi katamu? Artinya kamu harus melakukan apapun untuk membalas kebaikan keluarga Budiawan padamu. Dengan cara menebus dosa mereka terhadap keluarga ku!" Kaisar berbisik penuh desakkan.
Dagu Elena kesakitan, bagian tersebut memerah atas perlakuan Kaisar. Takut serta keputusasaan melingkupi hatinya, namun dia menahan tangis agar tidak memberikan kepuasan pada Kaisar. Ia tak menyangka hal seperti ini yang ia hadapi.
Di Karya karsa udah part 8 guys 🫰
Jngan lupa vote ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.