15 Perfect Pain
.
Elena membuka mata di waktu yang sama seperti hari-hari lainnya. Wanita itu mengerjap, perlahan melirik ke arah dimana sebuah bayangan aktivitas berlangsung. Di depan cermin tampak Kaisar telah rapi mengenakan kemeja abu tua serta celana kain, rambut yang semalam sempat lepek, hari ini menjadi tertata rapi.
Melihat keadaan Kaisar, sepertinya pria itu telah sembuh. Pemulihan tubuhnya bisa dikatakan lumayan cepat.
"Kamu hari ini bekerja?" Elena berbicara dengan suara serak.
Kaisar melirik wanita itu dari pantulan kaca, Elena masih berbaring di balik selimut. Matanya tampak masih mengantuk.
"Iya," balas Kaisar. Tangannya sibuk mengikat dasi di leher.
"Bukankah sebaiknya kamu beristirahat, barang sehari."
Perempuan itu menyibak selimut, lantas berdiri dan berjalan menuju nakas mengambil jedai untuk menjepit rambut hitam panjang miliknya.
"Kenapa? Kamu mengkhawatirkan ku?"
Elena melirik pada Kaisar yang telah berhasil memasang dasi, pria itu bersandar pada lemari kaca dan menatapnya. Kepercayaan diri menguar dari sana.
"Kalau kamu sakit itu akan sangat merepotkan buatku."
"Aku tidak memintamu untuk merawatku."
Hati Elena gregetan. "Mendengar kamu berkata begitu, aku jadi menyesal membuang waktu untuk merawatmu. Seharusnya ku biarkan saja Bi Murni yang merawatmu," kesalnya dengan wajah cemberut.
Elena pergi mempersiapkan diri untuk bekerja dengan hati mendumel.
Dasar tidak tahu terima kasih!
Kaisar memandang kepergian itu dengan sudut bibir tertarik. Baru kali ini ia melihat wajah cemberut Elena, cukup menggemaskan juga.
Saat Elena selesai mandi, ia membuka pintu dan terkejut melihat Kaisar yang rupanya ada di walk-in-closet, pria berpenampilan parlente itu tengah mengaitkan jam tangan, lantas menoleh ke arahnya.
Kaisar meneguk air liur. Elena hadir dengan hanya mengenakan handuk serta rambut panjang yang basah, mengingatkannya akan kejadian di kamar mandi. Handuk yang menggantung di tubuhnya tak cukup tinggi untuk menutupi belahan indah milik wanita itu.
Kaitan jam telah terpasang. Kaisar tanpa ragu mendekati Elena yang canggung dalam situasi tersebut. Penampilan perempuan itu berhasil kembali membangkitkan sisi liar dalam dirinya.
Tubuh Elena meremang saat jari telunjuk Kaisar menyentuh tulang selangkanya. Mengelus bagian itu pelan, dari atas ke bawah. Bahkan sorot matanya mengikuti kemana jemari Kaisar berhenti, tepat di sebuah belahan.
Sementara ia menatap lurus ke arah dada Kaisar, Elena enggan melihat tepat pada kedua bola mata Kaisar yang kini menatapnya intens, ia tahu arti tatapan tersebut.
Elena melangkah mundur, namun, Kaisar dengan cepat menarik tengkuknya untuk mencium dan menghisap. Lidahnya masuk dan menjelajah sepuas hati. Tangan pria itu kini berada di bokong Elena meremas dan menghimpit untuk lebih dekat. Sedangkan yang satunya berhasil melepas handuk yang melekat di tubuh lembut itu. Kaisar berhasil menangkup benda kenyal milik istrinya dan bermain di sana.
Sekuat tenaga, Elena mendorong tubuh jangkung Kaisar. Yang berhasil terlepas hanya ciuman mereka. Ia menatap sengit.
"Kita bisa terlambat," ucapnya. Entah mengapa kali ini, Kaisar tampak tak memaksa. Ia membiarkan Elena mundur dan kembali mengenakan handuk itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
RomanceBagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.