43. Perfect Pain

10.1K 965 105
                                    

43 Perfect Pain

.

Elena berbalik dari tempat itu. Ia memilih untuk kembali ke kamarnya, tanpa mengisi perut. Selera makannya terlanjur hilang setelah menerima pesan suaminya. Entah siapa wanita itu, hingga Kaisar tak berkata jujur.

Mencoba meneguhkan hati, Elena merasa bodoh karena merasa terluka. Lagi pula sebuah keberuntungan untuknya, ia jadi memiliki alasan kuat untuk berpisah.

Wanita itu segera mengunci pintu, mengganti baju, lalu menghapus riasan tipis di wajahnya. Elena menarik napas perlahan, menatap wajahnya di depan cermin hias. Sadar bahwa keadaanya sangat menyedihkan selama ini.

Mendesah kesal, perutnya kelaparan, tapi Elena tak mau makan. Tidak ada yang peduli juga ia sudah makan atau belum.

Elena tak habis pikir mengapa ia sampai begini. Mungkin karena efek lapar, saat tahu Kaisar berbohong ia menjadi mudah kesal.

Tak mau berlama-lama di depan kaca, Elena memilih membungkus dirinya dalam selimut sembari menonton video pendek di ponselnya. Hingga tak terasa sudah lebih dari setengah jam dan pintu kamar terbuka. Tanpa melirik Elena tahu Kaisar lah yang datang.

Pria itu menatap istrinya sesaat, lalu bergerak mendekat untuk mengecup pelipis Elena. Mendapat perlakuan demikian, rasanya Elena ingin memukul wajah pria tak tahu malu itu. Berani-beraninya mencium Elena setelah bertemu wanita lain.

"Selamat malam, Elena!" sapa Kaisar.

"Malam," balas Elena tanpa berpaling.

"Maaf karena harus pulang terlambat. Banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan."

Pekerjaan? Maksudnya meluangkan waktu untuk wanita lain?

Sayangnya kalimat itu hanya ada dalam pikiran Elena. Ia tak ingin mengintrogasi suaminya, biarlah Kaisar mendekati wanita manapun. Pada dasarnya Elena pun tak mau bertahan.

"Iya. Mandilah sana!" suruh Elena.

Kaisar mengusak rambut Elena sebelum beranjak ke kamar mandi. Elena menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat, dari dalam sana terdengar suara guyuran air.

Dada Elena berdenyut nyeri. Rasanya sakit, namun tak sampai mengeluarkan air mata. Ia hanya tak suka dibohongi, rasanya hampir sama seperti saat melihat Revan keluar dari kamar dalam keadaan berantakan tanpa baju. Dan Elena sangat yakin dengan wanita yang menjadi teman tidur Revan saat itu. Wanita itu adalah Clara, orang yang telah membuat Elena terpaksa menikah dengan Kaisar.

Ibu jari Elena menggeser video ke atas di ponselnya. Menonton dengan perasaan hampa. Ia bagai si rusa bodoh yang terjatuh dua kali di lubang jebakan yang sama.

Kaisar keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Elena tak lagi terpaku, ia mengabaikan gerak gerik pria itu.

Hingga akhirnya Kaisar ikut memasuki selimut. Lantas memeluk pinggang Elena dari belakang, serta ikut menyaksikan video yang berjalan di ponselnya.

"Apa kamu marah?" tanya Kaisar seraya menghirup aroma shampo yang memiliki wangi segar dari rambut istrinya.

"Tidak. Aku hanya kelelahan setelah seharian jalan-jalan."

"Benarkah? Apa kamu menikmatinya?"

"Hm."

Kaisar mengeratkan pelukannya. "Maaf tidak bisa menemani mu."

"Hm."

Malam itu berjalan begitu saja, sampai Elena mengantuk sambil menahan lapar. Ponsel di tangannya terlepas tanpa bisa ditahan, hingga tertelungkup di atas kasur.

Perfect PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang